SANG KEWANG penyelamat Lingkungan

Dewa

New member
Elisa Kissya, bagi masyarakat Maluku, terutama orang-orang dan Kepulauan Lease (Pulau Haruku, Saparua, dan NusaIaut, bukan sosok yang asing. Dialah kepala Kewang atau penjaga dan pengawas lingkungan di darat, taut, maupun di negeri Haruku.
Beban yang dipikulnya dengan jabatan sebagal kepala Kewang cukup berat. Namun, Eliza tak bisa mengelak. Sebagai turunan Kewang, marga Kissya yang disandangnya, mewajibkan ia menempati posisi itu. Pria kelahiran 62 tahun lalu ini, bersama kakaknya, sudah dipersiapkan menjadi kewang.
Pada 1979, secara resmi, dewan adat menjatuhkan pilihan pada Eliza untuk menjadi kepala Kewang. Sedangkan kakaknya, dipercaya menjadi menjadi sekretaris desa. Maka, mulailah Eliza menegakkan berbagai aturan adat terkait lingkungan darat, laut, dan dalam negeri Haruku.
Lebih dari separuh usianya dihabiskan untuk menjadi pengawas aturan-aturan adat. Setelah enam tahun menjadi kepala Kewang, kerja Eliza meraih penghargaan tertinggi di bidang pelestarian lingkungan. Pada 1985, ia menjadi salah satu peraih Kalpataru yang diberikan oleh pemerintah.
Namun, pengabdiannya terhadap lingkungan dengan menegakkan sasidi Haruku, tentu bukan semata untuk mengejar Kalpataru semata. ini tanggung jawab saya dan saya harus menjaga adat dari nenek moyang saya, sampal kapan pun,” ujar ElIza.
Mengabdikan diri untuk lingkungan dikerjakannya tanpa pamrih. Tantangan yang dihadapinya pun tak sedikit. Tak hanya berasal dari luar negeri Haruku, seperti masuknya orang-orang dari luar
untuk melakukan pengrusakan lingkungan. Begitu pula perbedaan visinya dengan pemerintah terkait masalah pertambangan. Eliza mencontohkan, adanya izin eksploitasi tambang emas yang diberikan pemerintah setempat pada PT Aneka Tambang untuk melakukan penggalian di Pulau Haruku.
Selain masalah dari luar, tak kalah susahnya adalah menghadapi warga negeri Haruku sendiri. Faktor kecemburuan, masalah-masalah intern di dalam kampung, terkadang menjadi duri dalam sekam buatnya. Menurut Eliza, terkadang ada masalah-masalah dalam kampung yang tidak bisa diselesaikan dan menimbulkan ketidak puasan. “Berbagai cara bisa dilakukan, entah merusak nama baik saya, merusak citra, dan sebagainya. Tapi, itu sudah biasa. Karena siapa pun yang mau menjadi pemimpin di negeri ini, jangan harap mau disanjung atau dijunjung. Tidak ada itu,” ujar Eliza.



Sumber : republika
 
Back
Top