Sistem Monarki Jogjakarta

Status
Not open for further replies.
yup rakyat jogja juga gak mau kok pisah dari NKRI, mereka cuma ingin semua tetap berjalan seperti biasa, kayaknya sistem ini dipermaslahkan karena HB ikut berpolitik deh, jadi ada yg sirik tuh! tapi memang lebih baik HB netral aja deh, gak usah ikut berpolitik (mengikuti salah satu parpol) toh tanpa berpolitik pun sudah dapat kekuasaan penuh atas Yogya he he
 
yup rakyat jogja juga gak mau kok pisah dari NKRI, mereka cuma ingin semua tetap berjalan seperti biasa, kayaknya sistem ini dipermaslahkan karena HB ikut berpolitik deh, jadi ada yg sirik tuh! tapi memang lebih baik HB netral aja deh, gak usah ikut berpolitik (mengikuti salah satu parpol) toh tanpa berpolitik pun sudah dapat kekuasaan penuh atas Yogya he he

hb adalah salah satu orang spesial di indonesia dan sesuai UU yang berlaku .. siapun berhak ikut serta dalam politik
 
barusan ak liat wawancara Mendagri Gamawan Fauzi d Metro TV. Beliau mengatakan bahwa rancangan undang2 keistimewaan Jogja yg sekarang lagi d godok memuat aturan jika pengangkatan Gubernur dan wagub DIY harus melalui pemilihan yang demokratis. Sedangkan kesultanan d beri kekuasaan khusus yg terpisah fungsinya dgn gubernur.
 
Kalau atas permintaan rakyat jogja sendiri apa itu ga demokratis namanya?
salah nulise ea? :p


Paleng2 ada yang takut kalo ampe sultan jadi presiden... :D
 
Kalau atas permintaan rakyat jogja sendiri apa itu ga demokratis namanya?
salah nulise ea? :p


Paleng2 ada yang takut kalo ampe sultan jadi presiden... :D

he .. sultan mah masih jauh kalau sampe jadi presiden gan ....
 
yup rakyat jogja juga gak mau kok pisah dari NKRI, mereka cuma ingin semua tetap berjalan seperti biasa, kayaknya sistem ini dipermaslahkan karena HB ikut berpolitik deh, jadi ada yg sirik tuh! tapi memang lebih baik HB netral aja deh, gak usah ikut berpolitik (mengikuti salah satu parpol) toh tanpa berpolitik pun sudah dapat kekuasaan penuh atas Yogya he he

Setuju den
Seharusnya Sri Sultan ga usah gabung partai. Banyak pihak yg menginginkan Sri Sultan netral aja dan urusi keraton dan jogja. Tapi Golkar menolak keras wacana ini krn Sri Sultan bernaung d bawah Golkar
 
Sekarang apa yang diinginkan para pemimpin negeri ini?
Mungkin semua bermaksud baik, tapi alangkah indahnya jikalau Yogya di biarkan tetap menjadi Djogja dengan keistimewaannya sendiri, toh selama ini kan tidak ada masalah yang muncul, kenapa sekarang para pemimpin ikut campur dalam mengatur Djogja, ada yang tau?
 
kenapa sekarang para pemimpin ikut campur dalam mengatur Djogja, ada yang tau?
Bagaimana kalau jawabannya : Karena Jogja adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan para pemimpin itu (siapapun dia) adalah pemimpin dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gimana? masuk akal nggak? :D


-dipi-
 
Bagaimana kalau jawabannya : Karena Jogja adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan para pemimpin itu (siapapun dia) adalah pemimpin dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gimana? masuk akal nggak? :D


-dipi-

Masuk akal den dipi, tapi kalau saya tanya lagi : kenapa baru sekarang ''polemik" ini di isukan?ada yang salah kah antara yang dulu dengan sekarang?
 
Masuk akal den dipi, tapi kalau saya tanya lagi : kenapa baru sekarang ''polemik" ini di isukan?ada yang salah kah antara yang dulu dengan sekarang?
Ok...biar ada 2 pandangan, aku coba mengambil posisi pada sisi yang berbeda, supaya nggak semuanya berada pada sisi yang sama dalam topik ini. :D

Yang pertama, aku jawab pertanyaan soal polemik itu dengan sebuah pertanyaan juga sebelum aku jawab pertanyaan selanjutnya. Apa sebenarnya yang menjadi polemik tentang jogja saat ini, yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah (SBY)? apakah tentang "gugatan" soal keberadaan gubernur jogja yang seorang sultan? apakah gugatan soal keistimewaan jogja? atau apa secara pastinya? Kita bicara pemerintah ya, dan bukan bicara soal polemik yang berkembang karena sebuah "salah paham" atau polemik yang sengaja dihembuskan oleh orang2 di luar pemerintahan.

