[Dipi's Corner] Mari melihat sisi-sisi kehidupan kita dengan santai...

Bls: [Dipi's Corner] Mari melihat sisi kehidupan dengan santai...

wah ntar bau naga loh ;)





Tuhan memberi kita akal untuk berpikir
dan pikiran itulah yg bisa membuat kita mengambil keputusan untuk sebuah pilihan...

Wogh bijak bgt euyy mod jave :D

bner bgt tuh,,tapi harus di landasi dengan tanggungjawab atas keputusan tersebut
 
Re: [Dipi's Corner] Mari melihat sisi kehidupan dengan santai...

Naikin lagi Thread ini aahhh...:D

Tulisan Tentang Ibu

Hari ini saya seharian feeling blue. Sedih dan gelisah. Tadi pagi ayah saya lewat telpon mengabarkan bahwa ibu saya sudah beberapa hari ini sakit. Ada otot di pinggang yang kejepit, sehingga agak susah berjalan. Tapi Alhamdulillah keadaan beliau sudah membaik.

Pada saat2 seperti inilah saya jadi merasa sangat kangen dengan ibu saya. Jarak yang teramat sangat jauh tidak memungkinkan buat saya untuk sering mengunjungi beliau. Sosok ibu saya itu memang selalu bikin kangen dan selalu membuat saya terkagum-kagum dengan segala perilaku dan sifat beliau. Ibu saya itu wong ndeso tapi paham dengan dunia modern, ibu saya itu lugu tapi juga sangat cerdas, ibu saya itu lemah lembut layaknya orang jawa tapi juga sangat impulsif, ibu saya itu tipe pengabdi tapi juga problem solver yang handal.

Seperti di-rewind, saya tersenyum sendiri jika mengenang ibu saya dari ketika saya masih kecil sampai saya dewasa sekarang ini. Ibu saya ini hanyalah perempuan desa lulusan SMA, anak dari seorang pensiun tentara, yang setelah pensiun dari tentara, kakek saya ini berjualan rokok di pasar di daerah Salatiga sana. Jadi tidak bisa menyekolahkan anak2nya terlalu tinggi. Tapi, yang membuat kagum, ibu saya itu seorang problem solver yang handal dalam keluarga kami, punya kecepatan berpikir yang luar biasa, dan sering jadi "penasehat" ayah saya ketika beliau perlu mengambil suatu keputusan yang penting.

Ibu saya itu juga seorang yang njawani sekali. Sangat jawa. Saya masih ingat ketika saya kecil, kalo ibu memanggil salah satu dari kami anak2nya, dan kami tidak menjawab dengan kata "nggih" atau "dalem" maka panggilan itu akan terus diulang-ulang oleh beliau sampai kami mengucapkan kata "nggih" atau "dalem". Bahasa sehari-haripun ibu selalu menggunakan bahasa jawa untuk berkomunikasi dengan kami, walaupun sudah bertahun-tahun kami tinggal di Ceko. Tapi meski begitu, ibu saya ini menguasai 7 bahasa asing. Sangar ya? :D

Bicara soal ke-ndeso-an ibu saya, pernah suatu ketika saya belanja di sebuah supermarket di Praha dan membeli spaghetti mentah, rencana saya untuk makan malam dan di masak sore harinya serta kebetulan ada beberapa teman yang akan datang untuk makan malam di rumah. Siang hari saya keluar rumah untuk satu keperluan, dan baru pulang sore harinya, ketika sampai di rumah spaghetti itu sudah dimasak oleh ibu, dan secara "ajaib" jadi Mie Goreng Jowo. " Mie gorenge wis dadi nduk" gitu kata ibu saya. Jadi Mie-nya tetep pake spaghetti, tapi bumbu2nya adalah bumbu mie jowo. Dan masakan "model baru" tersebut masih sering saya praktekkan sampai sekarang kalo lagi masak spaghetti. :))

Ada hal lain yang selalu terkenang. Saya dari kecil jika melakukan perjalanan dari satu kota ke kota lain, punya kebiasaan mencatat tulisan-tulisan yang saya temui di sepanjang perjalanan. Tulisan2 yang saya lihat sepanjang perjalanan itu saya catat pada sebuah buku kecil yang selalu saya bawa, untuk kemudian nanti sampai di rumah saya cari artinya di ensiklopedia untuk kata2 atau istilah2 yang belum saya mengerti. Nah suatu ketika, saya, ibu dan kedua adik saya akan pergi ke Vienna karena ada suatu acara. Usia saya saat itu masih sekitar 10 atau 11 tahun. Kami berangkat dari Praha siang hari dengan menggunakan kereta. Karena lepas pulang sekolah, saya merasa sangat lelah di dalam kereta dan tertidur. Sampai di Vienna, saya lihat buku catatan saya ternyata tidaklah kosong, karena ibu yang menggantikan menuliskannya. Begitu juga saat keesokan harinya pulang ke Praha, lagi2 saya tertidur padahal baru mencatat beberapa tulisan yang saya lihat sepanjang perjalanan, tapi lagi2 ibu menggantikan menuliskannya pada buku catatan saya. Duh...kalo ingat peristiwa ini saya jadi tahu kalo ibu saya itu sangat mencintai anak-anaknya.

