ACY - Analisa Market

Keberhasilan May Belum Mampu Bangkitkan Pound

GBP/USD lolos dari level rendah tahunan baru di kisaran 1.2476. Pair tersebut bergerak di kisaran 1.26344 setelah penutupan sesi AS kemarin (12/Desember). Pound menguat pesat setelah May dikonfirmasi berhasil mempertahankan kursi Perdana Menterinya, dan Dolar AS terpeleset karena reli saham AS yang dipicu oleh pembebasan bos Huawei (Meng Wanzhou) dengan uang jaminan. Outlook dalam konflik dagang AS-China mulai terlihat cerah, meski sikap kedua negara tersebut masih belum terlihat jelas.

Theresa May sukses memenangi voting yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari mosi tidak percaya atas pemerintahannya. Perdana Menteri Inggris tersebut mendapatkan 200 suara dukungan, yang mengalahkan 117 anggota Parlemen lain dalam proses voting. Kemenangan ini mampu mengangkat Pound dari keterpurukannya untuk sementara waktu.

Akan tetapi, voting itu ternyata juga mengungkap fakta baru yang cukup meresahkan; sekitar 1 dari 3 pejabat di partainya menginginkan ia lengser dari posisi Perdana Menteri. Menurut pengamatan ACY, reli Pound semakin memudar seiring dengan terungkapnya detail-detail baru dalam voting tersebut. Sementara itu, voting Parlemen untuk Brexit masih dalam status ditunda, karena May belum terlalu yakin untuk mengajukan rencana Brexit-nya dalam waktu dekat. Sebelum voting itu kembali digelar pada bulan Januari mendatang, Partai Buruh berkeinginan untuk menggelar pemilu baru. Jika pemerintahan saat ini benar-benar dilengserkan, maka No Deal Brexit adalah satu-satunya kemungkinan yang akan terjadi.

Sementara itu, performa Dolar AS sedang tidak baik, karena saham-saham AS tengah menikmati kenaikan yang terjadi akibat melemahnya tensi perang dagang. Ketegangan perang dagang memang mengendur sejak Meng Wanzhou dibebaskan dengan uang jaminan, dan Donald Trump menyatakan bersedia melakukan intervensi sebagai bentuk bantuannya terhadap China. Hal inipun disambut baik oleh China, yang membalas tawaran Trump dengan mengimplikasikan bahwa mereka akan memberi kemudahan akses bagi investor-investor AS di pasar mereka. China juga sedang dalam proses membeli kedelai AS dalam jumlah besar, yang pertama kali dilakukan setelah penerapan bea impor AS atas barang-barang China senilai $200 miliar.

Secara teknikal, GBP/USD masih berkeliaran di area rendah tahunan. Saat ini sudah tidak ada support yang akan menahan harga jika kelak pair ini kembali turun. Meskipun kemarin naik tipis, ulasan teknikal ACY berpandangan bahwa bullish pair ini belum terlalu menjanjikan. Low tahunan sebelumnya di kisaran 1.266, akan menjadi resistance terdekat yang perlu dipatahkan GBP/USD. Jika harga kemudian bisa mencapai area 1.28, barulah bullish GBP/USD bisa benar-benar terkonfirmasi.

2076cd3884cb9aeb9f8ad6044eedb556.png


Di sisi lain, penurunan hingga menembus SMA 20 akan memicu kemerosotan lebih jauh di bawah 1.245. Secara keseluruhan, situasi teknikal pair ini lebih memperlihatkan outlook bearish lanjutan.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
ECB Akhiri QE, EUR/USD Diproyeksi Melemah Terbatas

Sesuai ekspektasi, ECB memutuskan untuk mempertahankan suku bunganya pada bulan Desember 2018 ini. Bank sentral tersebut juga mengakhiri program pembelian aset, yang sekaligus menandai berakhirnya era QE (Quantitative Easing). Namun, pernyataan dovish yang menyusul pengumuman kebijakan tersebut, telah menyeret turun EUR/USD ke level rendah 1.1330. Untungnya, kenaikan harga saat ini sudah mengembalikan separuh penurunan tersebut.

Dari konferensi pers Mario Draghi yang digelar usai pertemuan ECB, hampir tidak ada kabar baik yang bisa mengapresiasi Euro, kecuali perkembangan mengenai rencana anggaran Italia. Menurut Draghi, meskipun risiko-risiko secara umum masih seimbang, tapi risiko untuk outlook pertumbuhan sudah bergeser ke sisi negatif.

Hal itu dikarenakan oleh berbagai ketidakpastian dari faktor-faktor geopolitik, ancaman proteksionisme dagang, kerapuhan pasar negara berkembang, dan volatilitas di pasar finansial. Forecast pertumbuhan ekonomi dan inflasi untuk tahun depan pun akhirnya diturunkan. Jika faktor-faktor ini digabungkan dengan risiko Brexit, maka peluang penurunan Euro akan terbuka semakin lebar, bahkan hingga menciptakan situasi sell-off yang akan semakin menekan EUR.

Di sisi lain, AS telah mendeklarasikan penundaan tambahan bea impor untuk barang-barang China hingga Maret tahun depan. Beijing juga telah membatalkan tarif balasan untuk mobil-mobil AS, dan membeli produk kedelai AS dalam jumlah besar. Tak hanya itu, pihak China dikabarkan telah mengatasi masalah pencurian hak kekayaan intelektual, serta meninjau ulang strategi mereka atas pengembangan di sektor teknologi tinggi. Greenback kemungkinan akan terdevaluasi oleh meredanya tensi konflik AS-China.

Hari ini adalah penghujung pekan, yang ditandai dengan rilis Preliminary PMI untuk Zona Euro, dan beberapa data ekonomi Jerman serta Spanyol. Sementara itu, AS akan meluncurkan data Industrial Production, PMI versi Markit, dan Retail Sales November yang dalam basis bulanan diperkirakan naik ke 0.4%. Menurut pengamatan ACY, apabila data-data AS terlampir positif, Euro bisa tertekan ke bawah level 1.1300.

Secara teknikal, EUR/USD saat ini bergerak di sekitar 1.13581. Penurunan pair ini mencapai 50% retracement jika diukur dari kisaran 1.14981-1.12161. Pola pergerakan Euro terlihat menyempit dan membentuk Symmetrical Triangle, ditandai pula oleh volatilitas yang menurun.

c9201ac8ba6a0d72526432068fc9459b.png

Dalam jangka pendek, outlook ACY untuk EUR/USD masih bearish terbatas. Sementara untuk jangka menengah, pair ini relatif netral. Sinyal-sinyal teknikal yang belum bisa menunjukkan arah pergerakan berikutnya menjadi latar pertimbangan untuk perkiraan jangka menengah. Untuk memverifikasi tren harga, sebaiknya tunggu sampai support 1.13283 atau resistance 1.13893 tertembus.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Analisa Pair Mayor Jelang Pertemuan The Fed Minggu Ini
Dolar AS, sebagaimana diukur dari pergerakan Indeks Dolar (DXY), telah menyentuh level tinggi 18 bulan di kisaran 97.60 pada hari Jumat lalu (14/Desember). Meskipun USD/JPY kehilangan pijakannya, penurunan Euro dan Pound (yang berkontribusi sekitar 70% dari pembobotan Indeks Dolar) telah mengangkat DXY ke level terbaiknya sejak Mei 2017.

Penurunan tajam di Wall Street, lemahnya data China, kericuhan "Yellow Vest" di Eropa, serta keresahan Brexit yang masih berkelanjutan, telah mendukung penguatan Dolar terhadap semua mata uang kecuali Yen Jepang.

Di tengah ketidakpastian politik dan finansial, para trader forex akan memusatkan perhatian pada The Fed di hari Kamis besok. Bank sentral AS tersebut akan menggelar pertemuan para pembuat kebijakan untuk yang terakhir kalinya di tahun ini.

Walaupun suasana pasar ekuitas global saat ini tengah didominasi oleh pelemahan, pertumbuhan GDP negara-negara G-7 sama-sama melambat, dan ada suara tidak setuju dari White House, Fed diekspektasikan untuk tetap meningkatkan suku bunga dari 2.25% ke 2.50%.

Karena market sudah memproyeksi peningkatan sebesar 25 basis poin, ACY memperkirakan jika yang akan menjadi penggerak utama harga adalah komentar dari Ketua The Fed Jerome Powell, proyeksi ekonomi The Fed, juga Dot Plot.

Meskipun The Fed mengadakan pertemuan 8 kali per tahun, proyeksi ekonomi hanya diperbarui 4 kali per tahun. Proyeksi tersebut berisi opini para pejabat The Fed, termasuk mereka yang tidak memiliki hak suara dalam penentuan kebijakan. Sementara itu, Dot Plot merefleksikan pandangan untuk arah kebijakan suku bunga dalam waktu 2 tahun mendatang.

Jika dihubungkan dengan pergerakan Dolar, maka ada korelasi yang sangat erat dalam beberapa contoh kebijakan terakhir. Indeks Dolar diperdagangkan turun ke level 88.25, setelah The Fed tidak mengubah suku bunga dalam pertemuannya yang berlangsung pada tanggal 25 Januari tahun ini. Akan tetapi, Dot Plot dari meeting tersebut menunjukkan ekspektasi kenaikan suku bunga 4 kali di sepanjang tahun 2018. USD pun reli di tahun ini, seiring dengan kenaikan-kenaikan suku bunga yang diterapkan sesuai Dot Plot tersebut.

Risiko reli USD saat ini berasal dari komentar para pejabat The Fed dalam beberapa waktu terakhir. Mereka menyinggung soal seberapa tinggi target kenaikan suku bunga The Fed untuk menyentuh "kisaran netral", dan bagaimana hal itu akan diilustrasikan dalam Dot Plot dari pertemuan The Fed Kamis besok.

