spirit
Mod

Terungkap alasan China enggan beri keringanan kepada Sri Lanka yang kini bangkrut akibat terlilit utang. /Reuters/Kenzaburo Fukuhara
PIKIRAN RAKYAT - Sri Lanka saat ini tengah mengalami krisis ekonomi terparah sepanjang sejarahnya.
Usut punya usut, Sri Lanka diduga terjebak jeratan utang dari China. Alhasil, negara itu kini tak sanggup membayarnya.
China dikenal sebagai pemberi utang untuk proyek pembangunan infrastruktur sejumlah negara. Dana-dana itu diberikan melalui skema Belt dan Road Initiative (BRI).
Selama beberapa minggu terakhir, China didesak segera menanggapi seruan untuk memberikan keringanan utang terhadap Sri Lanka.
Namun alih-alih memberikan keringanan untuk penjadwalan ulang pembayaran utang Sri Lanka, China justru memberikan 'bantuan kemanusiaan darurat'.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional China, Xu Wei kepada kantor berita Xinhua, salah satu media yang dikelola pemerintah China.
Xu Wei mengklaim, China telah memperhatikan kesulitan ekonomi yang dihadapi Sri Lanka. Oleh karena itu, pihaknya berupaya membantu Sri Lanka dalam menghadapi himpitan ekonomi.
Hal senada turut disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin.
"Pihak China telah mengumumkan akan memberi bantuan kemanusiaan darurat kepada Sri Lanka," katanya dikutip Pikiran-Rakyat.com dari The Print pada Kamis, 21 April 2022.
"Kami akan terus menawarkan dukungan dan bantuan yang terbaik sesuai kemampuan kami untuk membantu Sri Lanka menghidupkan kembali ekonominya dan meningkatkan mata pencaharian masyarakat," sambungnya lagi.
Diketahui, Sri Lanka kini tengah bergulat dengan gejolak ekonomi terparah sejak mendeklarasikan kemerdekaan dari Inggris pada 1948.
Kurangnya mata uang asing membuat negara itu tidak mampu membayar impor untuk bahan makanan pokok dan bahan bakar. Akibatnya, Sri Lanka kini tengah dilanda krisis pangan akibat harga yang melambung tinggi.
Pada Senin lalu, Sri Lanka berusaha mencari instrumen pembiayaan cepat (RFI) dari IMF untuk mempertahankan negaranya dari kejatuhan krisis ekonomi.
Kemudian pada 12 April, Sri Lanka mengumumkan default pre-emptive dari semua utang luar negerinya dengan total 51 miliar dolar AS atau setara Rp731 triliun.
Hal itu menjadi upaya terakhir Sri Lanka dalam mengatasi kondisi darurat yang dihadapi negaranya.
China menawarkan pengiriman beras ke Sri Lanka, dengan mengutip pakta beras dan karet yang ditandatangani pada 1952 saat China memasok beras dan karet impor dari Kolombo.
Sejauh ini, China tengah mempertimbangkan fasilitas kredit sebesar 2,5 miliar dolar AS atau setara Rp35,8 triliun untuk Sri Lanka.
Diperkirakan, Sri Lanka belum melunasi utang kepada China dengan selisih sekitar 1,5 hingga 2 miliar dolar AS pada tahun ini.
Utang Sri Lanka ke China dilaporkan menyumbang sekitar 10 persen dari utang luar negerinya.
Utang itu mencakup proyek-proyek infrastruktur besar seperti pelabuhan Hambantota yang kemudian disewa oleh China selama 99 tahun sebagai pertukaran utang.
Seorang ahli senior di Universtias Nasional Singapura, Ganeshan Wignaraja menyoroti dilema China dalam memberikan bantuan kepada Sri Lanka.
"China tidak mau kehilangan uang," tutur dia.
"Jika China memberi Sri Lanka bailout khusus, negara-negara lain dalam ikat pinggang dan kesulitan yang sama akan meminta jenis bantuan yang sama," lanjutnya.
Sebab selain Sri Lanka, China juga memberikan utang melalui skema BRI kepada Pakistan dan Nepal.***
.