Di luar ada atau tidaknya polemik, ini berhubungan dengan penyusunan draft RUUK DIY. Kenapa baru sekarang? jawabannya adalah, kenapa tidak??

Sebuah UU itu disusun karena banyak faktor, dengan melihat kondisi dan situasi, juga kebijakan dari pemerintah yang berkuasa beserta elemen2 lainnya seperti Lembaga legislatif. Dan tentunya kita nggak serta merta bisa menggugat dengan cara mempertanyakan "kenapa baru sekarang?". Tahun 50-an itu orang naik motor nggak ada yang pakai helm, baru tahun 80-an dibuat peraturan untuk pakai helm. Tahun 80-an itu orang pakai helm kacrut sekedar syarat naik motor doang, jaman sekarang udah ada peraturan tentang helm SNI. Jadi intinya, UU atau peraturan lainnya itu harus menyesuaikan dengan perkembangan jaman serta situasi dan kondisi.

Dan soal RUUK DIY inipun bukan sekonyong2 muncul tanpa ada UU sebelumnya. Dari dulu sudah ada peraturan yang mengatur soal jogjakarta. Ada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948, lalu diperbaharui jadi Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950, ada Undang-undang Nomor 22 tahun 1999.

Dan perlu diingat juga, RUUK DIY ini draftnya muncul dari masyarakat jogja sendiri, yang pada saat itu (sekitar tahun 2007), ada draft yang berasal dari kraton dan draft yang berasal dari akademisi dalam hal ini diwakili oleh UGM.


-dipi-
 
Yang Terpenting dari sebuah sistem Pemerintahan Adalah Sebaik mana para penguasa memberi layanan pada warganya, seberapa cakap memberi kemakmuran dan seberapa baik dalam melaksanakan hukum....klau sistem Monarki lebih memberi harapan nyata tentulah itu lebih baik...
klau sistem demokrasi sprti skrg ini di RI ternyata membawa bnyak kerugian pada warganya...ga ada guna juga....klau warga Yogya merasa dgn sistem skrg lebih baik dibanding di provinsi lain...maka pemerintah SBY ga usah usil deh pada Monarki Yogya...Meski saya sendiri adalah org Non Yogya tepatnya org sumatera mendukung apa yg menjadi keinginan warga Yogya
 
kalo ndak salah makna demokrasi itu sendiri salah satunya sebagai sarana toleransi berbagai bentuk perbedaan.. termasuk juga perbedaan kebudayaan yang banyak tersebar di Indonesia.. hmmm... tapi ndak tau juga sih... :p kudu tanya Om Beye dulu maksud beliau ngomong begitu.. :D

Jika kita simak pernyataan SBY di koran2,dibolak-balik seperti apapun,dijelaskan berkali2-pun,jika kita simak baik2,esensinya tetap sama yakni SBY ingin agar Kesultanan Yogyakarta dipreteli kekuasaannya.
Pernyataan istana bahwa banyak orang salah tafsir karena mengutip sepotong2 pernyataan SBY,juga menimbulkan kesan arogan bahwa the President can do no wrong atau dengan kata lain presiden tidak mungkin bersalah dan hanya rakyat dan pengamat serta ahli hukum tata negara yang salah! Padahal tidak mungkin ribuan orang sama2 salah tafsir atas pernyataan SBY tsb.
Posisi Pemerintah Pusat ini bertentangan dengan pandangan elemen masyarakat Yogyakarta, sebut saja, Kawulo Ngayojokarto,Persatuan Rakyat Desa Nusantara,Paguyuban Dukuh DIY 'Semar Sembogo',Gerakan Rakyat Mataram,Gerakan Semesta Rakyat Jogja,yang kesemuanya kukuh bertahan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur DIY adalah Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam yg ditetapkan oleh presiden RI.
Jika posisinya sudah berhadapan begini,maka "Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ntuk siapa? untuk pemerintah pusat ataukah untuk rakyat Yogyakarta?????
 
