Bisa dijelaskan secara empiris bagaimana hal di atas bekerja?Segala kesan seperti warna, objek atau apapun itu dapat kita kenali bukan karena semata mata adanya mata, tetapi karena kesan tersebut merubah keadaan kesadaran kita sedemikian rupa sehingga kita mengenalinya melalui perbandingan sebagai suatu warn tertentu (diperbandingkan dengan warna lainnya), atau sebagai objek tertentu diperbandingkan dengan objek lainnya.
Yang dimaksud dengan kesadaran di sini itu apa ya?...Sejauh kesadaran kita dapat dirubah sedemikian rupa sehingga mencapai keadaan yang sama seperti ketika menyadari adanya warna atau objek tertentu, maka kita menyadari adanya warna tersebut (atau objek tertentu).
Semua dapat bermula dari mata, sentuhan atau apapun itu, tetapi pada akhirnya berhenti kepada titik akhir yaitu kesadaran kita.
Orang yang dikatakan buta warna itu tetap bisa melihat penampakan visual lho....Bahkan sebenarnya ketika kita menganggap bermimpi tidak mengalami penampakan warna, maka sebenarnya dengan mampunya kita menyadari adanya objek di dalam mimpi, sebenarnya kita telah melihat warna.
Warna bagi saya tidak hanya sekedar sebagai akibat panjang gelombang, tetapi warna adalah merupakan tanda yang mencirikan penampakan. Tanpa warna berarti tidak ada penampakan visual.
Dengan kata lain penampakan visual itu bisa dilihat tanpa mata, begitu ya?...Jadi ketika dikatakan, dapatkah melihat warna dalam mimpi, maka dapat diartikan: "adakah penampakan visual yang dapat kita sadari di dalam mimpi ? Jawaban saya dapat, ... maka selesai sudah, bahwa adanya penampakan saja sudah menunjukkan adanya warna (setipis apapun itu). Bahwa warna harus terjadi melalui panjang gelombang tertentu (dengan bantuan mata), maka permasalahannya bukanlah pada "dapatkah kita melihat panjang gelombang ?", tetapi dapatkah ciri dari warna yang memberikan perbedaan penampakan dapat kita sadari ? Dan itu sudah cukup dibuktikan melalui pengalaman di alam mimpi melalui kesadaran kita yang menyadari adanya penampakan (objek) visual.
Oh jadi penjelasan empirisnya seperti itu, ya?1. He he he, melalui hipnotis atau meditasi dalam, hal itu dapat terjadi. Permasalahan bukan pada apakah hipnotis atau meditasi dapat di aplikasikan dengan mudah atau tidak dan secara massal bagi setiap orang, dan juga tidak sepraktis menggunakan mata ketika menangkap penampakan visual di dunia materi, tetapi ketika berkaitan dengan dunia mimpi atau sejenisnya, justru penampakan visual tidak lagi menggunakan mata.
4. (kembali ke no. 1).
Kok pernyataannya saling bertentangan ya?2. Bahwa ketika anda tidak menyadari apapun, bahkan matapun juga tidak punya nilai.
Bahkan ketika seseorang bermimpi, itu tidak berarti ia tidak sadar. Tetapi ia tidak menyadari dunia sehari-hari dan berganti menyadari dunia mimpi.
Soal ini saya tanggapi dengan mencantumkan quote dari pernyataan anda sendiri...3. Orang yang buta warna memang masih dapat melihat penampakan visual, tetapi ia sama saja dengan kita tidak dapat melihat objek di tempat yang minim cahaya (yang menjadi persyaratan minimal secara umum bagi kita ataupun yang buta warna), dan tiu yang saya maksudkan.
Warna bagi saya tidak hanya sekedar sebagai akibat panjang gelombang, tetapi warna adalah merupakan tanda yang mencirikan penampakan. Tanpa warna berarti tidak ada penampakan visual.
Tidak akan pernah ada mimpi yang berwarna jika warna yang dimaksud adalah warna seperti yang kita lihat dengan mata physically. Kalau ada orang yang bermimpi dan merasa melihat warna, sudah pasti itu hanya perasaannya aja yang bekerja...
Sekali lagi saya tegaskan, ini forum science, di mana hukum empiris itu sama dan berlaku untuk semua orang dan tidaklah serba mengambang seperti yang sudah anda tulis dari postingan awal anda...
Ketika anda menyampaikan teori seperti di atas, dalam kerangka science hal itu harus bisa dibuktikan secara empiris..
Bahkan dalam kerangka filosofis pun ada yang namanya positivisme logis atau sering disebut juga empirisme rasional, di mana sebuah filosofi sekalipun harus dapat memberikan kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah pernyataan adalah benar, salah atau tidak memiliki arti sama sekali....
Jadi ketika kita bermain2 di area filosofis sekalipun masih terikat dengan yang namanya empirisme rasional sehingga tidak hanya menggunakan kata2 yang berputar2 dan serba mengambang karena bisa jadi itu dikategorikan sebagai pernyataan yang tidak ada artinya sama sekali...
Apalagi kalo kita sudah bicara mengenai science....empirisme itu adalah suatu keharusan, bukan hanya memakai empirisme rasional saja...
Kecuali kita di sini sedang berada di forum pseudo-science, saya akan buang jauh2 apa itu yang dinamakan empirisme...
-dipi-