Adamsuhada
New member
Bls: Berita Nasional
Pemerintah Harus Benahi Data Warisan Budaya
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) meminta agar pusat data (database) mengenai warisan budaya Indonesia, yang dikumpulkan di bawah koordinasi Kementerian Budaya dan Pariwisata (Kembudpar), disusun sedemikian rupa sehingga perlindungan hukum berjalan efektif.
"Kami minta database tidak semata-mata untuk preservasi, tapi juga ada perlindungan hukum," kata Direktur Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya Kemlu, Damos Dumoli Agusman.
Damos mengungkapkan permintaan itu usai Seminar "Perlindungan Warisan Budaya: Siapa Menjiplak Siapa?" di Jakarta, Jumat 19 Februari 2010.
"Kalau ada hukumnya, maka kalau ada yang menggunakan warisan budaya kita, bisa dilakukan benefit sharing," kata Damos. Kembudpar, kata Damos, berkonsentrasi pada persoalan preservasi supaya warisan budaya tidak punah dan tetap eksis.
Database itu sendiri masih tersebar di LIPI, Budpar, BPPT, dan LSM. "Database yang ada selama ini masih terpisah dimana masing2 institusi terkait seperti Kementrian Riset dan Teknologi, Budpar, BPPT dan Pemda memiliki data kekayaan budaya Indonesia yang berbeda," kata Direktur Jendral Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu, Arif Havas Oegroseno.
Data semacam ini perlu dikonsolidasikan supaya akan ada satu database yang memiliki standar internasional,"lanjut Havas
Damos mengatakan, database tersebut sekarang sudah mengerucut di bawah kendali Budpar dan bila semua sudah masuk akan dipilah, mana yang masuk public domain dan mana yang memerlukan haki.
Bila masuk public domain, berarti ekspresi budaya tersebut sudah dikenal dan digunakan secara luas, sehingga bila ada pihak lain yang menggunakan sumber kekayaan tersebut dan derivatifnya, pihak bersangkutan tidak bisa menuntut.
Damos mencontohkan, tarian salsa dan lagu "Happy Birthday". "Tidak mungkin kalau ada orang Indonesia yang menari Salsa lalu negara asalnya mau marah-marah. Atau di sini banyak yang menyanyikan "Happy Birthday" lalu orang Inggris misalnya mau minta royalti," kata Damos.
Menurut Havas, database yang ideal nantinya harus memiliki klasifikasi dan standarisasi yang memenuhi standar internasional.
Damos juga menghimbau masyarakat yang memiliki kekayaan budaya seperti tarian atau cerita rakyat agar menuliskan deskripsi budaya tersebut dalam bahasa Inggris untuk dikirim ke Kembudpar.
"Kalau bisa database yang menjelaskan tentang kekayaan budaya itu ditulis dalam bahasa Inggris agar peneliti asing bisa mengetahui bahwa kebudayaan itu milik Indonesia," katanya.
Indonesia sendiri tengah membahas mengenai perlindungan kekayaan budaya di forum Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO).
WIPO yang melakukan pertemuan tiap tiga bulan sekali ini menargetkan agar setiap anggota menyelesaikan database nasionalnya pada 2012. Kapan Indonesia akan menyelesaikan database tersebut? "Sesegera mungkin", kata Damos.
Sumber : Vivanews
Pemerintah Harus Benahi Data Warisan Budaya
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) meminta agar pusat data (database) mengenai warisan budaya Indonesia, yang dikumpulkan di bawah koordinasi Kementerian Budaya dan Pariwisata (Kembudpar), disusun sedemikian rupa sehingga perlindungan hukum berjalan efektif.
"Kami minta database tidak semata-mata untuk preservasi, tapi juga ada perlindungan hukum," kata Direktur Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya Kemlu, Damos Dumoli Agusman.
Damos mengungkapkan permintaan itu usai Seminar "Perlindungan Warisan Budaya: Siapa Menjiplak Siapa?" di Jakarta, Jumat 19 Februari 2010.
"Kalau ada hukumnya, maka kalau ada yang menggunakan warisan budaya kita, bisa dilakukan benefit sharing," kata Damos. Kembudpar, kata Damos, berkonsentrasi pada persoalan preservasi supaya warisan budaya tidak punah dan tetap eksis.
Database itu sendiri masih tersebar di LIPI, Budpar, BPPT, dan LSM. "Database yang ada selama ini masih terpisah dimana masing2 institusi terkait seperti Kementrian Riset dan Teknologi, Budpar, BPPT dan Pemda memiliki data kekayaan budaya Indonesia yang berbeda," kata Direktur Jendral Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu, Arif Havas Oegroseno.
Data semacam ini perlu dikonsolidasikan supaya akan ada satu database yang memiliki standar internasional,"lanjut Havas
Damos mengatakan, database tersebut sekarang sudah mengerucut di bawah kendali Budpar dan bila semua sudah masuk akan dipilah, mana yang masuk public domain dan mana yang memerlukan haki.
Bila masuk public domain, berarti ekspresi budaya tersebut sudah dikenal dan digunakan secara luas, sehingga bila ada pihak lain yang menggunakan sumber kekayaan tersebut dan derivatifnya, pihak bersangkutan tidak bisa menuntut.
Damos mencontohkan, tarian salsa dan lagu "Happy Birthday". "Tidak mungkin kalau ada orang Indonesia yang menari Salsa lalu negara asalnya mau marah-marah. Atau di sini banyak yang menyanyikan "Happy Birthday" lalu orang Inggris misalnya mau minta royalti," kata Damos.
Menurut Havas, database yang ideal nantinya harus memiliki klasifikasi dan standarisasi yang memenuhi standar internasional.
Damos juga menghimbau masyarakat yang memiliki kekayaan budaya seperti tarian atau cerita rakyat agar menuliskan deskripsi budaya tersebut dalam bahasa Inggris untuk dikirim ke Kembudpar.
"Kalau bisa database yang menjelaskan tentang kekayaan budaya itu ditulis dalam bahasa Inggris agar peneliti asing bisa mengetahui bahwa kebudayaan itu milik Indonesia," katanya.
Indonesia sendiri tengah membahas mengenai perlindungan kekayaan budaya di forum Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO).
WIPO yang melakukan pertemuan tiap tiga bulan sekali ini menargetkan agar setiap anggota menyelesaikan database nasionalnya pada 2012. Kapan Indonesia akan menyelesaikan database tersebut? "Sesegera mungkin", kata Damos.
Sumber : Vivanews