@ mbak chikaimoets yg cuantik
Salah besar mbak, saya hidup di desa loh..
saya S1 ekonomi, bkerja kryawan biasa di salah satu BUMN yg bergerak dibidang perkebunan dan dirumah saya juga buka usaha kecil2an yg menyerap masih sedikit tenaga kerja pemuda desa, tiap hari klo malam saya ngopi di warung ma tukang becak, tukang krupuk, asongan, buruh pabrik, tukang ojek, buruh tani, tukang sol sepatu smpe tukang gali pasir di sungai Brantas.. hehehe.. apa definisi 'wong cilik'? mereka capek dieksploitasi habis2an oleh mega, yg mereka butuhkan kan bisa makan, sehat, pekerjaan lancar, anak bisa sekolah dan aman, itu aja toh, itu faktanya. Mengapa anda terus2an membuat standarisasi2 kesejahteraan baru yg hanya membuat orang2 di desa semakin merasa miskin? Kehidupan desa menyedihkan dll. Apa klo tinggal di kota pasti kaya?? Hahahaha.. cari uang di desa itu sulit mbak tapi menghabiskannya juga sulit, beli makan aja cuma 2 ribu perak wkwkwkwk. Di kota? cari uang mungkin mudah tp menghabiskannya (tk konsumsi) juga mudah.. Lbh baik rakyat desa didukung scr mental dan infrastruktur supaya lbh pede dlm hidup dan tidak bergantung kpd pemerintah mulu. Belum2 sudah kontra investor, klo tidak dikelola sistematis apa usaha bisa brkembang? Smua ada tahapan2nya. Berani gak nih tinggal di desa?? Jgn cuma sok peduli kpd rakyat kecil nyalahin pemerintah tp gk bs brbuat apa2.
Realistis ajalah buat yg sdikit2 katanya mengutamakan wong cilik, gk usah kasih wacana2 ekonomi kerakyatan yg hny mbuat rakyat bingung toh cuma pemanis lidah tp visi2 langkah2 konkretnya? Gk prnah denger tuh..
SBY oke, JK bolehlah, Mega? no way.. wkwkwkwk..
Pembelian lahan oleh asing tidak semudah itu mbak, disini ada PTPN, dimana petani diberi hak sewa olah lahan, yg hasil panennya dijual lg ke PTPN dg kdua pihak sama2 memperoleh keuntungan dg ketetapan harga dr pemerintah tentunya, dan kita sudah swasembada pangan loh..