ACY mempertimbangkan bahwa Tingkat Pengangguran AS kini berada di level terendah 40 tahun, sementara suku bunga baru sedikit di atas inflasi inti. Dengan demikian, The Fed kemungkinan akan mempertahankan laju kebijakan ketatnya, dan Dot Plot akan menunjukkan 2 kenaikan suku bunga di tahun 2019. Hal ini bisa berimbas pada koreksi periodik terhadap reli USD. Meski demikian, mata uang AS tersebut masih akan bergerak bullish secara umum di tahun 2019.

Dari perspektif Daily Chart, Dolar Australia memiliki struktur teknikal yang paling lemah. Pekan lalu, AUD/USD jatuh 0.5 persen dan mencatatkan level penutupan mingguan terendah sejak 30 Oktober 2018. ACY menargetkan 0.7120 sebagai area support terdekat, dengan level 0.7070 sebagai support penting selanjutnya.

Sementara itu, EUR/USD cenderung bearish pasca pertemuan ECB pekan lalu. Pelemahan data PMI Zona Euro semakin menjatuhkan pair ini ke level 1.1275, sebelum berhasil pulih menjelang penutupan sesi New York akhir pekan lalu. Saat ini, resistance EUR/USD terlihat di sekitar 1.1350, sementara support kunci ada di kisaran 1.1180.

Kurangnya kemajuan dalam negosiasi Brexit telah menekan GBP/USD ke level terendah 20 bulan, tepatnya di dekat area 1.2470. Bank of England akan mengadakan pertemuan di minggu ini, tapi para pembuat kebijakan di bank sentral tersebut diperkirakan tidak akan membuat perubahan apapun.

USD/JPY masih diperdagangkan dalam range 112.00 dan 114.00, karena tidak ada momentum yang memicu pergerakan naik ataupun turun, baik dari sisi teknikal maupun fundamental.
Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Yen Melonjak Didukung Sentimen Risk Off

Pertemuan FOMC yang lama ditunggu-tunggu memicu respon beragam. The Fed akhirnya menaikkan suku bunga untuk keempat kalinya di tahun ini. Namun, penurunan proyeksi Fed Hike 2019 dari 3 kali menjadi 2 kali, telah mengakibatkan sell off USD. Reli saham-saham AS pun terjadi selama jeda 30 menit antara pengumuman suku bunga dan konferensi pers Jerome Powell selaku Ketua The Fed.

Dalam konferensi pers, Powell mengkonfirmasi jika Balance Sheet The Fed akan mengalami pengurangan sebesar 50 miliar USD per bulan. Langkah ini akan diterapkan di sepanjang tahun 2019, dan tidak dipertimbangkan sebagai alat kebijakan moneter. Sebagai informasi, Balance Sheet The Fed membengkak dari 1.75 triliun USD menjadi 4.45 triliun USD selama masa 5 tahun Quantitative Easing (QE).

Sejak Maret tahun ini, sekitar 400 miliar USD telah dikurangkan dari Balance Sheet; hal ini dianggap sebagai Quantitative Tightening (QT). Dengan laju pengurangan 50 miliar USD setiap bulannya, jumlah pengurangan free reserves The Fed akan mencapai 1 triliun USD (-22%) di akhir tahun 2019.

Secara moneter, pengurangan 1 trilun USD dari sistem finansial global dipandang sebagai kebijakan pengetatan lebih lanjut. Hal inilah yang membuat pasar saham dunia mengalami aksi jual dalam 24 jam terakhir; sebuah situasi yang wajar berlangsung dalam sentimen risk off.

Seperti yang telah disebutkan dalam ulasan ACY sebelumnya, para trader forex biasanya merespon kondisi risk off dengan memasang posisi Long Dolar AS terhadap semua mata uang mayor, kecuali Yen Jepang. Sementara USD cenderung beragam pasca FOMC, JPY jelas bergerak menguat.

USD/JPY jatuh lebih dari 2.5% di sepanjang minggu ini, mencatatkan penurunan ke level terendah 3 bulan di 110.80. Secara teknikal, pair ini masih terus menurun meski indeks-indeks saham mayor tengah mengalami Long Liquidation.

Sementara itu, AUD/USD masih berkonsolidasi di antara level 0.7150 dan 0.7200 dalam 3 sesi trading terakhir. Pair ini sempat anjlok ke 0.7800 di awal sesi Asia kemarin (20/Desember). Sinyal-sinyal indikator semakin memperlihatkan pergerakan negatif, dengan penurunan harga yang kini telah berada di bawah MA 30, dan Daily RSI yang turun ke poin 38.00.

EUR/USD diperdagangkan turun ke kisaran 1.1360 pasca konferensi pers Powell. Namun, pair ini berhasil mengukir kenaikan stabil di sesi Eropa keesokan harinya. Euro sempat mencapai 1.1485 di awal sesi AS, yang membuka peluang terbentuknya pola Double Top jika diukur dari pergerakan harga sejak 7 November. Dengan rentetan rilis data Zona Euro yang kerap mengecewakan ekspektasi, ACY memperkirakan jika kenaikan harga saat ini akan terkoreksi dengan sendirinya.

Suku bunga AS yang sudah mencapai 2.5% semakin menciptakan jarak dengan bunga acuan ECB. Karena itu, Carry Trading untuk pair EUR/USD akan lebih menguntungkan jika dilakukan dengan buy Dolar AS. Selisih suku bunga The Fed dan ECB yang saat ini sebesar 250 bps, tampaknya akan semakin melebar di tahun 2019. Hal ini tentu dapat menekan Single Currency lebih jauh.

Walaupun tidak ada kemajuan berarti dalam proses negosiasi Brexit, GBP/USD telah berhasil pulih dari Low pekan lalu yang berada di level 1.2470. Drama Brexit saat ini akan membuat pasar mengesampingkan BoE hingga di tahun 2019. ACY memprediksi jika Pound akan terus turun, seiring dengan melebarnya selisih suku bunga The Fed dan BoE yang saat ini sudah mencapai 175 bps.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Yen Melonjak Didukung Sentimen Risk Off

Pertemuan FOMC yang lama ditunggu-tunggu memicu respon beragam. The Fed akhirnya menaikkan suku bunga untuk keempat kalinya di tahun ini. Namun, penurunan proyeksi Fed Hike 2019 dari 3 kali menjadi 2 kali, telah mengakibatkan sell off USD. Reli saham-saham AS pun terjadi selama jeda 30 menit antara pengumuman suku bunga dan konferensi pers Jerome Powell selaku Ketua The Fed.

Dalam konferensi pers, Powell mengkonfirmasi jika Balance Sheet The Fed akan mengalami pengurangan sebesar 50 miliar USD per bulan. Langkah ini akan diterapkan di sepanjang tahun 2019, dan tidak dipertimbangkan sebagai alat kebijakan moneter. Sebagai informasi, Balance Sheet The Fed membengkak dari 1.75 triliun USD menjadi 4.45 triliun USD selama masa 5 tahun Quantitative Easing (QE).

Sejak Maret tahun ini, sekitar 400 miliar USD telah dikurangkan dari Balance Sheet; hal ini dianggap sebagai Quantitative Tightening (QT). Dengan laju pengurangan 50 miliar USD setiap bulannya, jumlah pengurangan free reserves The Fed akan mencapai 1 triliun USD (-22%) di akhir tahun 2019.

Secara moneter, pengurangan 1 trilun USD dari sistem finansial global dipandang sebagai kebijakan pengetatan lebih lanjut. Hal inilah yang membuat pasar saham dunia mengalami aksi jual dalam 24 jam terakhir; sebuah situasi yang wajar berlangsung dalam sentimen risk off.

Seperti yang telah disebutkan dalam ulasan ACY sebelumnya, para trader forex biasanya merespon kondisi risk off dengan memasang posisi Long Dolar AS terhadap semua mata uang mayor, kecuali Yen Jepang. Sementara USD cenderung beragam pasca FOMC, JPY jelas bergerak menguat.

USD/JPY jatuh lebih dari 2.5% di sepanjang minggu ini, mencatatkan penurunan ke level terendah 3 bulan di 110.80. Secara teknikal, pair ini masih terus menurun meski indeks-indeks saham mayor tengah mengalami Long Liquidation.

Sementara itu, AUD/USD masih berkonsolidasi di antara level 0.7150 dan 0.7200 dalam 3 sesi trading terakhir. Pair ini sempat anjlok ke 0.7800 di awal sesi Asia kemarin (20/Desember). Sinyal-sinyal indikator semakin memperlihatkan pergerakan negatif, dengan penurunan harga yang kini telah berada di bawah MA 30, dan Daily RSI yang turun ke poin 38.00.

EUR/USD diperdagangkan turun ke kisaran 1.1360 pasca konferensi pers Powell. Namun, pair ini berhasil mengukir kenaikan stabil di sesi Eropa keesokan harinya. Euro sempat mencapai 1.1485 di awal sesi AS, yang membuka peluang terbentuknya pola Double Top jika diukur dari pergerakan harga sejak 7 November. Dengan rentetan rilis data Zona Euro yang kerap mengecewakan ekspektasi, ACY memperkirakan jika kenaikan harga saat ini akan terkoreksi dengan sendirinya.

Suku bunga AS yang sudah mencapai 2.5% semakin menciptakan jarak dengan bunga acuan ECB. Karena itu, Carry Trading untuk pair EUR/USD akan lebih menguntungkan jika dilakukan dengan buy Dolar AS. Selisih suku bunga The Fed dan ECB yang saat ini sebesar 250 bps, tampaknya akan semakin melebar di tahun 2019. Hal ini tentu dapat menekan Single Currency lebih jauh.