Wah..saya harus menghentikan tulisan ini, karena kalo tidak, bisa-bisa 2 hari 2 malam saya baru selesai menulis tentang ibu.

Mom...you are a neverending song in my heart of comfort, happiness, and being. I may sometimes forget the words but I always remember the tune. Love you, Mom.



-dipi-
 
Re: [Dipi's Corner] Mari melihat sisi kehidupan dengan santai...

Naikin lagi Thread ini aahhh...:D

Tulisan Tentang Ibu

Hari ini saya seharian feeling blue. Sedih dan gelisah. Tadi pagi ayah saya lewat telpon mengabarkan bahwa ibu saya sudah beberapa hari ini sakit. Ada otot di pinggang yang kejepit, sehingga agak susah berjalan. Tapi Alhamdulillah keadaan beliau sudah membaik.

Pada saat2 seperti inilah saya jadi merasa sangat kangen dengan ibu saya. Jarak yang teramat sangat jauh tidak memungkinkan buat saya untuk sering mengunjungi beliau. Sosok ibu saya itu memang selalu bikin kangen dan selalu membuat saya terkagum-kagum dengan segala perilaku dan sifat beliau. Ibu saya itu wong ndeso tapi paham dengan dunia modern, ibu saya itu lugu tapi juga sangat cerdas, ibu saya itu lemah lembut layaknya orang jawa tapi juga sangat impulsif, ibu saya itu tipe pengabdi tapi juga problem solver yang handal.

Seperti di-rewind, saya tersenyum sendiri jika mengenang ibu saya dari ketika saya masih kecil sampai saya dewasa sekarang ini. Ibu saya ini hanyalah perempuan desa lulusan SMA, anak dari seorang pensiun tentara, yang setelah pensiun dari tentara, kakek saya ini berjualan rokok di pasar di daerah Salatiga sana. Jadi tidak bisa menyekolahkan anak2nya terlalu tinggi. Tapi, yang membuat kagum, ibu saya itu seorang problem solver yang handal dalam keluarga kami, punya kecepatan berpikir yang luar biasa, dan sering jadi "penasehat" ayah saya ketika beliau perlu mengambil suatu keputusan yang penting.

Ibu saya itu juga seorang yang njawani sekali. Sangat jawa. Saya masih ingat ketika saya kecil, kalo ibu memanggil salah satu dari kami anak2nya, dan kami tidak menjawab dengan kata "nggih" atau "dalem" maka panggilan itu akan terus diulang-ulang oleh beliau sampai kami mengucapkan kata "nggih" atau "dalem". Bahasa sehari-haripun ibu selalu menggunakan bahasa jawa untuk berkomunikasi dengan kami, walaupun sudah bertahun-tahun kami tinggal di Ceko. Tapi meski begitu, ibu saya ini menguasai 7 bahasa asing. Sangar ya? :D

Bicara soal ke-ndeso-an ibu saya, pernah suatu ketika saya belanja di sebuah supermarket di Praha dan membeli spaghetti mentah, rencana saya untuk makan malam dan di masak sore harinya serta kebetulan ada beberapa teman yang akan datang untuk makan malam di rumah. Siang hari saya keluar rumah untuk satu keperluan, dan baru pulang sore harinya, ketika sampai di rumah spaghetti itu sudah dimasak oleh ibu, dan secara "ajaib" jadi Mie Goreng Jowo. " Mie gorenge wis dadi nduk" gitu kata ibu saya. Jadi Mie-nya tetep pake spaghetti, tapi bumbu2nya adalah bumbu mie jowo. Dan masakan "model baru" tersebut masih sering saya praktekkan sampai sekarang kalo lagi masak spaghetti. :))

Ada hal lain yang selalu terkenang. Saya dari kecil jika melakukan perjalanan dari satu kota ke kota lain, punya kebiasaan mencatat tulisan-tulisan yang saya temui di sepanjang perjalanan. Tulisan2 yang saya lihat sepanjang perjalanan itu saya catat pada sebuah buku kecil yang selalu saya bawa, untuk kemudian nanti sampai di rumah saya cari artinya di ensiklopedia untuk kata2 atau istilah2 yang belum saya mengerti. Nah suatu ketika, saya, ibu dan kedua adik saya akan pergi ke Vienna karena ada suatu acara. Usia saya saat itu masih sekitar 10 atau 11 tahun. Kami berangkat dari Praha siang hari dengan menggunakan kereta. Karena lepas pulang sekolah, saya merasa sangat lelah di dalam kereta dan tertidur. Sampai di Vienna, saya lihat buku catatan saya ternyata tidaklah kosong, karena ibu yang menggantikan menuliskannya. Begitu juga saat keesokan harinya pulang ke Praha, lagi2 saya tertidur padahal baru mencatat beberapa tulisan yang saya lihat sepanjang perjalanan, tapi lagi2 ibu menggantikan menuliskannya pada buku catatan saya. Duh...kalo ingat peristiwa ini saya jadi tahu kalo ibu saya itu sangat mencintai anak-anaknya.

Wah..saya harus menghentikan tulisan ini, karena kalo tidak, bisa-bisa 2 hari 2 malam saya baru selesai menulis tentang ibu.

Mom...you are a neverending song in my heart of comfort, happiness, and being. I may sometimes forget the words but I always remember the tune. Love you, Mom.



