hmhmh ... mungkin sby ada benarnya juga ...
sistem monarki yang seperti itu rasanya sudah tidak berlaku lagi dan tidak sesuai dengan niali2x demokrasi ..
saya rasa jogjakarta harus menganut demokrasi kembali
Jika Anda aden acangz menghendaki Djogja menganut demokrasi, maka dengan kata lain Anda juga ingin menghilangkan ke istimewaan Djogja dan segala budaya nya. Apakah Anda sudah menanyakan kepada rakyat Ngayogyakarta tentang sistem ini? Saya yakin masyarakat Djogja tidak setuju dengan pernyataan saudara karena saya sendiri wong Djogja. Bukan berarti Djogja tidak mengikuti pemerintah, selama ini Djogja selalu mengikuti pemerintahan Indonesia, kecuali untuk pengangkatan Gubernur pemilihan dilakukan tidak secara demokrasi. Ini sudah menjadi ketentuan sejak Indonesia belum merdeka. Dan sampai 65 tahun Indonesia merdeka tidak ada masalah dan tidak ada tuntutan dari rakyat untuk mengganti sistem ini karena rakyat sudah merasa nyaman dan aman. Kalau rakyat saja tidak mengusik dan mempersalahkan hal ini, mengapa para pemimpin mempersalahkannya? Apakah ada ''udang di balik batu'' untuk masalah seperti ini?
Hari ini SBY akan berpidato untuk permasalahan ini, dan kita tunggu hasilnya. Kalau ada update terbaru untuk pidato Bapak Presiden mohon untuk di share disini. Matur nuwun.
Inilah Latar Belakang Yogyakarta Punya Keistimewaan
by ruang hati
1 person liked this - you
Shared by you
Bergulirnya isu pemerintahan monarkhi di Daerah Istimewa Yogyakarta yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang digulirkan pertama kali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ditanggapi berbagai pihak dengan menyodorkan berbagai fakta sejarah. Antropolog UGM, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra mengatakan Presiden SBY tidak melihat dan kurang memahami sejarah hubungan Keraton dengan NKRI. Juga tak paham Keraton itu sebagai sebuah bagian dari identitas Yogyakarta serta masyarakatnya.
Mengusik sistem pemerintahan daerah di Yogyakarta
Seperti halnya individu yang tak ingin kehilangan identitasnya, maka masyarakat Yogyakarta akan mempertaruhkan diri untuk identitas budaya tersebut. “Kalau berkaitan dengan identitas budaya itu, orang berani mati. Mereka saja akan demo ketika tari Pendet diklaim oleh Malaysia,” kata Heddy di Yogyakarta.
Pengamat Politik Lokal dan Otonomi Daerah Universitas Gadjah Mada, AAGN Ari Dwipayana, menyatakan, keistimewaan Yogyakarta bukan hanya pada soal pemilihan gubernur. Ia menjelaskan konsep Parardhya dimana Sultan dan Paku Alam ditempatkan sebagai institusi tersendiri di luar gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat.
“Seperti Majelis Rakyat Papua, tetapi lebih kuat,” ujarnya. Kekuatan sultan, ujar Ari, nantinya terletak dari beberapa kewenangan yang dipegangnya. Sultan misalnya bewenang menentukan arah kebijakan Yogyakarta. Selain itu, Sultan juga diusulkan memiliki hak veto terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh Dewan. Selain itu, keistimewaan Yogyakarta juga bisa diletakkan pada pengaturan tentang pertanahan di Yogyakarta.
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. menyatakan, berdasar putusan Mahkamah tentang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, saat ini Yogyakarta merupakan satu-satunya daerah istimewa yang dimiliki Indonesia. “Yogyakarta menjadi daerah istimewa karena faktor sejarah,” ujar Mahfud.
Namun putusan Mahkamah tersebut hanya menjelaskan soal definisi daerah istimewa dan daerah khusus, tanpa memberi perincian mengenai perlakuan dan hak-hak istimewa atau khusus daerah-daerah tersebut. “Itu yang harus dibuat undang-undangnya, dan itulah yang saat ini diributkan.” ujar Mahfud.
Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia, Jimly Asshiddiqie, menjelaskan bahwa Indonesia menganut sistem desentralisasi yang asimetris. “Sehingga tidak mutlak seragam, ada variasi di sana-sini,” ujarnya. “Yogyakarta istimewa secara eksekutif, itu saja”
Dalam format keistimewaan secara eksekutif, kata Jimly, Gubernur DIY tidak dipilih lewat pemilihan umum, melainkan berasal dari Kesultanan Yogyakarta. Keistimewaan ini, ujar Jimly, merupakan produk sejarah dan tidak pernah jadi masalah selama 65 tahun Indonesia berdiri.
Berbagai dokumen, yang antara lain diambil dari kontrak politik antara Nagari Kasultanan Yogyakarta & Kadipaten Puro Pakualaman dengan Pemimpin Besar Revolusi Soekarno sebagaimana dituangkan dalam Pidato Penobatan HB IX, 18 Maret 1940 mengungkapkan asal muasal keistimewaan Yogyakarta, yaitu:
1. Ada 250 bukti sejarah bahwa Yogyakarta berjuang sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
2. Yogyakarta kini adalah gabungan dari dua kerajaan, Kasultanan dan Pakualaman.
3. Kepala Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta dijabat oleh Sultan dan Adipati sebagaimana amanat Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945.
Selanjutnya, ada kutipan isi kontrak yang masih menggunakan ejaan lama berikut ini:
AMANAT SRI PADUKA INGKENG SINUWUN KANGDJENG SULTAN
Kami Hamengku Buwono IX, Sultan Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat menjatakan:
1. Bahwa Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.
2. Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mulai saat ini berada ditangan kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja kami pegang seluruhnya.
3.Bahwa perhubungan antara Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami bertanggung djawab atas Negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Ngajogjakarta
Hadiningrat mengindahkan Amanat Kami ini.
Ngajogjakarta Hadiningrat, 28 Puasa Ehe 1876 atau 5-9-1945
AMANAT SRI PADUKA KANGDJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ARIO PAKU ALAM
Kami Paku Alam VIII Kepala Negeri Paku Alaman, Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat menjatakan:
1. Bahwa Negeri Paku Alaman jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.
2. Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Paku Alaman, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Paku Alaman mulai saat ini berada di tangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja Kami pegang seluruhnja.
3. Bahwa perhubungan antara Negeri Paku Alaman dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami bertanggung djawab atas Negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Paku Alaman mengindahkan Amanat Kami ini.
Paku Alaman, 28 Puasa Ehe 1876 atau 5-9-1945