Walaupun tidak ada kemajuan berarti dalam proses negosiasi Brexit, GBP/USD telah berhasil pulih dari Low pekan lalu yang berada di level 1.2470. Drama Brexit saat ini akan membuat pasar mengesampingkan BoE hingga di tahun 2019. ACY memprediksi jika Pound akan terus turun, seiring dengan melebarnya selisih suku bunga The Fed dan BoE yang saat ini sudah mencapai 175 bps.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Analisa Pair Forex Mayor Di Akhir Tahun 2018

Walaupun imbas ketidakpastian ekonomi dan politik semakin merebak di pasar finansial, Dolar AS mengakhiri pekan lalu dengan pergerakan yang lebih kuat. Meski demikian, ACY meyakini jika kombinasi sentimen Risk Off dan dampak lanjutan dari bias kebijakan suku bunga AS masih akan menekan Greenback terhadap mata uang negara-negara G7.

Dengan absennya rilis data ekonomi berdampak tinggi hingga Kamis besok (27/Desember), trader forex dapat mengamati level-level terknikal terkini untuk mencari ide trading dalam beberapa hari ke depan.

Kamis pekan lalu, EUR/USD berada di kisaran 1.1485, dan membentuk pola Double Top jika pergerakannya diukur dari 7 November lalu. Area tersebut juga bersinggungan dengan MA 100, level resistance kunci yang ditargetkan ACY sejak akhir Oktober.

Selama 6 bulan terakhir, Euro mempunyai kecenderungan untuk melangkah naik ke level-level resistance, tapi kemudian selalu cepat berbalik turun ketika momentum Upside gagal bertahan. Dengan aliran transaksi yang melambat di musim liburan, ACY memprediksi jika pergerakan EUR/USD akan terbatas di area 1.1360 hingga 1.1410.

Sementara itu, USD/JPY minggu lalu telah mencatatkan range pergerakan hingga 300 poin. Walaupun indikator-indikator momentum telah berarak ke sisi Oversold, penurunan pair ini nyatanya masih berhasil menembus level 110.80. Menurut pengamatan ACY, breakout tersebut membuk risiko pelemahan lebih lanjut ke 109.70, yang merupakan level rendah di pertengahan Agustus lalu. Pada titik ini, hanya kenaikan hingga ke level 112.25 yang bisa mengubah outlook teknikal USD/JPY menjadi bullish.

AUD/USD jatuh hampir 2% di minggu lalu, dan sekarang telah mendekati area terendah dua tahun di kisaran 0.7020, yang tercapai pada 26 Oktober silam. Dengan indikator RSI yang bergerak di kisaran 34.00, outlook jangka pendek pair ini terlihat mendekati kondisi Oversold. Namun, mengingat selisih Fed Funds Rate dan suku bunga RBA kini telah mencapai 100 bps, Aussie kemungkinan masih akan dalam sentimen bearish dan menyentuh level 0.6900 di awal tahun 2019.

Sejak 8 November, GBP/USD belum pernah mengakhiri sesi New York dengan penutupan harga di atas MA 30. Sebagian besar tekanan Sterling merupakan dampak langsung dari carut-marut Brexit yang belum jelas arahnya. Sinyal-sinyal indikator teknikal untuk pair ini menunjukkan support Intraday di area 1.2600. Sepinya perkembangan Brexit di musim liburan kemungkinan bisa sedikit menurunkan tekanan sell terhadap Pound.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Pasar Forex Akan Kembali Bergeliat Di Awal 2019

Dibanding ayunan-ayunan liar yang terbentuk di pasar ekuitas, minyak mentah, dan Spot Gold, mata uang negara-negara G7 relatif jinak selama masa liburan ini. Pair yang menjadi pengecualian dalam hal ini adalah USD/JPY, yang mencetak level terendah 4 bulan di sekitar 110.00 pada hari Senin lalu (24/Desember). Sementara pasangan mata uang lainnya bergerak dalam range normal yang biasanya terbentuk di bulan Desember.

Namun demikian, ACY mengekspektasikan jika harga mata uang akan kembali bergejolak di pekan pertama Januari. Pada outlook selanjutnya, akan ada laporan NFP AS yang dirilis Jumat pekan depan (4/Januari). Mengapa hal ini penting? Alasannya sederhana saja.

Kesimpulan terpenting yang bisa ditarik dari pertemuan FOMC pekan lalu adalah: penentuan kebijakan suku bunga The Fed akan bergantung pada data. Hal ini membuat prospel Fed Hike bisa dikatakan sejalan dengan laporan-laporan ekonomi AS berdampak tinggi di sepanjang tahun 2019. Dan dari sekian banyak rilis berdampak, tidak ada yang lebih utama daripada data NFP.

Klaim pengangguran AS yang dirilis kemarin (27/Desember) menunjukkan hasil 214,000, sedikit di bawah klaim rata-rata 6 bulan yang mencapai 220,000. Angka tersebut kemungkinan menjadi sinyal positif bagi NFP bulan Desember. Berdasarkan pertimbangan ini, para trader forex dapat mencari peluang di level-level teknikal terdekat dengan bias bullish untuk USD.

Sementara itu, korelasi fundamental antara Euro dan harga saham-saham Eropa telah semakin menipis. Hal ini terlihat dari pergerakan EUR/USD yang bertahan di atas 1.1350, sementara indeks DAX anjlok ke level terendah dua tahun. ACY memandang jika kondisi market saat ini telah berkontribusi pada stabilitas Euro. Namun menurut data posisi trader minggu lalu dari CBoE, posisi short untuk EUR/USD telah mencapai level tertinggi sejak September.

Penurunan drastis dalam pergerakan ekuitas AS jelang Natal kemarin telah mendorong USD/JPY turun mendekati area 110.00. Namun, level tersebut belum bisa dianggap sebagai support solid, karena gejolak di pasar saham yang masih penuh dengan ketidakpastian. Outlook teknikal pair ini masih cenderung beragam, mengingat rebound yang barusan terjadi justru tertahan di area 111.40.

Di sisi lain, Dolar Australia melemah hingga ke level terendah dua tahun terhadap USD, tepatnya di kisaran 0.7015 pada sesi New York kemarin. Namun, pair AUD/USD sudah mulai pulih ke level 0.7050 pada sesi Asia hari ini (28/Desember). Momentum downtrend AUD tampak semakin meningkat, terutama setelah harga gagal menembus level 0.7080 di minggu ini. Pada chart Daily, AUD/USD tampaknya akan memulai penurunan baru lagi.

Sterling senantiasa diperdagangkan di range terbatas antara 1.2730 dan 1.2620. Dengan deadline Brexit yang kini hanya tinggal 3 bulan, peluang terjadinya Hard Brexit dan referendum kedua mulai terlihat seimbang.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Tema Pasar Forex 2019 Masih Didominasi Suku Bunga

Di akhir tahun seperti ini, para pelaku pasar forex biasanya mereview kembali peristiwa-peristiwa penting yang berdampak pada pergerakan mata uang dalam 12 bulan ke belakang. Mereka juga akan bersiap merencanakan strategi untuk mencari peluang profit di tahun berikutnya.

Oleh karena itu, ACY menyajikan ulasan analisa yang bisa melengkapi evaluasi akhir tahun para trader. Menurut ACY, masalah perdagangan AS-China bisa semakin merembet ke Eropa dan Jepang di tahun depan. Selain itu, pemilihan Parlemen Eropa dan kemelut Brexit akan menjadi faktor-faktor yang membebani market.

Walaupun begitu, ekspektasi suku bunga untuk masing-masing negara mata uang utama (dan divergensinya) tetap akan menjadi penggerak harga terbesar di sepanjang 2019. Selama tahun 2018, AS, Kanada, dan Inggris menjadi negara-negara G7 yang menaikkan suku bunga; The Fed meningkatkan suku bunga sebanyak 4 kali (total sebesar 100 bps), sementara BoC dan BoE sama-sama melakukan Rate Hike sebesar 25 bps.

Untuk tahun 2019, The Fed telah mensinyalkan paling tidak dua kenaikan lagi, sementara negara-negara G7 lainnya belum mengungkapkan rencana apapun terkait kebijakan ketat mereka.

ECB yang baru saja mengakhiri program QE akhir tahun ini, diharapkan dapat menyesuaikan suku bunga di Q2 2019. Namun demikian, rentetan data Zona Euro dan inflasi yang menunjukkan pelemahan telah menghancurkan ekspektasi tersebut. ECB kemungkinan besar tidak akan melakukan perubahan kebijakan di sepanjang tahun depan.

Di Jepang, BoJ belum menyerah untuk mencari celah penyesuaian kebijakan. Seiring dengan upaya tersebut, Jepang tampak membenahi operasi kebijakan fiskalnya juga.

Bank Sentral Australia (Reserve Bank of Australia) atau yang lebih dikenal sebagai RBA, diproyeksi akan menurunkan suku bunga acuannya karena kondisi konsumen yang saat ini dibebani oleh utang rumah tangga. Suku bunga RBA yang saat ini sudah berada di level historis 1.5%, diperkirakan bakal dipotong lagi hingga menjadi 1.25%.

Secara keseluruhan, ACY menilai jika pertumbuhan ekonomi AS yang pelan tapi pasti akan terus memperlebar divergensi suku bunga The Fed terhadap negara-negara maju lain. Sehingga, Uptrend USD bisa tetap terjaga di sepanjang 2019.

Secara teknikal, EUR/USD gagal menguji area Double Top di level 1.1480 pada sesi trading pekan lalu. Harga kemungkinan akan turun hingga ke bawah 1.1380 di awal tahun nanti.

USD/JPY mampu bertahan di atas 110.00. Namun, sinyal-sinyal indikator teknikal untuk pair ini masih menunjukkan proyeksi bearish. Dengan angka RSI Daily yang sedikit menguat dari 25.00 ke 34.50 dalam tiga hari terakhir, kondisi Oversold USD/JPY telah ternetralkan, sehingga pair ini akan kembali turun untuk membentuk Low baru di bawah 110.00.

Sejak penurunan tajam pada 21 Desember lalu, AUD/USD telah termoderasi di antara level 0.7025 dan 0.7085, dengan nilai range sekitar 60 poin. Secara teknikal, hanya kenaikan di atas 0.7155 yang mampu meredam Downtrend harga dan membalikkan potensi pembentukan Bottom.