-dipi-

Mantap
 
Re: [Dipi's Corner] Mari melihat sisi kehidupan dengan santai...

Naikin lagi Thread ini aahhh...:D

Tulisan Tentang Ibu

Hari ini saya seharian feeling blue. Sedih dan gelisah. Tadi pagi ayah saya lewat telpon mengabarkan bahwa ibu saya sudah beberapa hari ini sakit. Ada otot di pinggang yang kejepit, sehingga agak susah berjalan. Tapi Alhamdulillah keadaan beliau sudah membaik.

Pada saat2 seperti inilah saya jadi merasa sangat kangen dengan ibu saya. Jarak yang teramat sangat jauh tidak memungkinkan buat saya untuk sering mengunjungi beliau. Sosok ibu saya itu memang selalu bikin kangen dan selalu membuat saya terkagum-kagum dengan segala perilaku dan sifat beliau. Ibu saya itu wong ndeso tapi paham dengan dunia modern, ibu saya itu lugu tapi juga sangat cerdas, ibu saya itu lemah lembut layaknya orang jawa tapi juga sangat impulsif, ibu saya itu tipe pengabdi tapi juga problem solver yang handal.

Seperti di-rewind, saya tersenyum sendiri jika mengenang ibu saya dari ketika saya masih kecil sampai saya dewasa sekarang ini. Ibu saya ini hanyalah perempuan desa lulusan SMA, anak dari seorang pensiun tentara, yang setelah pensiun dari tentara, kakek saya ini berjualan rokok di pasar di daerah Salatiga sana. Jadi tidak bisa menyekolahkan anak2nya terlalu tinggi. Tapi, yang membuat kagum, ibu saya itu seorang problem solver yang handal dalam keluarga kami, punya kecepatan berpikir yang luar biasa, dan sering jadi "penasehat" ayah saya ketika beliau perlu mengambil suatu keputusan yang penting.

Ibu saya itu juga seorang yang njawani sekali. Sangat jawa. Saya masih ingat ketika saya kecil, kalo ibu memanggil salah satu dari kami anak2nya, dan kami tidak menjawab dengan kata "nggih" atau "dalem" maka panggilan itu akan terus diulang-ulang oleh beliau sampai kami mengucapkan kata "nggih" atau "dalem". Bahasa sehari-haripun ibu selalu menggunakan bahasa jawa untuk berkomunikasi dengan kami, walaupun sudah bertahun-tahun kami tinggal di Ceko. Tapi meski begitu, ibu saya ini menguasai 7 bahasa asing. Sangar ya? :D

Bicara soal ke-ndeso-an ibu saya, pernah suatu ketika saya belanja di sebuah supermarket di Praha dan membeli spaghetti mentah, rencana saya untuk makan malam dan di masak sore harinya serta kebetulan ada beberapa teman yang akan datang untuk makan malam di rumah. Siang hari saya keluar rumah untuk satu keperluan, dan baru pulang sore harinya, ketika sampai di rumah spaghetti itu sudah dimasak oleh ibu, dan secara "ajaib" jadi Mie Goreng Jowo. " Mie gorenge wis dadi nduk" gitu kata ibu saya. Jadi Mie-nya tetep pake spaghetti, tapi bumbu2nya adalah bumbu mie jowo. Dan masakan "model baru" tersebut masih sering saya praktekkan sampai sekarang kalo lagi masak spaghetti. :))

Ada hal lain yang selalu terkenang. Saya dari kecil jika melakukan perjalanan dari satu kota ke kota lain, punya kebiasaan mencatat tulisan-tulisan yang saya temui di sepanjang perjalanan. Tulisan2 yang saya lihat sepanjang perjalanan itu saya catat pada sebuah buku kecil yang selalu saya bawa, untuk kemudian nanti sampai di rumah saya cari artinya di ensiklopedia untuk kata2 atau istilah2 yang belum saya mengerti. Nah suatu ketika, saya, ibu dan kedua adik saya akan pergi ke Vienna karena ada suatu acara. Usia saya saat itu masih sekitar 10 atau 11 tahun. Kami berangkat dari Praha siang hari dengan menggunakan kereta. Karena lepas pulang sekolah, saya merasa sangat lelah di dalam kereta dan tertidur. Sampai di Vienna, saya lihat buku catatan saya ternyata tidaklah kosong, karena ibu yang menggantikan menuliskannya. Begitu juga saat keesokan harinya pulang ke Praha, lagi2 saya tertidur padahal baru mencatat beberapa tulisan yang saya lihat sepanjang perjalanan, tapi lagi2 ibu menggantikan menuliskannya pada buku catatan saya. Duh...kalo ingat peristiwa ini saya jadi tahu kalo ibu saya itu sangat mencintai anak-anaknya.

Wah..saya harus menghentikan tulisan ini, karena kalo tidak, bisa-bisa 2 hari 2 malam saya baru selesai menulis tentang ibu.

Mom...you are a neverending song in my heart of comfort, happiness, and being. I may sometimes forget the words but I always remember the tune. Love you, Mom.



-dipi-

:(
Love you, mom..
i miss you,


non dipi memang mengagumkan
aku melihat non itu wanita yang pemikir dan cerdas.. tapi cuek terhadap hal2 yang kurang begtu penting menurut non sendiri.

saya masih sangat harus belajar banyak dari non ternyata,..
 
