Makna Memberi
Ini ada cerita lagi dari saya.
Suatu saat, saya sedang berada di sebuah warung tenda tempat makan di Semarang. Ketika sedang asyik2nya merem melek menikmati sop kaki kambing kesukaan saya, tiba2 ada satu anak kecil, berpakaian lusuh mendatangai saya. Yap, dia mengemis. mengulurkan tangan meminta uang. Lalu saya dengan tanpa pikir panjang memberinya uang lembaran 5 ribuan. Dan dia pun berlalu, disertai dengan wajah sumringahnya.
Saya pikir itu akan selesai di situ. Ternyata tidak. Teman saya makan, seorang designer terkenal yang bermukim di Semarang, berkata kepada saya kalo yang saya lakukan itu adalah salah, tidak mendidik dan memberi efek yang lebih buruk kepada pengemis kecil itu. Katanya, saya menambah rasa malas buat mereka, saya hanya memberi uang yang akan dijadikan setoran oleh pengemis kecil itu kepada induk semangnya. Katanya lagi, mereka2 ini sengaja dipekerjakan oleh orang2 yang tidak bertanggung jawab dan mengeksploitasi habis2an anak2 itu. Oleh karenanya saya salah kalo saya memberi mereka uang.
Soal jaringan pengemis itu saya sudah banyak tau sebelumnya. Tapi bukan itu yang ingin saya bahas. Saya mau membahas perdebatan saya dengan teman saya itu.
Kalo bagi saya, memberi ya memberi. That's it. Saya tidak perlu dan tidak ingin tahu latar belakang si pengemis, saya tidak peduli dengan apa yang terjadi dibelakang saya. Yang saya tahu dan saya peduli adalah ada anak kecil berpenampilan lusuh dan meminta belas kasihan di depan saya. Yang saya tahu adalah di depan saya ada anak kecil yang identik dengan suatu penderitaan. Dan itu cukup bagi saya untuk sekedar memberi uang yang tidak seberapa itu. Apakah nanti uang itu akan disetorkan, atau akan dipergunakan untuk hal yang salah, itu lain soal. Tapi yang pasti di depan saya ada sosok yang dipenuhi penderitaan.
Debat perkembang ke arah yang lebih kompleks, ketika saya mengatakan tujuan saya memberi yang utama adalah saya berharap mendapatkan imbal balik berupa pahala dari Tuhan. Teman saya berkata saya egois karena hanya memntingkan pahala untuk diri sendiri tapi tidak mementingkan gimana efeknya buat si anak. Tapi saya berkata tidak. Saya ikhlas memberi, dengan tujuan membantu, dan itu terbukti dengan senyuman yang saya terima dari pengemis kecil itu. Ketika saya berharap pahala yang akan saya dapat, ya karena kemampuan beragama saya baru dalam taraf itu, baru dalam taraf memohon pahala, bukan taraf "tetap akan melakukan amal baik, walaupun misalkan surga dan neraka tidak ada".
Bagaimana dengan anda? Apa makna memberi buat anda2 semua? Jika anda berada di posisi saya di warung tenda itu, kira2 jalan apa yang akan diambil? memberi atau membiarkan?
Dijawab dengan santai saja, tidak perlu mencari nilai filosfis yang terkadang rumit untuk dipikirkan.
-dipi-