Sementara itu, Sterling cenderung diperdagangkan Sideways di area MA 30, tepatnya di kisaran 1.2690 pada sesi Asia hari ini (31/Desember). Karena itu, wajar jika Outlook teknikal GBP/USD bernada netral. Aliran perdagangan untuk pair ini pun relatif tipis di momen libur akhir tahun.
Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
SELAMAT TAHUN BARU 2019 Promosi Bonus

4a4aa14a96058ee17c47d2eb02b80784.png

Terimakasih atas pilihan dan kesetiaan anda trading bersama ACY.

  • Dapatkan bonus setiap kali anda melakukan deposit atau top up:
  • min. deposit $100 bisa klaim bonus
  • deposit $1000 keatas bisa klaim bonus
  • penawaran berlaku sampai 31 Januari 2019.
  • Deposit mudah dan cepat baik melalui transfer bank lokal dan metode pembayaran yang umum lainnya seperti DOKU, Fasapay, Skrill, Mastercard, Visa dan Wire Transfer
  • Syarat dan ketentuan berlaku.
 
Sterling Kokoh Jelang Voting Brexit

Pada 23 Juni 2016 silam, warga Inggris berpartisipasi dalam sebuah referendum untuk menentukan apakah Inggris akan tetap menjadi anggota Uni Eropa atau justru meninggalkan kesatuan tersebut. Ketika 52% suara menyatakan lebih memilih untuk meninggalkan Uni Eropa, pasar terkejut karena hasil ini tak diperkirakan oleh sebagian besar pihak.

Pengaruhnya terhadap pasar forex terbilang cepat dan sangat signifikan, mengingat GBP/USD langsung terjun dari 1.5030 ke bawah kisaran 1.3220, setelah Exit Poll menunjukkan tanda-tanda kemenangan pendukung "leave". Penurunan tajam sebesar 12% di hari itu kemudian menjadi standar pergerakan Sterling di waktu selanjutnya, ketika proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa rutin didiskusikan.

Selama 2.5 tahun ini, negosiasi-negosiasi antara Inggris dan Uni Eropa terus berlarut-larut dan terkadang berjalan alot. Mata uang Inggris pun senantiasa melemah tajam setiap kali muncul kabar kemunduran progres Brexit.

Namun demikian, dengan voting terpenting terhadap rencana Brexit yang dijadwalkan berlangsung Selasa ini (15/Januari), GBP/USD justru menunjukkan sinyal reversal kenaikan sejak Jumar lalu (11/Januari). Pergerakan ini berlanjut dengan kenaikan hingga sesi Asia hari ini.

Tampaknya, para trader forex sudah memperhitungkan hal-hal di luar voting Brexit, mengingat proses ini sudah diperkirakan berakhir dengan suara tidak setuju dari sebagian besar anggota Parlemen. Sebaliknya, pasar lebih menginterpretasi kemungkinan perpanjangan deadline 29 Maret, yang dipatok sebagai waktu resmi keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Jika deadline tersebut benar diperpanjang, maka ini akan menjadi sinyal yang lebih bullish bagi Sterling ketimbang penerapan rencana Brexit saat ini, atau malah Brexit yang tanpa kesepakatan.

Outlook teknikal Pound menunjukkan dukungan Price Action untuk kenaikan korektif dalam jangka pendek. ACY memandang level 1.2870 sebagai resistance terdekat, dengan kisaran 1.2980 sebagai resistance kunci selanjutnya. Akan tetapi, risiko penurunan tampak dari sinyal MACD dan RSI yang saat ini bergerak melemah.

Rilis data perdagangan China hari ini yang menunjukkan surplus bulanan terbesar agaknya sedikit menekan Dolar Australia. Secara teknikal, pair AUD/USD sudah mencapai Overbought, sebagaimana ditunjukkan oleh indikator-indikator momentum ACY yang kini mulai bergerak turun.

Sementara itu, USD/JPY melanjutkan pemulihan dari Flash Crash yang terjadi pada 3 Januari lalu. Akan tetapi, pair tersebut berpapasan dengan resistance di level 109.00. Korelasi USD/JPY dengan SP 500 menunjukkan bahwa buy di harga yang lebih rendah akan lebih masuk akal untuk situasi saat ini, daripada sekedar mengikuti momentum perdagangan di level tinggi. Oleh karena itu, ACY lebih memilih menempatkan order buy di bawah level harga saat ini.
Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Nikmati Bonus Deposit Tahun Baru 15 Persen Bersama ACY
Sambut tahun baru ini dengan semangat trading bersama broker ACY. Selama bulan Januari 2019 ini, broker teregulasi ASIC ini mempersembahkan bonus deposit tahun baru hingga 15% untuk para tradernya. Yang lebih seru lagi, bonus trading ini dapat ditarik jika telah memenuhi ketentuan yang berlaku.

Dengan bonus deposit tahun baru dari ACY, trader dapat memulai aktivitas trading dengan modal yang lebih besar, sehingga lebih banyak juga peluang yang bisa diambil.

a3adf489af1ec172bf097dcd1575d00d.png

Bagaimana Cara Mendapatkan ACY New Year Bonus?
Promosi bertajuk 2019 NYB ini terbuka untuk semua trader yang menaruh deposit minimal 100 USD. Setelah melakukan deposit, cukup masukkan tiket untuk klaim NYB di CloudHub, atau kirimkan email ke support@acy.com dengan kode "2019NYB" sebagai subyeknya.

Semua deposit senilai minimal 100 USD yang masuk mulai tanggal 1 Januari 2019, berhak untuk memanfaatkan promosi dari ACY. Perhitungan bonus yang akan diberikan adalah sebagai berikut:

Nilai deposit 100-999 USD, mendapatkan bonus sebesar 10%
Nilai deposit di atas 1,000 USD, mendapatkan bonus sebesar 15%
Total bonus yang bisa didapatkan maksimal 3,000 USD, atau disesuaikan dengan mata uang yang digunakan. Trader harus melakukan klaim paling lambat 7 hari setelah melakukan deposit di akun trading.

Perlu diingat, persyaratan untuk menarik bonus tahun baru dari ACY adalah trader harus memenuhi rasio lot yang ditentukan. Misalnya, jika trader berdeposit sebesar 200 USD dan 20 USD bonus diklaim selama masa promosi, maka trader harus membuka 4 lot. Saat volume trading total terpenuhi, barulah bonus bisa ditarik ke rekening bank.

Segera manfaatkan penawaran menarik dari ACY ini, karena promosi akan berakhir pada tanggal 31 Januari 2019. Untuk informasi lebih lengkap, silakan kunjungi situs ACY, hubungi kontak telepon +61 2 9188 2999, atau kirim email ke support@acy.com.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Kebuntuan Brexit Membebani Euro

Sesuai ekspektasi, draft kesepakatan Brexit Theresa May tidak diloloskan parlemen dalam proses voting yang digelar minggu ini. Yang di luar dugaan adalah, rancangan tersebut akan dikenang sebagai rencana kebijakan dengan suara penolakan terbanyak dari anggota parlemen Inggris dalam lebih dari 100 tahun terakhir.

Lompatan mundur yang sangat masif dalam progres Brexit ini memberi celah bagi pihak oposisi untuk kembali menggalang voting mosi tidak percaya, yang berhasil dimenangkan PM May dengan selisih tipis hanya 19 suara.

Dampak menarik dari dua voting tersebut adalah tuntutan pemimpin pihak oposisi, Jeremy Corbyn, untuk mengeliminasi kemungkinan Brexit "tanpa kesepakatan" dalam rencana baru yang akan didiskusikan May dengan Uni Eropa. Menurut ACY, permintaan itu tak mungkin diwujudkan tanpa mengacaukan hasil negosiasi Inggris dan Uni Eropa sebelumnya.

Jika merunut gejolak Brexit selama ini, mungkin banyak yang mengira jika trader forex akan lebih memilih untuk menjual Sterling. Nyatanya, hal itu tidak terjadi.

Sejak awal minggu ini, Sterling telah mencatatkan penguatan 3.0% terhadap Euro, 1.3% terhadap Dolar Australia, dan lebih dari 1% terhadap Dolar AS. Tampaknya, pasar lebih mempertimbangkan keterbukaan Uni Eropa untuk memberikan perpanjangan deadline Brexit, dari yang semula ditargetkan pada tanggal 29 Maret menjadi paruh kedua 2019. Proyeksi ini menjadi bahan pertimbangan positif bagi trader Sterling.

Di tengah suasana ricuh "Yellow Vest" di Perancis, krisis perbankan di Italia dan Spanyol, serta antisipasi pemilu parlemen Uni Eropa di bulan Mei, cukup masuk akal untuk memperkirakan keunggulan posisi Inggris dalam negosiasi Brexit selanjutnya. Oleh karenanya, ACY memproyeksi jika Sterling akan menambah kenaikan terhadap Euro dan AUD, serta semakin mempertegas penguatannya terhadap Dolar AS dalam beberapa minggu ke depan.

Sementara itu, Sebuah laporan dari Reuters di pekan ini memaparkan bahwa bank-bank Italia tengah kesulitan mendapat likuiditas dari pasar swasta, semenjak ECB menghentikan program pembelian QE-nya.

Diperkirakan, bank-bank besar di Italia perlu memenuhi target 50 hingga 60 miliar Euro untuk memenuhi Net Stable Funding Ratio pada akhir Juni mendatang. Dalam situasi seperti ini, akan cukup mustahil bagi ECB untuk meningkatkan suku bunga acuannya. Rapat kebijakan ECB pekan depan akan dinanti karena dapat memberi petunjuk mengenai potensi TLTRO berikutnya.

Di lain pihak, pergerakan harian Dolar Australia mendapat lecutan dari ulasan WSJ yang membahas kemungkinan penurunan tarif impor AS terhadap barang-barang China, jelang libur Imlek awal Februari mendatang. Namun demikian, penguatan AUD terhenti di kisaran 0.7220, tepat setelah Departemen Keuangan AS menepis kabar tersebut.