Wah aku juga masih butuh banyak belajar, kok...:D
Seperti belajar dari tulisan yang aku buat ini...

Belajar dari Si Buta

Semenjak memutuskan untuk kembali dan bekerja di Indonesia, saya itu jarang sekali keluar rumah karena semua pekerjaan saya selesaikan di rumah. Rumah saya adalah kantor saya. Keluar rumah ketika memang ada keperluan yang mengharuskan keluar. Seperti siang menjelang sore kemaren hari. Saya keluar bersama adik saya untuk belanja kebutuhan bulanan, sambil disempet2in nonton bioskop. Ketika kelar, entah kenapa tiba2 saya merasa kangen dengan seorang teman saya. Lalu saya hubungi dia dan bikin janji untuk bertemu. Ternyata dia masih ada di kantor, di sebuah studio radio swasta yang cukup beken di daerah Thamrin, di mana dia bekerja sebagai station managernya. Lalu pergilah saya menjumpai dia di sana.

Bukan soal teman saya ini yang akan saya ceritakan. Tapi saya ingin bercerita tentang sosok yang saya temui di kantor teman saya itu.

Ketika berada di lobi kantornya, saya menjumpai seorang buta, dengan baju ala kadarnya, sendal jepit yang sudah lusuh, tongkat kecil dan radio berukuran kecil dengan diberi tali yang melingkar di lehernya. Setelah beberapa saat saya mengobrol dengan teman saya diruangannya, saya merasa penasaran untuk menanyakan siapa orang buta itu. Karena dalam pikiran saya, orang buta ini seperti gelandangan, dan rasanya agak aneh kalau seorang gelandangan bisa masuk ke kantor radio ini yang letaknya di lantai 8 sarinah building, dan dibiarkan bersantai-santai di lobi sambil mendengarkan siaran radionya. Teman saya menjelaskan, dan penjelasan teman saya itu membuat saya ternganga-nganga dengan ditambah perasaan takjub.

Orang itu namanya Wakilan. Seorang buta. Penggemar siaran radio, terutama segmen radio anak muda. Wakilan ini selain Fans radio sejati, dia juga seorang "petualang". Hidupnya dihabiskan untuk mengunjungi stasiun radio yang satu ke stasiun radio yang lain. Di seluruh Jawa dan Luar jawa. Ketika mendatangi sebuah stasiun radio, dia akan seharian duduk di lobi ataupun ruang tunggu yang ada di radio tersebut, bahkan terkadang dia akan menginap sehari di situ, untuk kemudian melanjutkan lagi kunjungannya ke stasiun radio yang lain. Lagi-lagi karena penasaran, saya bilang ke teman saya kalo ingin ngobrol-ngobrol dengan Wakilan ini. Akhirnya saya diperkenalkan dengan Wakilan di Lobi.

attachment.php

Niat awal saya adalah hanya sekedar ingin mendengar cerita2 dia tentang perjalanannya ke berbagai daerah, yang pastinya banyak sekali kejadian2 yang unik mengingat dia adalah seorang buta. Dia bercerita sudah mengunjungi hampir semua stasiun radio di jawa dan beberapa di luar jawa. Bahkan sebelum mengunjungi Jakarta ini, dia habis dari Samarinda dan Balikpapan!!!.

Dia berasal dari daerah Gunung Pati di Kabupaten Semarang. Mulai menyukai siaran radio pada awal tahun 90-an. Dan dari situlah dia mulai "berkelana". Dia tidak punya penghasilan, hanya mengandalkan pemberian orang yang dia temui di radio2 itu secara alakadarnya. Dikalangan orang2 radio sendiri, wakilan seperti sudah menjadi cerita legenda. Walaupun ketika radionya didatangi oleh Wakilan, teramat jarang orang-orang itu mau menemaninya atau sekedar berbagi cerita.

Akhirnya saya berkenalan dengan dia. Ketika teman saya memperkenalkan saya, Wakilan ini sedikit gugup. Tapi akhirnya mencair ketika saya mencoba bersikap seramah mungkin kepada dia. Dia bercerita, jarang ada penyiar wanita yang mau mengobrol dengan dia dalam waktu yang lama. Paling2 cuma menyapa sekedarnya saja. Saya bilang, saya bukan penyiar dan nggak segan untuk ngobrol2 bareng dia. Setelah bercerita ke sana kemari, akhirnya saya memberanikan diri untuk menanyakan apakah suatu saat nanti dia tidak ingin untuk menetap, bekerja dan berkeluarga? Dia jawab begini "...hidup itu cukup simpel, mbak Dipi. Apalagi untuk orang seperti saya. Tinggal nuruti apa maunya sing nduwe urip. Going where the wind blows." Sungguh, itu bukan jawaban yang saya kira akan keluar dari orang ini. Mana pake disisipi pake bahasa inggris pulak, dan fasih!!