mungkin lbh bijaksana jika Sri Sultan ga terlibat partai politik. Biarlah Sri Sultan jadi milik rakyat jogjakarta bukan milik Golkar
 
Yang Terpenting dari sebuah sistem Pemerintahan Adalah Sebaik mana para penguasa memberi layanan pada warganya, seberapa cakap memberi kemakmuran dan seberapa baik dalam melaksanakan hukum....klau sistem Monarki lebih memberi harapan nyata tentulah itu lebih baik...
Walaupun itu bertentangan dengan Hukum tertulis di negara ini?? Asal dirasakan baik, ya dilakukan saja. Begitukah? :D
Perjuangan DI/TII yang salah satunya adalah untuk menegakkan syariat Islam untuk rakyat Indonesia itu bagus banget. Tapi apa yang membuat perjuangan ini jadi terganjal? dan kenapa hal yang baik itu tidak dilaksanakan?

klau sistem demokrasi sprti skrg ini di RI ternyata membawa bnyak kerugian pada warganya...ga ada guna juga....klau warga Yogya merasa dgn sistem skrg lebih baik dibanding di provinsi lain...maka pemerintah SBY ga usah usil deh pada Monarki Yogya...Meski saya sendiri adalah org Non Yogya tepatnya org sumatera mendukung apa yg menjadi keinginan warga Yogya
Selama ini nggak ada bentuk Monarki Jogjakarta itu. Monarki Jogja itu hilang seiring dengan bergabungnya Jogja ke wilayah negara bekas jajahan belanda yang dulu dikenal dengan nama Hindia Belanda.

Dan kalo misalnya ada sebuah bentuk kemornakian, jelas itu melanggar UUD 1945, dan itu berarti inkonstutisional.

Jika kita simak pernyataan SBY di koran2,dibolak-balik seperti apapun,dijelaskan berkali2-pun,jika kita simak baik2,esensinya tetap sama yakni SBY ingin agar Kesultanan Yogyakarta dipreteli kekuasaannya.
Mungkin bisa dijelaskan, pernyataan SBY yang seperti apa yang isinya soal mempreteli kekuasaan Kesultanan Yogyakarta? Mungkin bisa dikutipkan di sini..
Pernyataan istana bahwa banyak orang salah tafsir karena mengutip sepotong2 pernyataan SBY,juga menimbulkan kesan arogan bahwa the President can do no wrong atau dengan kata lain presiden tidak mungkin bersalah dan hanya rakyat dan pengamat serta ahli hukum tata negara yang salah! Padahal tidak mungkin ribuan orang sama2 salah tafsir atas pernyataan SBY tsb.
Jadi ketika ada anggapan soal salah tafsir, seorang seperti presiden harus diam saja agar tidak ada seperti anggapan di atas???
Dan bagaimana bisa tidak akan terjadi salah tafsir dari ribuan orang jika "corong"nya sendiri sudah salah tafsir??
Ketika saya bilang A pada suatu ruang terbatas, dimuat dimedia dengan ruang yang tidak terbatas, kalo saya bilang B, semua orang akan menafsirkan yang mana? A atau B? Lalu apa kira2 menurut den/non saraswati yang bisa saya lakukan agar ribuan orang itu paham kalo saya bukan mengatakan B tapi mengatakan A? Diam saja dengan mulut komat kamit atau saya gunakan hak jawab saya di media?
Posisi Pemerintah Pusat ini bertentangan dengan pandangan elemen masyarakat Yogyakarta, sebut saja, Kawulo Ngayojokarto,Persatuan Rakyat Desa Nusantara,Paguyuban Dukuh DIY 'Semar Sembogo',Gerakan Rakyat Mataram,Gerakan Semesta Rakyat Jogja,yang kesemuanya kukuh bertahan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur DIY adalah Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam yg ditetapkan oleh presiden RI.
Jika posisinya sudah berhadapan begini,maka "Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ntuk siapa? untuk pemerintah pusat ataukah untuk rakyat Yogyakarta?????
Yang warna merah : Siapa yang bilang kalau pemerintah menolak hal tersebut? udah baca RUUK DIY belum Non/Den?? :)
Yang biru : Kalo itu benar pandangan dari elemen yang disebutkan, justru itu pandangan yang salah dan menodai harga diri rakyat jogja sendiri. Karena apa? karena yang mengangkat dan menetapkan gubernur DIY itu DPRD tingkat I DIY.