Ekspektasi pemotongan suku bunga RBA di tahun ini terus tumbuh. AMP memproyeksikan jika suku bunga akan berada di level 1.0% pada pertengahan tahun 2020.

USD/JPY terus menunjukkan pemulihan pasca diterpa Flash Crash yang terjadi 3 Januari lalu. Akan tetapi, pergerakan harga kemungkinan akan menguji resistance 109.80 sebelum bisa naik lebih lanjut.

Meskipun pasar saham global sudah menguat minggu ini, korelasi antara USD/JPY dengan SP 500 masih mengindikasikan jika buy di harga lebih rendah adalah aksi yang lebih masuk akal, daripada mengikuti momentum perdagangan di level tinggi.
Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Kebuntuan Brexit Membebani Euro

Sesuai ekspektasi, draft kesepakatan Brexit Theresa May tidak diloloskan parlemen dalam proses voting yang digelar minggu ini. Yang di luar dugaan adalah, rancangan tersebut akan dikenang sebagai rencana kebijakan dengan suara penolakan terbanyak dari anggota parlemen Inggris dalam lebih dari 100 tahun terakhir.

Lompatan mundur yang sangat masif dalam progres Brexit ini memberi celah bagi pihak oposisi untuk kembali menggalang voting mosi tidak percaya, yang berhasil dimenangkan PM May dengan selisih tipis hanya 19 suara.

Dampak menarik dari dua voting tersebut adalah tuntutan pemimpin pihak oposisi, Jeremy Corbyn, untuk mengeliminasi kemungkinan Brexit "tanpa kesepakatan" dalam rencana baru yang akan didiskusikan May dengan Uni Eropa. Menurut ACY, permintaan itu tak mungkin diwujudkan tanpa mengacaukan hasil negosiasi Inggris dan Uni Eropa sebelumnya.

Jika merunut gejolak Brexit selama ini, mungkin banyak yang mengira jika trader forex akan lebih memilih untuk menjual Sterling. Nyatanya, hal itu tidak terjadi.

Sejak awal minggu ini, Sterling telah mencatatkan penguatan 3.0% terhadap Euro, 1.3% terhadap Dolar Australia, dan lebih dari 1% terhadap Dolar AS. Tampaknya, pasar lebih mempertimbangkan keterbukaan Uni Eropa untuk memberikan perpanjangan deadline Brexit, dari yang semula ditargetkan pada tanggal 29 Maret menjadi paruh kedua 2019. Proyeksi ini menjadi bahan pertimbangan positif bagi trader Sterling.

Di tengah suasana ricuh "Yellow Vest" di Perancis, krisis perbankan di Italia dan Spanyol, serta antisipasi pemilu parlemen Uni Eropa di bulan Mei, cukup masuk akal untuk memperkirakan keunggulan posisi Inggris dalam negosiasi Brexit selanjutnya. Oleh karenanya, ACY memproyeksi jika Sterling akan menambah kenaikan terhadap Euro dan AUD, serta semakin mempertegas penguatannya terhadap Dolar AS dalam beberapa minggu ke depan.

Sementara itu, Sebuah laporan dari Reuters di pekan ini memaparkan bahwa bank-bank Italia tengah kesulitan mendapat likuiditas dari pasar swasta, semenjak ECB menghentikan program pembelian QE-nya.

Diperkirakan, bank-bank besar di Italia perlu memenuhi target 50 hingga 60 miliar Euro untuk memenuhi Net Stable Funding Ratio pada akhir Juni mendatang. Dalam situasi seperti ini, akan cukup mustahil bagi ECB untuk meningkatkan suku bunga acuannya. Rapat kebijakan ECB pekan depan akan dinanti karena dapat memberi petunjuk mengenai potensi TLTRO berikutnya.

Di lain pihak, pergerakan harian Dolar Australia mendapat lecutan dari ulasan WSJ yang membahas kemungkinan penurunan tarif impor AS terhadap barang-barang China, jelang libur Imlek awal Februari mendatang. Namun demikian, penguatan AUD terhenti di kisaran 0.7220, tepat setelah Departemen Keuangan AS menepis kabar tersebut.

Ekspektasi pemotongan suku bunga RBA di tahun ini terus tumbuh. AMP memproyeksikan jika suku bunga akan berada di level 1.0% pada pertengahan tahun 2020.

USD/JPY terus menunjukkan pemulihan pasca diterpa Flash Crash yang terjadi 3 Januari lalu. Akan tetapi, pergerakan harga kemungkinan akan menguji resistance 109.80 sebelum bisa naik lebih lanjut.

Meskipun pasar saham global sudah menguat minggu ini, korelasi antara USD/JPY dengan SP 500 masih mengindikasikan jika buy di harga lebih rendah adalah aksi yang lebih masuk akal, daripada mengikuti momentum perdagangan di level tinggi.
Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Akankah FOMC Menunda Normalisasi Kebijakan The Fed?

Setelah BoJ dan ECB masing-masing menurunkan proyeksi ekonomi, Indeks Dolar tampak mendapat dorongan untuk menguji level tinggi 3 minggu di kisaran 96.65 pada Jumat akhir pekan lalu (25/Januari). Akan tetapi, dua berita susulan yang beredar pada sesi Eropa hari itu memicu reversal tajam dalam pergerakan Greenback.

Isu pertama berasal dari spekulasi pejabat Departemen Keuangan AS, yang memprediksi jika pertemuan dengan China pada pekan ini akan menghasilkan dasar-dasar kesepakatan yang komprehensif, untuk meringankan tensi dagang antara kedua negara. Karena hal seperti ini sudah pernah diungkapkan sebelumnya, ACY tak terlalu yakin jika janji China untuk meningkatkan pembelian barang-barang dari sektor pertanian AS dan komitmennya untuk mengurangi surplus perdagangan dengan Negeri Paman Sam, akan cukup digunakan sebagai penawaran yang menggantikan tarif dagang saat ini.

Sementara itu, berita kedua muncul dari artikel Wall Street Journal yang mengutip pejabat FOMC, tentang penyataan terkait rencana The Fed untuk "mengurangi atau menghentikan sementara" proses tapering dari Balance Sheet bank sentral AS, secepat-cepatnya pada pertemuan FOMC pekan ini. Kabar itulah yang benar-benar mendorong para trader untuk menjual USD. Pada penutupan sesi New York Jumat kemarin, mata uang mayor seperti EUR, AUD, GBP, dan NZD telah menguat lebih dari 1% terhadap Dolar AS.

Karena Fed Funds Futures sudah memprediksikan jika kemungkinan Rate Hike pada pertemuan Kamis pekan ini tidak lebih dari 10%, pernyataan seputar Balance Sheet The Fed akan menjadi sorotan utama yang bisa menggerakkan pasar mata uang sebelum rilis NFP AS pada keesokan harinya.

Dengan banyaknya faktor pemicu yang akan mempengaruhi pasar forex, ACY merasa perlu untuk meninjau ulang tapering The Fed sejauh ini, dan apa yang bisa diharapkan market dari pidato Jerome Powell dalam konferensi pers-nya.

Selama berlangsungnya program QE The Fed, Balance Sheet membengkak dari 1.8 triliun Dolar AS menjadi 4.5 triliun Dolar AS pada Oktober 2017. Saat itu adalah periode ketika The Fed mulai mengurangi pembelian obligasi senilai 10 miliar Dolar AS per bulan. Di bulan Oktober 2018, laju pengurangan tersebut meningkat hingga 50 miliar Dolar AS per bulan, sehingga nantinya bisa membentuk total pengurangan sebanyak 400 miliar Dolar AS.

Komposisi Balance Sheet The FED secara umum terdiri dari aset-aset US Treasury dan Mortgage-backed Securities (MBS). Jika program tapering berjalan sesuai rencana awal The Fed, aset US Treasury senilai 256.4 miliar Dolar AS dan MBS senilai 205.7 miliar Dolar AS akan dikurangkan dari Balance Sheet pada tahun 2019. Jumlah penyusutan yang terakumulasi sebesar 462.1 miliar Dolar AS itu, mewakili 12% dari keseluruhan Balance Sheet The Fed.

Jika pada pekan ini FOMC memutuskan untuk mengubah rencana awalnya, maka menurut perkiraan ACY, langkah paling logis selanjutnya adalah untuk tetap melanjutkan pengurangan aset-aset Treasury dan MBS. Dari perspektif efektivitas transaksi dan prosedur pelakasanaannya, akan lebih mudah bagi bank sentral AS untuk kembali berinvestasi pada Treasury ketimbang MBS, karena pasar Treasury yang likuid tidak menyajikan risiko tinggi seperti halnya pada pasar hipotek.

Menurut ACY, para pengamat pasar yang memprediksi pengurangan tajam atau penghentian sementara pada program penyusutan Balance Sheet, terlalu menganggap remeh komitmen Powell dan anggota FOMC. Sekalipun para pembuat kebijakan The Fed tersebut memangkas rencana pengurangan Balance Sheet sebesar setengah dari yang seharusnya, tindakan tersebut tetap berhasil menyusutkan Balance Sheet sebesar 6%, dan saat ini, tidak ada satu pun bank sentral dari negara-negara G7 lain yang mampu menandingi langkah tersebut.

Oleh karena tu, ACY memandang jika pelemahan Dolar AS jelang FOMC meeting pada pekan ini hanya bersifat korektif atau sementara. Di sisi lain, Pair AUD/USD bisa berlanjut naik hingga ke 0.7205, dengan target resistance berikutnya di area 0.7225. Sterling akan kembali diguncang oleh masalah Brexit, yang lagi-lagi berpusat pada persoalan Backstop Irlandia.
 
Persiapan Menyambut Pekan Penuh Data Krusial
Menurut laporan statistik Bank of International Settlements (BIS), EUR/USD dan USD/JPY sejauh ini menjadi pasangan mata uang dengan turnover dan volume harian terbesar. Faktanya, arus harian dari dua pair tersebut jauh lebih unggul ketimbang nilai perdagangan dari kombinasi pair mata uang negara-negara G7, dengan selisih hingga 1.75 poin.