Dan saya tahu, orang yang saya ajak ngobrol ini bukanlah seorang dungu yang kosong isi otaknya. Dari berkelana dia mendapatkan pengetahuan dan pengalaman. Apapun yang saya obrolkan saat itu, semuanya nyambung dan berjalan dengan smooth. Termasuk ketika dia mencoba untuk "menginterogasi" saya. Ketika saya bercerita bahwa saya baru 4 tahun ini menetap di Indonesia, dia menghujani saya dengan pertanyaan yang bertubi2. Dan pertanyaan2 dia itu bukan pertanyaan kosong, tapi pertanyaan yang terlontar dari orang dengan tingkat pengetahuan yang tinggi.

Akhirnya, saya jadi heran, kenapa orang2 radio yang dia temui tidak pernah mau untuk mengobrol berlama2 dengan wakilan ini. Padahal kalo mereka mau sedikit sadar, banyak pelajaran yang bisa dipetik dari cerita2 wakilan. Yah memang dengan kondisi seperti pada Wakilan, tidak membuat setiap orang bisa cukup nyaman untuk berlama2 ngobrol dengan dia. Di akhir obrolan, Wakilan bilang ke saya, "..Mb Dipi, suatu saat saya akan menunggui Howard Stern siaran, di lobi studionya". Oh my God.....:))

Orang ini nyata, bukan orang yang ada di cerita2 fiksi atau cerita2 para motivator. Dan saya dibuat sangat terkagum2 serta banyak belajar soal bagaimana filosofi hidup yang teramat simpel ini, bagaimana belajar lagi bahwa yang paling penting adalah isi bukunya dan bukan soal sampulnya, belajar bagaimana kita mesti bersyukur dengan melihat kekurangan orang lain, dan belajar bagaimana memahami bahwa setiap ada kemauan pasti ada jalan.

Malam itu Wakilan akan melanjutkan perjalanannya ke sebuah radio di Depok. Saya tanya ke teman saya, bagaimana wakilan ini melakukan perjalanan, apakah dia juga membayar ongkos jika naik kendaraan. Kata teman saya, dia akan selalu membayar, walau terkadang ada juga orang2 yang nakal dengan menipu dia ketika dia harus menerima uang kembalian. Karena malem itu saya berencana membeli kepiting saus tiram, dan pasti jadi nggak enak memakannya jika saya teringat bagaimana Wakilan, saya berinisiatif agar supaya saya bisa enak makan. Saya meminta 2 amplop dengan ukuran yang berbeda kepada teman saya, lalu masing2 saya isi dengan uang yang pecahannya berbeda, lalu saya berikan kepada wakilan sekedar untuk keperluan dia pada petualangan berikutnya, sambil saya terangkan ke dia isi masing2 ukuran amplop sehingga dia bisa dengan mudah membedakannya.

Ketika saya akan pulang, saya hampiri dia lagi, dan saya bilang "Wakilan, kalo kamu mau mengobrol2 dengan waktu yang lama bareng penyiar2 favorit kamu, sebelum berkunjung dan masuk ke suatu radio, kamu pakai ini". Saya serahkan sebotol parfume yang sebelumnya saya beli di Fx. Tinggal Dipe dan teman saya yang agak terbelalak matanya....:))

Selamat berpetualang Wakilan.....


-dipi-
 
good...dah...pokokna...klo boleh tau apa pertanyaan2 pak wakilan yang diajukan ke non dipi?

wah wes ndlisep to thread iki....emane talah...padahal ket ngerti aku....
sundul - sundul...
 
ini thread lama tapi menarik, saya mau post ya, :)

Dari Cantik, Makna memberi, AIDS dan sampai Makna Sebuah Pilihan, semua post disini menarik. tapi kok berhenti sampai sini ya?padahal sudah satu tahun niy... :)

Untuk makna sebuah Pilihan, kalau sekarang yang saya alami berada di kolam yang besar dan menjadi ikan yang kecil. Memang semua "makanan" enak dan sangat mudah di dapatkan. Kalau suruh memilih ea seperti yang ditulis mba dipi paragraf 2 dari bawah... :D.

Aku belum pernah mendapatkan peran menjadi ikan besar di kolam yang kecil, dan mungkin aku belum mampu kalau harus "hidup" di kolam yang kecil dan menjadi ikan yang besar. Karena mungkin faktor pengalaman yang berada di kolam besar ini belum aku asah dan belum banyak mendapatkan "pengalaman" yang menunjang untuk hidup di kolam kecil.


mba dipi. any corners else?we wait... :D hehehe
 
iya bagus banget cerita-cerita k Dipi, semuanya inspiratif... jatuhnya buah emang ga jauh dari pohonnya :)(

apalagi thread ini awal-awal pendekatan om mojape ke ka Dipi. <<3) #kaboooorrr
 
Last edited:
Guilty Pleasure??? Not For Me!

Pernah merasakan sebuah guilty pleasure? Sesuatu yang antara hati nurani dan tindakan saling bertentangan? Pernah merasakan bahwa lagu Ayu Tingting itu enak didengar, tapi kita berlagak nggak peduli? :D

Beberapa waktu lalu, adik saya selepas pulang kerja, sedikit berteriak di depan pintu kamar kerja saya. "I've got a guilty pleasure this day, Cik!!" sambil berlalu dan menyenandungkan lagu 'Alamat Palsu'. Pasti diantara kalian banyak yang punya guilty pleasure semacam ini di banyak hal. Bagaimana dengan saya? Ya pasti punya, tapi itu jarang terjadi hingga saya begitu kesulitan mengingat apa yang pernah menjadi sebuah guilty pleasure dalam kehidupan saya.