Di luar itu, beberapa elemen itu hanya sebagian bukan? dan tahukah anda siapa yang menyusun draft RUUK DIY itu?? bukan pemerintah pusat, bukan DPR, bukan orang papua, bukan orang aceh, bukan dipi, tapi elemen2 dari propinsi DIY itu sendiri. :D


-dipi-
 
Walaupun itu bertentangan dengan Hukum tertulis di negara ini?? Asal dirasakan baik, ya dilakukan saja. Begitukah? :D
Perjuangan DI/TII yang salah satunya adalah untuk menegakkan syariat Islam untuk rakyat Indonesia itu bagus banget. Tapi apa yang membuat perjuangan ini jadi terganjal? dan kenapa hal yang baik itu tidak dilaksanakan?


Selama ini nggak ada bentuk Monarki Jogjakarta itu. Monarki Jogja itu hilang seiring dengan bergabungnya Jogja ke wilayah negara bekas jajahan belanda yang dulu dikenal dengan nama Hindia Belanda.

Dan kalo misalnya ada sebuah bentuk kemornakian, jelas itu melanggar UUD 1945, dan itu berarti inkonstutisional.

Mungkin bisa dijelaskan, pernyataan SBY yang seperti apa yang isinya soal mempreteli kekuasaan Kesultanan Yogyakarta? Mungkin bisa dikutipkan di sini..

Jadi ketika ada anggapan soal salah tafsir, seorang seperti presiden harus diam saja agar tidak ada seperti anggapan di atas???
Dan bagaimana bisa tidak akan terjadi salah tafsir dari ribuan orang jika "corong"nya sendiri sudah salah tafsir??
Ketika saya bilang A pada suatu ruang terbatas, dimuat dimedia dengan ruang yang tidak terbatas, kalo saya bilang B, semua orang akan menafsirkan yang mana? A atau B? Lalu apa kira2 menurut den/non saraswati yang bisa saya lakukan agar ribuan orang itu paham kalo saya bukan mengatakan B tapi mengatakan A? Diam saja dengan mulut komat kamit atau saya gunakan hak jawab saya di media?

Yang warna merah : Siapa yang bilang kalau pemerintah menolak hal tersebut? udah baca RUUK DIY belum Non/Den?? :)
Yang biru : Kalo itu benar pandangan dari elemen yang disebutkan, justru itu pandangan yang salah dan menodai harga diri rakyat jogja sendiri. Karena apa? karena yang mengangkat dan menetapkan gubernur DIY itu DPRD tingkat I DIY.

Di luar itu, beberapa elemen itu hanya sebagian bukan? dan tahukah anda siapa yang menyusun draft RUUK DIY itu?? bukan pemerintah pusat, bukan DPR, bukan orang papua, bukan orang aceh, bukan dipi, tapi elemen2 dari propinsi DIY itu sendiri. :D


-dipi-

Jach jadi rame nech,tapi ini ulasan terakhirku; Kita bisa menilai dengan jujur siapa yg disembah dan siapa yang disanggah rakyat Yogyakarta. Ada kata bijak yg masih melekat pada benak kita semua,"Vox populi vox Dei" (sura rakyat, suara Tuhan)
Terserah interpretasi pada masing2,apa ari kata-kata itu terkait dengan keistimewaan DIY,menuruti kehendak rakyat, atau menuruti kehendak penguasa di pusat pemerintahan.WAB.
 
Jach jadi rame nech,tapi ini ulasan terakhirku; Kita bisa menilai dengan jujur siapa yg disembah dan siapa yang disanggah rakyat Yogyakarta. Ada kata bijak yg masih melekat pada benak kita semua,"Vox populi vox Dei" (sura rakyat, suara Tuhan)
Terserah interpretasi pada masing2,apa ari kata-kata itu terkait dengan keistimewaan DIY,menuruti kehendak rakyat, atau menuruti kehendak penguasa di pusat pemerintahan.WAB.
wah ayo dong dilanjutkan diskusinya. Masak berhenti di sini doang. Ntar nggak ada bedanya dengan "pihak Istana" loh, yang can do no wrong :D
Soal Vox populi vox Dei, ada turunan kata bijaknya, yaitu vox populi, which populi? hehehehe. Populi yang mana? Perkumpulan kepala desa? LSM-LSM? populi yang 71% hasil survey mendukung pemilhan gubernur langsung? atau populi mana yang bisa didefinitifkan?