Namun menariknya, sepanjang pekan lalu yang diwarnai oleh banyak berita berdampak tinggi, EUR/USD hanya bergerak dalam range 90 poin antara 1.1280 dan 1.1370. Dan meskipun USD/JPY membukukan kenaikan dalam 3 minggu berturut-turut, harga tak pernah keluar dari range 60 poin di antara 110.35 dan 110.95.

Sebagai perbandingan, range pergerakan EUR/NZD justru mencapai 365 poin di sepanjang minggu lalu. Sementara itu, EUR/AUD mencatatkan range hingga 270 poin dalam jangka waktu 1 hari saja, tepatnya pada Kamis 21 Februari lalu.

Jika ditelusuri lebih lanjut, dalam waktu 3 minggu ke belakang, range EUR/USD dan USD/JPY telah tersusutkan hingga sedemikian rupa; volatilitas 3 bulanan USD/JPY mengecil hingga setara dengan tingkat terendah 5 tahun terakhir (6.1%), sementara volatilitas 3 bulanan EUR/USD bahkan mencapai level terendah 7 tahun di kisaran 6.2%.

Adanya penurunan range pergerakan pair-pair mayor disinyalir ACY berkaitan dengan negosiasi dagang yang masih berlangsung antara AS dan China, iklim risk on yang relatif tinggi di pasar ekuitas global, serta komentar-komentar dovish yang terus berdatangan dari ECB, BoJ, juga The Fed.

Meski demikian, jadwal rilis data di minggu ini penuh dengan laporan ekonomi berdampak tinggi, yang berpotensi bisa menggenjot range pergerakan harga di semua pair mata uang negara-negara G7.

Data berdampak tinggi Eropa terus melorot sejak awal tahun ini, khususnya pada Manufacturing PMI Zona Euro yang mengalami Downtrend sedari Juli tahun lalu. Pada rilis Jumat esok (1/Maret), data PMI tersebut diproyeksikan terkontraksi di bawah level 50 dalam 2 bulan secara berturut-turut.

Sementara itu, rilis CPI yang juga dijadwalkan pada hari Jumat diekspektasikan meningkat tipis ke 1.6%, ditunjang oleh kenaikan harga minyak mentah selama 6 minggu terakhir. Berdasarkan pernyataan akhir-akhir ini dari pejabat ECB, bank sentral akan mengumumkan kembalinya TLTRO pada pertemuan bulan depan jika data Manufacturing PMI dan CPI tidak naik signifikan.

Di negeri seberang, ada rilis GDP AS kuartal keempat 2018 yang dijadwalkan berlangsung pada hari Kamis (28/Februari). Forecast untuk data itu mengestimasi pertumbuhan 2.4%. Jika dibandingkan dengan data Zona Euro yang cuma sebesar 1.6%, maka rilis GDP AS tentu semakin menggarisbawahi divergensi pertumbuhan ekonomi yang menekan pergerakan EUR/USD di sepanjang tahun 2018.

Data-data utama dari Jepang di minggu ini adalah Industrial Production dan Retail Sales. Keduanya dipublikasikan pada hari Kamis, kemudian diikuti oleh laporan Consumer Confidence di sesi Asia hari Jumat. Pertumbuhan konsumsi domestik senantiasa menjadi kunci penting bagi BoJ untuk membuat forecast inflasi dan penyesuaian kebijakan moneter.

Dari perspektif teknikal, USD/JPY belum pernah diperdagangkan di luar area 110.00 dalam 2 minggu terakhir. Meskipun pair tersebut membuat kemajuan signifikan sejak terjadi Flash Crash yang menekan harga hingga ke area 105.00 pada 3 Januari lalu, momentum upside telah melambat di kisaran resistance 111.35 dan 111.60. Sementara itu, Parabolic Daily sudah bertransisi ke level 110.55.

Setelah pemerintahan AS memperpanjang deadline untuk penerapan bea impor berikutnya, S&P 500 menyentuh 2800, dan ACY melihat hal ini sebagai penanda dimulainya periode risk off di pasar ekuitas global. Konsekuensinya, USD/JPY bisa bergerak menurun.

Sementara di Australia, satu-satunya data ekonomi berdampak tinggi pada pekan ini adalah laporan kuartalan Capex, yang akan diterbitkan di hari Kamis. ACY memperkirakan jika Aussie tak hanya akan mempertimbangkan data tersebut, tapi juga bakal merespon data PMI China yang juga dirilis di hari Kamis.

Sekalipun terdapat outlook bagi AUD/USD untuk kembali reli ke area 0.7200 apabila laporan Capex mematahkan 3 kontraksi beruntun dari periode sebelumnya, harga masih bisa kembali turun hingga menembus 0.7050.

Sterling menjadi mata uang G7 terkuat pekan lalu, dengan menguat 1.35% terhadap USD. Tampaknya, penggerak utama GBP/USD adalah sampai berapa lama tenggat waktu Brexit akan ditunda. Seiring dengan penantian akan hal itu, tertahannya voting PM May hingga 12 Maret dapat menyuntikkan dukungan bagi Poundsterling.

Indikator-indikator momentum ACY terlihat menunjukkan sinyal positif, dengan RSI dan Slow Stochastics yang sama-sama bergerak naik. Formasi Double Top 1.3215 tampaknya bisa menjadi target yang realistis di minggu ini.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Akankah ECB Mengumumkan TLTRO?

Pasar forex minggu ini didominasi oleh pertemuan bank sentral negara-negara G7. Reserve Bank of Australia (RBA) mengumumkan kebijakan suku bunganya pada hari Selasa (5/Maret), sementara Bank of Canada (BoC) dan European Central Bank (ECB) akan menyiarkan kebijakan terbaru mereka masing-masing pada Rabu (6/Maret) dan Kamis (7/Maret) mendatang.

Dari 3 event bank sentral tersebut, hanya pengumuman ECB yang diproyeksi bisa menggerakkan pasar. Sekalipun suku bunga bank sentral tersebut tak mengalami perubahan, masih ada 2 aspek lain dari rapat ECB yang bisa mempengaruhi irama pasar forex pada sesi London esok lusa:

Sebagaimana rapat-rapat kuartalan sebelumnya, ECB akan meng-update penilaian mereka terhadap risiko dan Outlook ekonomi. Semenjak forecast terakhir pada Desember lalu, rerata inflasi Zona Euro telah selip dari 1.2% ke 1.0%, disusul dengan data-data PMI yang terperosok ke level terendah beberapa tahun terakhir. Satu-satunya perkembangan positif datang dari angka ketenagakerjaan yang mengalami perlambatan penurunan. Merunut info-info tersebut, penilaian ECB kali ini boleh jadi tak akan membawa berita baik bagi Bull Euro.
Ketua ECB, Mario Draghi, kemungkinan akan memutuskan dimulainya kembali Targeted Long-Term Refinancing Operations (TLTROs).
Sebagai informasi, kebijakan TLTRO bukanlah QE atau stimulus finansial, tetapi merupakan praktik penyuntikan dana ke bank-bank Eropa untuk menghindari tekanan terhadap likuiditas secara temporer. Jika benar-benar diterapkan, langkah ini akan menjadi yang ketiga kalinya bagi ECB. Sebelumnya, bank sentral tersebut telah melangsungkan TLTRO pada tahun 2014 (sebanyak €420 miliar) dan 2016 (€365 miliar).

Mengingat durasi pinjaman yang diberlakukan adalah 4 tahun, ronde baru TLTRO akan memungkinkan bank-bank Uni Eropa untuk melakukan refinancing, sebelum beralih dari obligasi jangka panjang ke obligasi jangka pendek yang berdurasi 1 tahun atau bahkan kurang. Terkait hal ini, analis ACY masih bertanya-tanya: hal positif apa yang diharapkan Draghi dengan mengumumkan bailout perbankan Uni Eropa untuk ketiga kalinya dalam kurun waktu 5 tahun?

Di tahun 2018, ECB mengadakan rapat sebanyak 8 kali, dan 7 di antaranya selalu diikuti dengan penurunan harga EUR/USD. Meski apapun bisa terjadi di pasar forex, kecil kemungkinan bagi EUR/USD untuk bullish jika sentimen forecast ECB tidak terlalu menjanjikan. Hal ini ditambah pula dengan prospek suntikan dana sebesar 300 atau 400 miliar Euro pada sistem perbankan Uni Eropa.

Setelah menguat hingga 1% di minggu lalu, GBP/USD mengumpulkan total kenaikan hingga 3% di sepanjang tahun ini. Dengan voting Brexit yang sedianya berlangsung pekan depan, ACY memperkirakan adanya tekanan di area Top pergerakan harga saat ini. Daily RSI sudah menyentuh level Overbought (71.00) pada Rabu minggu lalu, diikuti dengan pelemahan ke 61.00. Outlook selanjutnya untuk pair ini adalah pullback hingga ke kisaran 1.3100.

ACY tidak mengekspektasikan reaksi market yang signifikan dari pengumuman RBA hari ini, begitu pula dengan laporan GDP kuartalan yang akan dirilis Rabu besok. Jika memperhatikan komponen-komponen yang terus menurun dalam beberapa bulan terakhir, GDP Australia berpeluang dirilis dengan hasil negatif untuk yang pertama kalinya sejak Desember 2016. Pada tinjauan pergerakan AUD/USD, momentum negatif telah melambat seiring dengan merapatnya harga di range support 0.7040-0.7060.

Sementara itu, USD/JPY diperdagangkan di atas level 112.00 untuk pertama kalinya di tahun ini pada hari Jumat lalu (1/Maret). Namun di sesi Asia hari ini, pair tersebut sudah terkonsolidasi di atas 111.80.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Dolar AS Selip Jelang Pertemuan FOMC

Terdapat dua event penting minggu ini yang akan mempengaruhi arah pergerakan harga di pasar forex. Pertama, voting baru mengenai rancangan kesepakatan Brexit pada hari Selasa (19/Maret). Kedua, Federal Open Market Committee (FOMC) akan mengumumkan kebijakan suku bunga dan proyeksinya pada hari Rabu (waktu AS).