Saya ada cerita sedikit lucu yang terjadi beberapa bulan yang lalu.
Saya itu punya kebiasaan mengganti warna mobil setiap 3 bulan sekali dengan memasukkannya ke bengkel, hal itu saya lakukan karena nggak sanggup beli mobil yang bagus sehingga biar terlihat tidak terlalu mengecewakan, warna mobil saya ganti terus2an, dan tentu juga disertai dengan modifikasi interior dan mesin (kalo ini cukup sekali) yang modifikasinya saya tangani sendiri dengan bantuan mekanik dari bengkel yang sudah jadi langganan. Bukan soal mobil ini yang ingin saya ceritakan.

Ternyata karena hal tersebut, sebuah majalah otomotif berniat untuk membuat liputannya. Maka setelah berbicara beberapa kali lewat telepon, dibuatlah janji untuk bertemu. Akhirnya disepakati pihak majalah akan mengirimkan wartawannya ke rumah. Pada hari yang ditentukan, si mas wartawan datang ke rumah. Setelah wawancara sebentar, kemudian kita dengan mengendarai mobil menyusuri jalan-jalan Jakarta untuk mengetes performa mobil.

Dalam perjalanan tersebut, baru teringat bahwa saya lupa membawa iPod untuk sekedar melepas kejenuhan dengan mendengarkan musik dari alat itu. Di mobil saya itu selama ini cuma ada 2 CD Album, yang pertama adalah CD album lawas dari grup Metallica yang berjudul Kill 'em All, dan yang kedua, yang sering saya putar di mobil, adalah Album kompilasi Campur Sari yang berisi lagu-lagu dari Didi Kempot dan Nurhana. Lalu saya putarlah lagu-lagu campur sari tersebut. Baru terdengar intronya, si mas wartawan sudah menampakkan wajah terkejut, dan lebih terkejut lagi saat melihat saya ikut bernyanyi. :D

Saya tanyakan kepada si mas wartawan, apakah nggak suka dengan lagu campur sari? Dia bilang selain karena bukan orang jawa, dia juga beranggapan lagu campur sari cuma didengar oleh orang-orang tua. :))
Tapi sepanjang perjalanan itu, saya lihat beberapa kali kepala si mas wartawan ikut berangguk-angguk mengikuti musik campur sari yang terdengar. Yang lucu itu kalau sedang berhenti di lampu merah, si mas wartawan ini terlihat malu dilihat oleh pengendara lain, terutama pengendara motor, yang memang rata-rata mengarahkan pandangannya ke arah kami. Dan itu pasti bukan karena melihat sedan mazda yang warnanya menarik perhatian tapi pasti karena mendengar musik yang kami putar, sambil sedikit merasa heran bagaimana musik seperti itu bisa diputar di mobil yang dikendarai oleh perempuan berwajah China. :))

Nah itu si mas wartawan jelas punya guilty pleasure, sehingga dia tidak mau mengakui bahwa musik campur sari memang enak didengar, bahkan dia jadi merasa malu karena musik ini. Seandainya saja dia dan orang2 di lampu merah itu tahu, bahwa CD ini bukanlah CD bajakan yang bisa dibeli di glodok atau di Mal2 karena saya membeli CD ini pada tahun 2005 yang lalu itu di Amsterdam, Belanda, mungkin pandangannya akan berubah. Mungkin.

Saya selalu nggak bisa mengerti kalo ada orang yang berpandangan diskriminatif terhadap musik dan makanan. Musik A adalah musik untuk kalangan bawah, musik B untuk kalangan atas, musik C adalah musik yang keren, musik D adalah musik yang ndeso yadda yadda yadda. Begitu juga dengan makanan, jengkol itu beda kelas dengan steak, pete itu beda kelas dengan sushi, dll. Bagaimana bisa seseorang itu mendiskriminasikan hal yang berhubungan dengan rasa dan perasaan, padahal rasa dan perasaan semua orang itu begitu abstrak?. Apakah orang yang berduit itu perasaan untuk menikmati musik tertentu itu lantas menghilang? Apakah seorang white collar itu punya rasa yang berbeda dalam menikmati sebuah masakan sehingga harus ada yang disebut sebagai makanan kampungan?

Musik dan makanan bisa jadi lahir dan tercipta dari kelas masyarakat tertentu, tapi hal itu nggak menjadikannya hanya bisa dinikmati pula oleh golongan masyarakat tertentu tersebut.

Bagi saya, nggak ada yang namanya 'diskriminasi' yang terjadi dalam musik dan makanan. Dan karena 'kejujuran' saya dalam menikmati keduanya itu seringkali mendapat tanggapan yang aneh dari banyak orang. Tapi saya sih nggak ambil peduli, karena yang saya lakukan itu dalam rangka menikmati hidup secara utuh dan lepas. Ketika saya bernyanyi lagu campur sari, saya begitu menikmatinya tanpa ada beban bahwa saya menekan perasaan karena didasari rasa malu, gengsi, kurang keren dll.
Ketika saya menikmati dan ngemil pete goreng di sepanjang perjalanan selama 15-17 jam dari Jakarta ke Eropa dalam pesawat, saya begitu lepas dan menikmatinya tanpa perlu malu karena merasa pete hanya untuk orang udik dan ndeso.

