zoeratmand
New member
Dulu, dia gadis yang sangat lugu. Baju-baju dan perlengkapan kosmetiknya pun
harus aku yang membelikan. Aku juga yang mengantarnya ke salon agar tampak lebih
gaya. Tentu saja, aku tidak ingin punya istri yang terlihat kampungan, sekalipun
wajah Rini bisa dikatakan cantik.;
Lalu, sekarang bagaimana? Apakah masih harus diantar ke salon juga tanyaku,
bercanda.
Aku tak menyangka pertanyaanku itu justru membuat wajah Gunawan makin masam.
Mengantar ke salon? Ah, tidak perlu. Sekarang dia sudah bisa menyetir mobil sendiri.
Ke mana-mana dia pergi sendiri. Bahkan, sering kali tanpa kuketahui. Temantemannya
adalah istri-istri pejabat, yang selalu mengajaknya pergi ke tempat hiburan
malam.;
Aku terbelalak.
Aku yang lahir dan besar di kota besar saja tidak tergila-gila pada gaya hidup seperti
itu,; kataku, sambil cekikikan.
Tanpa kusadari, ucapanku itu membuat wajah Gunawan ber–tambah masam.
Sekarang malah ditambah sedikit muram.
Apa yang harus kulakukan, bila pernikahanku tidak sesuai harapanku? Bercerai?
Tidak mungkin. Terlalu banyak orang yang terlibat di dalamnya. Ada orang tuaku,
orang tuanya, anak-anak, ada teman dan kerabat. Aku tak punya solusi dari masalahku
ini.;
Apakah kalian memang sedang memiliki masalah tanyaku, meski aku mulai
menangkap arah pembicaraannya.
Istriku sekarang berubah seratus delapan puluh derajat dari yang pertama kukenal.
Dia tidak lagi seperti ketika kami baru menikah. Dulu dia membuatkan kopi setiap
pagi, menyiapkan pakaianku, bahkan dia memasak sendiri untukku. Katanya, itu yang
diajarkan orang tuanya. Kini dia tidak lagi mau mengurusku. Kerjanya hanya
berdandan dan pergi berhura-hura dengan teman-temannya. Bahkan, anak-anak kami
pun tidak pernah ia perhatikan lagi,; kata Gunawan, sambil menarik napas dalam-dalam.
harus aku yang membelikan. Aku juga yang mengantarnya ke salon agar tampak lebih
gaya. Tentu saja, aku tidak ingin punya istri yang terlihat kampungan, sekalipun
wajah Rini bisa dikatakan cantik.;
Lalu, sekarang bagaimana? Apakah masih harus diantar ke salon juga tanyaku,
bercanda.
Aku tak menyangka pertanyaanku itu justru membuat wajah Gunawan makin masam.
Mengantar ke salon? Ah, tidak perlu. Sekarang dia sudah bisa menyetir mobil sendiri.
Ke mana-mana dia pergi sendiri. Bahkan, sering kali tanpa kuketahui. Temantemannya
adalah istri-istri pejabat, yang selalu mengajaknya pergi ke tempat hiburan
malam.;
Aku terbelalak.
Aku yang lahir dan besar di kota besar saja tidak tergila-gila pada gaya hidup seperti
itu,; kataku, sambil cekikikan.
Tanpa kusadari, ucapanku itu membuat wajah Gunawan ber–tambah masam.
Sekarang malah ditambah sedikit muram.
Apa yang harus kulakukan, bila pernikahanku tidak sesuai harapanku? Bercerai?
Tidak mungkin. Terlalu banyak orang yang terlibat di dalamnya. Ada orang tuaku,
orang tuanya, anak-anak, ada teman dan kerabat. Aku tak punya solusi dari masalahku
ini.;
Apakah kalian memang sedang memiliki masalah tanyaku, meski aku mulai
menangkap arah pembicaraannya.
Istriku sekarang berubah seratus delapan puluh derajat dari yang pertama kukenal.
Dia tidak lagi seperti ketika kami baru menikah. Dulu dia membuatkan kopi setiap
pagi, menyiapkan pakaianku, bahkan dia memasak sendiri untukku. Katanya, itu yang
diajarkan orang tuanya. Kini dia tidak lagi mau mengurusku. Kerjanya hanya
berdandan dan pergi berhura-hura dengan teman-temannya. Bahkan, anak-anak kami
pun tidak pernah ia perhatikan lagi,; kata Gunawan, sambil menarik napas dalam-dalam.