Untuk hari Selasa ini, Parlemen Inggris akan menggelar voting ketiga untuk draft Brexit yang diajukan Theresa May. Rencana Brexit itu sudah dua kali tidak disetujui. Namun ada baiknya untuk tidak meremehkan kecenderungan para politikus yang bisa membalik pandangan mereka mengenai suatu kebijakan. Sekalipun demikian, masih sulit untuk memprediksi dengan pasti, apakah rencana Brexit May akhirnya dapat diloloskan setelah ditolak dua kali dalam voting-voting sebelumnya.

Karena kondisi Brexit yang masih rumit, ACY lebih memusatkan fokus update forex pada minggu ini pada pengaruh potensial dari Statement FOMC terhadap pair-pair mayor.

Mengingat FOMC telah mengubah jadwal konferensi persnya menjadi setiap usai pertemuan bulanan, maka minggu ini, meeting FOMC juga akan disertai pengumuman mengenai kebijakan suku bunga, yang saat ini masih berada di kisaran 2.50%. Walaupun konsensus pasar yang mengekspektasikan perubahan suku bunga sudah nyaris nol persen, Statement dan konferensi pers pasca meeting tetap sangat berpengaruh bagi interpretasi para trader forex, terutama mengenai pandangan dovish Fed semenjak kenaikan suku bunga terakhir pada Desember lalu.

Sementara itu, outlook The Fed mengenai ekonomi AS kemungkinan tak mengalami perubahan, walaupun lanskap finansial saat ini telah banyak berubah sejak akhir tahun lalu. Sebagai contoh, S&P 500 menguat lebih dari 12% sejak awal Januari 2019, Yield Obligasi 10-tahunan merosot dari 3.20% ke 2.60%, sementara Indeks Dolar AS terperosok hampir 2.0% dari 97.60 menuju 96.00.

Sejauh ini, tekanan dari saham-saham AS, ditambah dengan peningkatan Yield Obligasi dan penguatan USD, adalah 3 aspek kunci yang mendorong The Fed untuk meringankan langkah agresif mereka terhadap kebijakan suku bunga, juga pengurangan Balance Sheet. Lantas sekarang, bagaimana keadaannya?

Pada pertemuan Desember lalu, dot plot kenaikan suku bunga The Fed hanya menunjukkan 2 dari 17 anggota yang meyakini jika bank sentral tidak perlu menaikkan suku bunga di tahun 2019. Empat pejabat berpendapat jika satu Rate Hike sudah ideal, sementara 11 anggota lainnya memilih 2 Rate Hike atau lebih. Dari kesebelas pejabat tersebut, 6 berpihak pada 3 Rate Hike, sedangkan 5 sisanya mempertimbangkan jika 2 kali kenaikan saja sudah cukup.

Jika kita memperhatikan siklus terbaru dari pertumbuhan GDP AS yang cenderung melambat di Q1 kemudian rebound di kuartal-kuartal berikutnya, cukup tidak realistis untuk mengharapkan 11 pendukung Rate Hike di atas bisa mengubah pandangan mereka menjadi nol kenaikan suku bunga.

Secara keseluruhan, ACY meyakini jika proyeksi median dari dot plot suku bunga akan mencerminkan setidaknya satu Rate Hike, masing-masing di tahun 2019 dan 2020. Lebih lanjut, ACY juga berpendapat jika ada 50% peluang bagi Statement FOMC minggu ini untuk menjelaskan rencana lebih detail mengenai pengurangan Balance Sheet. Setidaknya, Ketua The Fed Jerome Powell akan membahas masalah terlebut dalam konferensi persnya.

Pasar saat ini lebih memperkirakan jika The Fed akan berbias dovish, dan potensi Rate Hike akan dieliminasi dalam Statement minggu ini. Itulah mengapa, USD terlihat bergerak melemah terhadap mata uang mayor lain di sesi Asia hari ini.

Kemungkinannya, FOMC akan mengambil pendekatan yang diseimbangkan; penurunan pertumbuhan dan inflasi selama kuartal pertama akan disorot, tapi optimisme juga akan diungkapkan lewat dot plot suku bunga yang berpeluang semakin meningkat di paruh kedua tahun ini.

Jika benar demikian, divergensi antara suku bunga bank sentral AS dengan bank sentral negara G-7 lainnya akan memuncak akhir tahun ini, atau awal tahun 2020.

Sementara itu, volatilitas 3-bulanan USD/JPY senantiasa tertahan, mengingat pair tersebut belum mampu keluar dari level 111.00 dalam 10 sesi trading terakhir. Menurut ACY, situasi ini tidak mengindikasikan arah pergerakan yang jelas, tapi outlook downside lebih terlihat daripada kebalikannya.

Dolar Australia diperdagangkan kembali di atas 0.7100 pada sesi Asia hari ini, seiring dengan menguatnya harga bijih besi yang mampu mendukung pergerakan AUD/USD. Namun, penurunan Yield Obligasi domestik di area terendah 52 minggu, membuat ACY mengekspektasikan jika kenaikan AUD masih terbatas.

Di lain pihak, Sterling kemungkinan masih volatile menjelang rencana kesepakatan Brexit yang masih meramaikan isu pasar minggu ini.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Apakah Penurunan Yield Obligasi Memicu Gelombang Risk Off?

Pandangan FOMC yang cenderung dovish terhadap pertumbuhan masih melekat di benak trader, ketika data-data PMI Zona Euro dirilis lebih rendah dari ekspektasi. Ini merupakan sinyal yang sekali lagi mengingatkan pasar terhadap pernyataan Presiden ECB, Mario Draghi, pada 7 Maret silam.

Selama konferensi paers, Draghi menjelaskan bahwa Dewan ECB telah menurunkan proyeksi ekonomi Zona Euro, sebagai akibat dari "pelemahan berkelanjutan dan ketidakpastian yang menjalar".

Well, angka indeks manufaktur yang diterbitkan Jumat lalu (22/Maret) membuktikan kekhawatiran di atas, karena menunjukkan penurunan dari 49.3 ke 47.6. Sementara itu, PMI Manufaktur Jerman merosot dari 47.6 ke 44.7, dengan data new orders jatuh ke level terendah 10 tahun di titik 40.1.

Reaksi pasar pasca publikasi tersebut terbilang instan. Yield obligasi Jerman bertenor 10-tahunan anjlok ke bawah level 0 untuk pertama kalinya dalam 3 tahun terakhir, sementara EUR/USD terbenam di bawah level 1.1300 dan menyentuh area terendah harian di 1.1275 pada awal sesi London.

Sementara fokus media-media finansial berpusat pada penurunan tajam yield obligasi Jerman, hal yang lebih mengkhawatirkan menurut ACY adalah pasar obligasi global yang telah menunjukkan pelemahan yield di sepanjang tahun ini.

Faktanya, yield obligasi 10-tahunan Prancis, Italia, dan Spanyol mengalami kemerosotan sebesar 30 hingga 40 basis poin (bp) di kuartal pertama. Imbal hasil obligasi pemerintah AS juga turun sebesar 20 bp dalam 3 minggu terakhir. Sementara itu, yield obligasi bertenor 10-tahunan Australia dan New Zealand melemah antara 45 hingga 48 bp selama 2 bulan belakangan.

Masalah penurunan imbal hasil obligasi, ditambah dengan anjloknya indeks saham negara G-7 akhir-akhir ini, biasanya sudah cukup mengindikasikan jika pasar ekuitas global akan mengalami de-leveraging dan mengawali gelombang Risk Off di pasar finansial.

Secara umum, kondisi pasar Risk Off akan memicu penurunan pada pasar saham negara-negara G7, kenaikan pada perdagangan spot Emas, dan penguatan USD terhadap semua mata uang mayor kecuali JPY serta CHF.

ACY memperkirakan terbentuknya konsolidasi harga setelah pergerakan harga yang luas di hari Jumat kemarin. Indikator momentum di time frame H4 sudah terlihat merenggang, terutama pada pair-pair USD. Namun, ACY lebih memilih untuk meningkatkan posisi terhadap USD lebih awal, mengingat pasar obligasi negara-negara G7 tengah mengindikasikan penurunan lebih lanjut dalam waktu dekat.

Sepanjang 4 bulan terakhir, EUR/USD nyaris selalu diperdagangkan di kisaran 1.1250 hingga 1.1500. Harga tidak pernah keluar secara signifikan dari batas-batas Top dan Bottom tersebut. Nyatanya, EUR/USD belum pernah menyentuh 1.1500 sejak 11 Januari lalu, dan penurunan yield obligasi Uni Eropa tampak lebih mengindikasikan ekstensi pergerakan ke arah downside. Proyeksi ini didukung oleh Daily RSI yang berada di 47.00 dan pergerakan turun dari indikator MACD.

Sebelum mengalami reversal tajam pada pekan lalu, volatilitas 3-mingguan USD/JPY telah jeblok ke level terendah 5 tahun, yakni pada kisaran 5.2%. Namun, pergerakan trading hingga 200 poin di hari Kamis hingga Jumat kemarin telah mengangkat volatilitas USD/JPY menjadi 6.4%. Sekedar informasi, pair ini seringkali memimpin pergerakan Risk Off di pasar forex. Selain kekhawatiran tersebut, tekanan bearish USD/JPY juga bisa meningkat seiring dengan semakin dekatnya repatriasi jelang akhir tahun fiskal Jepang (akhir bulan ini).

Sejak mencapai level tinggi di 0.7293 pada akhir Januari lalu, AUD/USD konsisten membentuk Lower High. Walaupun pair ini mengakhiri minggu lalu dengan pergerakan yang tidak terlalu signifikan, Slow Stochastics di time frame Daily sudah melakukan crossing.