Budaya kita memang masih seperti itu. Terlalu melihat sesuatu dengan begitu detail. Bahkan saya pernah bertemu dengan Ki Joko Edan (sekarang udah melepas nama edan-nya), seorang dalang terkenal dari Semarang dan anggota Perbakin, pada acara yang diadakan oleh Kopassus. Ki Joko ini adalah suami dari Nurhana, artis campur sari favorit saya, ketika saya bilang saya mengidolakan istrinya, dia nggak percaya dan bilang kalo saya pasti nggak serius. Lalu saya bilang, bahwa saya memang penggemar musik rock dan metal, keduanya menjadi 'nasi' dalam keseharian saya, tapi yang namanya 'nasi' perlu juga diselingi dengan makanan lainnya. Lagi2 dia nggak percaya kalo saya ini penggemar musik metal. :)) Mungkin dia baru percaya kalo saya mengatakan bahwa saya penggemar musik2 mandarin..... :))

Eniwei....

Nikmat sekali lho kalo kita bisa menikmati sesuatu tanpa perlu disertai guilty feeling karena kita tekan perasaan kita hanya karena malu, kurang keren, kurang gaul, ndeso dll.


Udah ah.... yuuuk nyanyi bareng2......

[ame="http://www.youtube.com/watch?v=_MyKK8yr604"]Lingsir Wengi - Nurhana[/ame]




-dipi-
 
mantap & keren...

Guilty Pressure?hemm,,, i think i don't have that if we talk about music and food, :D, kenapa harus guilty pressure untuk makanan dan musik bagi saya? karena kebanyakan yang guilty pressure itu pasti membahas tentang perbedaan kelas bawah menengah dan bawah, dan saya selama ini masih (mungkin bisa dikatakan) di kelas bawah, jadi ya gak ada guilty pressure lah, wong itu semua makanan sehari hari (kalo soal makanan) saya, contohnya makan pete, singkong atau cuma warteg, :)). Apalagi kalo soal musik, campursari, wah malah favorit saya tu, lha setiap mau tidur dengerin Gending Jowo, :)) nikmatnya samapi kebawa mimpi dan bermimpi indah seperti tadi malam, hehehe :D....

aniway, keren and reppu buat mba dipi....

*jadi pengen kenal dengan seorang mba dipi niy....hemmm....
eits, hanya kenal sebagai teman dan mungkin sebagai inspirator... :D...ngaco ah...
 
Guilty Pleasure??? Not For Me!

Pernah merasakan sebuah guilty pleasure? Sesuatu yang antara hati nurani dan tindakan saling bertentangan? Pernah merasakan bahwa lagu Ayu Tingting itu enak didengar, tapi kita berlagak nggak peduli? :D

Beberapa waktu lalu, adik saya selepas pulang kerja, sedikit berteriak di depan pintu kamar kerja saya. "I've got a guilty pleasure this day, Cik!!" sambil berlalu dan menyenandungkan lagu 'Alamat Palsu'. Pasti diantara kalian banyak yang punya guilty pleasure semacam ini di banyak hal. Bagaimana dengan saya? Ya pasti punya, tapi itu jarang terjadi hingga saya begitu kesulitan mengingat apa yang pernah menjadi sebuah guilty pleasure dalam kehidupan saya.

Saya ada cerita sedikit lucu yang terjadi beberapa bulan yang lalu.
Saya itu punya kebiasaan mengganti warna mobil setiap 3 bulan sekali dengan memasukkannya ke bengkel, hal itu saya lakukan karena nggak sanggup beli mobil yang bagus sehingga biar terlihat tidak terlalu mengecewakan, warna mobil saya ganti terus2an, dan tentu juga disertai dengan modifikasi interior dan mesin (kalo ini cukup sekali) yang modifikasinya saya tangani sendiri dengan bantuan mekanik dari bengkel yang sudah jadi langganan. Bukan soal mobil ini yang ingin saya ceritakan.

Ternyata karena hal tersebut, sebuah majalah otomotif berniat untuk membuat liputannya. Maka setelah berbicara beberapa kali lewat telepon, dibuatlah janji untuk bertemu. Akhirnya disepakati pihak majalah akan mengirimkan wartawannya ke rumah. Pada hari yang ditentukan, si mas wartawan datang ke rumah. Setelah wawancara sebentar, kemudian kita dengan mengendarai mobil menyusuri jalan-jalan Jakarta untuk mengetes performa mobil.