Tapi aku hargai jika Den/Non saraswati ingin mengakhiri diskusinya, yang sebenarnya aku coba untuk "menghangatkan"nya tanpa perlu saling menjatuhkan satu sama lain. :)


-dipi-
 
wah ayo dong dilanjutkan diskusinya. Masak berhenti di sini doang. Ntar nggak ada bedanya dengan "pihak Istana" loh, yang can do no wrong :D
Soal Vox populi vox Dei, ada turunan kata bijaknya, yaitu vox populi, which populi? hehehehe. Populi yang mana? Perkumpulan kepala desa? LSM-LSM? populi yang 71% hasil survey mendukung pemilhan gubernur langsung? atau populi mana yang bisa didefinitifkan?

Tapi aku hargai jika Den/Non saraswati ingin mengakhiri diskusinya, yang sebenarnya aku coba untuk "menghangatkan"nya tanpa perlu saling menjatuhkan satu sama lain. :)


-dipi-

Uuups bentar dech...rasanya itu kan pernyataannya Dirjen Otonomi Daerah Prof.Dr.Djohermansjah Djohan, yang mengatakan menurut hasil survey 71% rakyat Yogyakarta menginginkan kepala daerahnya dipilih secara langsung bukan ditetapkan. Namun...sayang seribu sayang beliau tidak menyebutkan survei tersebut dilakukan oleh lembaga apa dan cara pengambilan samplenya gimana? Kenapa juga waktu masyarakat Yogya mau menggelar referendum,pemerintah seperti kebakaran janggut?
 
Last edited:
Uuups bentar dech...rasanya itu kan pernyataannya Dirjen Otonomi Daerah Prof.Dr.Djohermansjah Djohan, yang mengatakan menurut hasil survey 71% rakyat Yogyakarta menginginkan kepala daerahnya dipilih secara langsung bukan ditetapkan. Namun...sayang seribu sayang beliau tidak menyebutkan survei tersebut dilakukan oleh lembaga apa dan cara pengambilan samplenya gimana? Kenapa juga waktu masyarakat Yogya mau menggelar referendum,pemerintah seperti kebakaran janggut?
Nah makanya khan saya bertanya juga populi mana yang didefinitifkan. Toh saya tidak dalam posisi membenarkan hasil survey itu. :)

Soal referendum. Saya rasa reaksi pemerintah biasa2 saja, dan terlalu bombastis kalo dibilang sampai kebakaran jenggot. Toh yang bereaksi soal referendum ini bukan hanya pemerintah, tapi juga kalangan akademisi dan fraksi2 di DPR, yang bahkan dari fraksi 'oposisi' dari pemerintahpun menentang adanya referendum.

Referendum itu terlalu mengada2 dan terkesan menggampangkan sesuatu. Ini berkehidupan bernegara yang tata caranya beda jauh dengan RT atau RW. Suatu referendum itu butuh UU yang jadi payungnya, bukan sekedar hari ini bicara dan semua setuju referendum lalu besok hari bisa dilaksanakan. Perlu ada payung hukum, yaitu UU yang merupakan hukum tertulis, dan bukan sekedar ucapan lisan. Bikin UU itu nggak seperti bikin candi loro jonggrang atau terjadinya tangkuban perahu yang cukup dalam semalam, ada prosesnya yang berbelit. Daripada bikin payung hukum untuk referendum, kenapa nggak dipercepat aja penyelesaian RUUK yang sudah hampir 3 tahun nggak selesai2, dengan semua stakeholder-nya duduk bersama. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, DPR dan DPRD DIY sebagai stakeholder duduk bersama menyelaraskan hal2 yang dianggap tidak sesuai dengan masing2 pendapat. Itu lebih masuk akal ketimbang referendum.

Lagipula kalo tuntutan referendum ini dilaksanakan, bisa dibayangkan nanti kedepannya sedikit2 suatu daerah akan meminta referendum untuk menentukan suatu hal. Dan itu bahaya dalam kehidupan berbangsa.

Sebenarnya masih banyak yang mau saya sampaikan, tapi dari postingan saya sebelumnya yang mengkutip postingan dari Den/Non Saraswati tak ada satupun yang dijawab. Kalau berkenan sih kalau bisa dijawab, sehingga saya bisa mendiskusikannya lebih lanjut. :)


-dipi-
 
yang pasti apapun itu harus ditentukan dari rakyat jogja sendiri ..
bisa memilih untuk memilih langsung atau tetap seperti model lama
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top