Di titik negosiasi Brexit saat ini, Sterling akan cenderung digerakkan oleh prospek perpanjangan Article 50. Jika dilihat dari aksi harga terbaru, maka resistance solid Pound saat ini berada di area 1.3280 dan 1.3300.


Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Benarkah Kebijakan RBA Tak Sesuai Dengan Kondisi Terbaru?

Terakhir kali Reserve Bank of Australia (RBA) melakukan penyesuaian Overnight Cash Rate (OCR) adalah pada 3 Agustus 2016. Kala itu, mereka memotong suku bunga sebesar 25 basis poin (bp). Langkah pemangkasan yang membawa suku bunga acuan ke level 1.5% tersebut merupakan putaran terakhir dari serangkaian Rate Cut yang dimulai sejak November 2011, dan secara akumulatif membabat OCR hingga sebesar 300 bp. Terkait hal ini, RBA bahkan pernah memotong suku bunga sebesar 50 bp pada 2 Mei 2012.

Pada notulen rapat kebijakan 4 Maret lalu, bank sentral Australia lebih berfokus pada perkembangan pasar tenaga kerja domestik sebagai kunci utama dari stabilitas ekonomi secara keseluruhan, meskipun pertumbuhan gaji jelas-jelas terlihat stagnan.

Kurangnya kenaikan gaji tak menggetarkan perspektif para pembuat kebijakan di RBA, yang menilai bahwa pelemahan lebih lanjut dalam tingkat pengangguran nantinya dapat mengungkit laju pertumbuhan upah, menaikkan level konsumsi rumah tangga, dan memungkinkan bank sentral untuk mempertahankan suku bunga, seiring dengan pertumbuhan GDP yang masih belum stabil.

Namun, para investor obligasi Australia tampaknya tidak sependapat dengan optimisme RBA. Pekan lalu, baik yield obligasi pemerintah yang bertenor 5-tahunan maupun 10-tahunan terjun ke level terendah sepanjang masa, masing-masing di level 1.41% dan 1.72%.

RBA kemungkinan tidak membaca hasil penilaian IMF pada perekonomian Australia di kuartal keempat, yang memperlihatkan bahwa rasio utang rumah tangga terhadap GDP sudah mencapai level yang tak terkendali di 120%. Sementara itu, lebih dari 60% kekayaan penduduk diinvestasikan di pasar properti yang tengah lesu; kedua hal itu akan membatasi belanja konsumen dalam jangka menengah.

Dengan melemahnya yield obligasi 1-tahunan dan 5-tahunan di level yang lebih rendah dari 1.5%, tersirat bahwa RBA sudah tertinggal dari situasi terbaru yang mendominasi pasar saat ini, dan sebaiknya melakukan pemotongan suku bunga ke 1.25% pada pertemuan kebijakan Selasa besok (2/April).

Walaupun demikian, dengan adanya pemilu yang diprediksi berlangsung sekitar 5 hingga 6 minggu ke depan, ACY mengekspektasikan jika peluang pemotongan suku bunga RBA di pekan ini hanya akan sebesar 20% hingga 30%. Ini tak lantas menandakan bahwa RBA tidak akan menurunkan proyeksi ekonomi atau meningkatkan bias dovish mereka.

ACY melihat bahwa sentimen pernyataan RBA akan memberikan pengaruh "asimetris" terhadap AUD/USD, dengan risiko lebih lanjut yang mengarah pada penurunan. Dengan kata lain, Statement hawkish dapat mengantarkan Aussie kembali diperdagangkan di 0.7150, sedangkan bias dovish yang lebih dominan akan menekan AUD/USD kembali ke bawah level 0.7000.

Tidak adanya data Zona Euro berdampak tinggi yang muncul di awal hingga pertengahan pekan ini, membuat EUR/USD menatap proyeksi pergerakan yang moderat saja. Faktor penggerak kemungkinan hanya muncul dari rilis Retail Sales atau Durable Goods Orders AS pada hari Senin dan Selasa. Apabila kedua data tersebut lebih baik dari ekspektasi, maka EUR/USD bisa melemah ke bawah kisaran 1.1200.

Sementara itu, USD/JPY mengakhir pekan lalu dengan penguatan dalam range mingguan. Akan tetapi, harga masih dibayangi oleh bias teknikal yang bearish. Di chart Daily, ACY memproyeksi jika resistance harga saat ini berada pada area 111.25 hinga 111.40.

Penolakan draft kesepakatan Brexit untuk yang ketiga kalinya membebani GBP/USD di akhir minggu lalu, dan menyebabkan penurunan hingga lebih dari 1.5%. Indikator-indikator momentum pada pair itu masih menunjukkan bias pelemahan. Jika harga mematahkan level 1.2940, maka Sterling bisa memperpanjang kemerosotan hingga ke level 1.2800.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Akankah Data NFP AS Kembali Ke Jalur Penguatan?

Adalah suatu hal yang wajar bila pasar forex bereaksi dengan volatilitas tinggi setelah rilis data Non-Farm Payroll (NFP) AS. Selama bertahun-tahun, efek domino dari laporan NFP, baik yang lebih kuat ataupun lebih rendah dari ekspektasi, hampir selalu membentuk arah pergerakan harga hingga beberapa sesi trading pasca rilisnya.

Bulan lalu contohnya, pasar tenaga kerja AS mendingin secara signifikan, dengan angka NFP yang mencetak hasil jauh di bawah ekspektasi, yakni 20,000 versus ekspektasi di kisaran 180,000. Hasil tersebut merupakan yang terendah dalam lebih dari 18 bulan, dan walaupun angka NFP Januari direvisi naik dari 304,000 ke 311,000, Dolar AS tidak menunjukkan performa penguatan di hari itu.

Angka NFP AS bulan Februari yang jauh lebih rendah dari ekspektasi, sebagian besar disebabkan oleh Government Shutdown selama akhir Januari, juga cuaca dingin ekstrim dalam beberapa pekan di bulan Februari.

Lemahnya laporan NFP mendorong sebagian pelaku pasar untuk tidak hanya mengkaji ulang ekspektasi suku bunga The Fed, tapi juga memperhitungkan kemungkinan bahwa langkah The Fed selanjutnya bisa saja berupa pemangkasan target FFR dari level 2.50% saat ini.

Outlook suku bunga yang dovish ini tercermin pada proyeksi Fed Fund Futures untuk Januari 2020 yang melemah ke 2.10%, 40 basis poin lebih rendah dari suku bunga saat ini. Penurunan itu terjadi tak lama setelah publikasi laporan NFP bulan lalu. Namun sekarang, proyeksi Fed Fund Futures sudah kembali naik meski hanya ke 2.20%, dan USD berhasil menunjukkan pemulihan versus mata uang mayor lain.

Konsensus untuk data NFP Maret yang akan terbit Jumat besok (5/April) mengisyaratkan adanya rebound ke 175,000, sementara tingkat pengangguran diperkirakan stabil di 3.8%, dan indeks upah meningkat sebesar 0.2%. Bagaimana pasar forex bereaksi terhadap laporan NFP kali ini, dapat bergantung pada kombinasi dari rilis data-data tersebut, berikut revisi dari angka bulan lalu.

0938570f5fb5dbb54bc34cbc715ab69e.png

Secara umum, ACY meyakini bahwa penurunan tajam pada proyeksi suku bunga AS hampir menutup kemungkinan penguatan USD pasca laporan NFP kali ini; bahkan jika NFP dirilis positif sekalipun. Mengeliminasi kemungkinan suku bunga The Fed mungkin masih bisa dimaklumi, tapi lain halnya jika pasar sudah memproyeksi bahwa bank sentral AS akan melakukan pelonggaran kebijakan moneter. Sekalipun begitu, ACY masih lebih memilih untuk berbias Long pada USD di semua pair mayor, kecuali USD/JPY.

USD/JPY sejauh ini diperdagangkan pada area atas dari range mingguan, tapi diperkirakan bakal berakhir di kisaran 111.50 pada perdagangan besok. Di chart Daily, terdapat resistance yang melingkupi area 111.55 hingga 111.65. ACY saat ini memilih sell USD/JPY dari level 111.35, dan menyarankan untuk mempertahankan posisi tersebut dengan target profit terdekat di level 109.10, sementara Stop Loss bisa diposisikan di 112.65.

Sementara itu, AUD/USD sempat menguji level 0.7050 di hari Rabu (3/April), tapi berhasil menguat pasca publikasi Retail Sales yang lebih baik dari ekspektasi. Menurut analisa ACY, pair tersebut akan naik hingga ke 0.7160, sebelum akhirnya melemah lagi hingga kembali ke kisaran 0.7050. Jika harga menembus level itu dalam jangka pendek, maka peluang Sell dapat diambil. ACY saat ini mengincar entry Sell AUD/USD dari kisaran 0.7135, dengan target keuntungan di level 0.6930 dan Stop Loss di 0.7225.

Dengan absennya data berdampak tinggi dari Zona Euro di pekan ini, EUR/USD hanya akan diperdagangkan secara terbatas di bawah 1.1250. Pergerakan harga di chart Daily pair menunjukkan potensi support kunci dekat level 1.1170. ACY memilih untuk merencanakan Sell EUR/USD dari level 1.1395, dengan target profit di 1.1115 dan Stop Loss pada kisaran 1.1365.

Di Inggris, resolusi untuk negosiasi Brexit tampaknya akan berujung pada deadline 12 April mendatang. Dengan segala kemelut yang sudah terjadi, pada tahap ini, kemungkinan paling besar yang bisa terjadi adalah Soft Brexit dengan penundaan batas waktu yang lebih lama. Ini dapat memberikan dorongan bagi Sterling untuk menguji resistance 1.3200. Saat ini, proyeksi ACY untuk GBP/USD cenderung flat. Rekomendasi yang diberikan adalah Sell GBP/USD bagi trader jangka pendek di kisaran 1.3210, dengan target di 1.2920 dan Stop Loss di 1.3315.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Back
Top