Dalam perjalanan tersebut, baru teringat bahwa saya lupa membawa iPod untuk sekedar melepas kejenuhan dengan mendengarkan musik dari alat itu. Di mobil saya itu selama ini cuma ada 2 CD Album, yang pertama adalah CD album lawas dari grup Metallica yang berjudul Kill 'em All, dan yang kedua, yang sering saya putar di mobil, adalah Album kompilasi Campur Sari yang berisi lagu-lagu dari Didi Kempot dan Nurhana. Lalu saya putarlah lagu-lagu campur sari tersebut. Baru terdengar intronya, si mas wartawan sudah menampakkan wajah terkejut, dan lebih terkejut lagi saat melihat saya ikut bernyanyi. :D

Saya tanyakan kepada si mas wartawan, apakah nggak suka dengan lagu campur sari? Dia bilang selain karena bukan orang jawa, dia juga beranggapan lagu campur sari cuma didengar oleh orang-orang tua. :))
Tapi sepanjang perjalanan itu, saya lihat beberapa kali kepala si mas wartawan ikut berangguk-angguk mengikuti musik campur sari yang terdengar. Yang lucu itu kalau sedang berhenti di lampu merah, si mas wartawan ini terlihat malu dilihat oleh pengendara lain, terutama pengendara motor, yang memang rata-rata mengarahkan pandangannya ke arah kami. Dan itu pasti bukan karena melihat sedan mazda yang warnanya menarik perhatian tapi pasti karena mendengar musik yang kami putar, sambil sedikit merasa heran bagaimana musik seperti itu bisa diputar di mobil yang dikendarai oleh perempuan berwajah China. :))

Nah itu si mas wartawan jelas punya guilty pleasure, sehingga dia tidak mau mengakui bahwa musik campur sari memang enak didengar, bahkan dia jadi merasa malu karena musik ini. Seandainya saja dia dan orang2 di lampu merah itu tahu, bahwa CD ini bukanlah CD bajakan yang bisa dibeli di glodok atau di Mal2 karena saya membeli CD ini pada tahun 2005 yang lalu itu di Amsterdam, Belanda, mungkin pandangannya akan berubah. Mungkin.

Saya selalu nggak bisa mengerti kalo ada orang yang berpandangan diskriminatif terhadap musik dan makanan. Musik A adalah musik untuk kalangan bawah, musik B untuk kalangan atas, musik C adalah musik yang keren, musik D adalah musik yang ndeso yadda yadda yadda. Begitu juga dengan makanan, jengkol itu beda kelas dengan steak, pete itu beda kelas dengan sushi, dll. Bagaimana bisa seseorang itu mendiskriminasikan hal yang berhubungan dengan rasa dan perasaan, padahal rasa dan perasaan semua orang itu begitu abstrak?. Apakah orang yang berduit itu perasaan untuk menikmati musik tertentu itu lantas menghilang? Apakah seorang white collar itu punya rasa yang berbeda dalam menikmati sebuah masakan sehingga harus ada yang disebut sebagai makanan kampungan?

Musik dan makanan bisa jadi lahir dan tercipta dari kelas masyarakat tertentu, tapi hal itu nggak menjadikannya hanya bisa dinikmati pula oleh golongan masyarakat tertentu tersebut.

Bagi saya, nggak ada yang namanya 'diskriminasi' yang terjadi dalam musik dan makanan. Dan karena 'kejujuran' saya dalam menikmati keduanya itu seringkali mendapat tanggapan yang aneh dari banyak orang. Tapi saya sih nggak ambil peduli, karena yang saya lakukan itu dalam rangka menikmati hidup secara utuh dan lepas. Ketika saya bernyanyi lagu campur sari, saya begitu menikmatinya tanpa ada beban bahwa saya menekan perasaan karena didasari rasa malu, gengsi, kurang keren dll.
Ketika saya menikmati dan ngemil pete goreng di sepanjang perjalanan selama 15-17 jam dari Jakarta ke Eropa dalam pesawat, saya begitu lepas dan menikmatinya tanpa perlu malu karena merasa pete hanya untuk orang udik dan ndeso.

Budaya kita memang masih seperti itu. Terlalu melihat sesuatu dengan begitu detail. Bahkan saya pernah bertemu dengan Ki Joko Edan (sekarang udah melepas nama edan-nya), seorang dalang terkenal dari Semarang dan anggota Perbakin, pada acara yang diadakan oleh Kopassus. Ki Joko ini adalah suami dari Nurhana, artis campur sari favorit saya, ketika saya bilang saya mengidolakan istrinya, dia nggak percaya dan bilang kalo saya pasti nggak serius. Lalu saya bilang, bahwa saya memang penggemar musik rock dan metal, keduanya menjadi 'nasi' dalam keseharian saya, tapi yang namanya 'nasi' perlu juga diselingi dengan makanan lainnya. Lagi2 dia nggak percaya kalo saya ini penggemar musik metal. :)) Mungkin dia baru percaya kalo saya mengatakan bahwa saya penggemar musik2 mandarin..... :))

Eniwei....

Nikmat sekali lho kalo kita bisa menikmati sesuatu tanpa perlu disertai guilty feeling karena kita tekan perasaan kita hanya karena malu, kurang keren, kurang gaul, ndeso dll.


Udah ah.... yuuuk nyanyi bareng2......

Lingsir Wengi - Nurhana




-dipi-

ini sih curhat non dipi, yang sebenarnya pindah haluan dari megadeth dan kiss wkwkwkwkkwk
 
Entah sudah berapa orang yang dipermalukan dengan cara begitu oleh Kak Dip. ~LoL~

@Zoeratmand
Guilty pleasure, den. Merasa senang akan sesuatu hal, tapi merasa bersalah karena rasa senang itu.
Bukan guilty pressure.
 
ooo,,,nggih mba, maksud saya ya seperti itu, :D
nah apalagi ma mba dipe niy,...kapan acara 7 bulanannya? :D

cak niz : mesti jadi tahu susur... :))
 
Back
Top