ACY - Analisa Market

Kebijakan ECB Dan FOMC Membuat Pair Mayor Defensif

Kemunculan berita dari The Fed dan ECB di hari yang sama bukanlah suatu hal baru. Namun perpindahan jadwal pertemuan ECB dari Kamis ke Rabu, membuat peristiwa itu berdekatan dengan rilis notulen FOMC untuk rapat bulan lalu. Sayangnya, berbagai pengumuman dan forecast yang diperkirakan bisa mengguncang pasar justru absen, sehingga respon pasar forex pun cenderung sunyi.

Namun jika kita menggali lebih dalam, terdapat detail-detail penting yang tersirat di sela komentar para pejabat bank sentral. Pernyataan tersebut disinyalir ACY dapat memberikan pengaruh pada arah pergerakan mata uang mayor berikutnya.

EUR/USD telah menguat hingga hampir menyentuh batas 1.1300 jelang konferensi pers ECB kemarin (10/April). Walaupun mayoritas data berdampak tinggi dari Zona Euro cenderung lesu dalam beberapa minggu terakhir, pendukung bull Euro dan para buyer Dolar berharap jika Mario Draghi dapat mengumumkan pernyataan bernada positif.

Nyatanya, Statement dari Presiden ECB tersebut justru mengindikasikan bahwa para anggota dewan tidak mendiskusikan detail lebih lanjut mengenai TLTRO 3, ataupun skema tiered interest rate yang beberapa waktu lalu diajukan.

Pernyataan Draghi pada konferensi pers lebih menitikberatkan pada kelanjutan QE, dan bahwa bank sentral akan mempertahankan deposit rate di kisaran negatif hingga tahun 2020. ECB juga mengungkapkan bahwa mereka akan menggunakan semua perangkat kebijakan yang diperlukan untuk mendorong laju petumbuhan dan inflasi menuju level 2%; target yang berusaha dicapai dengan perangkat-perangkat kebijakan yang sama selama lebih dari 10 tahun terakhir.

Di sisi lain, notulen FOMC memicu sedikit respon positif terhadap Dolar, karena melukiskan bahwa para anggota masih berpegang pada prinsip "data dependency" untuk menentukan kebijakan suku bunga di tahun 2019.

Secara keseluruhan, ACY menilai jika ECB terang-terangan bersikap pesimis, sementara The FED cenderung berhati-hati dalam menyuarakan optimismenya. Ini bukanlah situasi baru yang dihadapi pasar forex, dan jika terus berlangsung, akan membebani reli USD. Meskipun begitu, ACY menganggap jika pelemahan Indeks Dolar akhir-akhir ini hanya bersifat sementara dan korektif secara teknikal.

Kebijakan ECB dan The Fed

Menurut laporan CoT (Commitment of Traders) dari CME, bias sell EUR/USD telah meningkat ke level 6 bulan tertinggi di akhir pekan lalu. Namun, kenaikan dari 1.1220 ke 1.1280 dalam minggu ini tampaknya sudah cukup untuk memproyeksikan penurunan posisi jual terhadap Euro, yang memberikan dampak pada rasio Short/Long mata uang tersebut terhadap Dolar AS. Dengan absennya data berdampak tinggi dari Zona Euro hari ini, ACY memprediksi jika EUR/USD akan menguji batas 1.1300.

Sementara itu, AUD/USD telah menekan level 0.7180 sebanyak 2 kali dalam waktu 24 jam terakhir. Meskipun indikator momentum masih memperlihatkan posisi netral, ACY memperkirakan jika seller baru akan masuk setelah harga menyentuh 0.7200.

USD/JPY menunjukkan sinyal-sinyal perubahan tren setelah harga gagal tertutup di atas level 112.00 minggu lalu. Pergerakan pair saat ini berada di kisaran 111.10, sedikit di bawah MA 30 yang terpatri di harga 111.25. Sementara itu, Daily RSI pair ini kembali turun ke bawah level 50.00.

Berita hari ini mengenai perpanjangan deadline Brexit selama 6 bulan tidak mampu melesatkan GBP/USD di sepanjang sesi Asia. Kemungkinan besar, berita ini sudah diantisipasi dan para seller kini sedang bersiap untuk mendorong harga turun.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Peluang Trading Dari "Sindrom China"
Sejak awal tahun, People's Bank of China (PBoC) telah menyuntikkan stimulus masif untuk memulihkan kondisi ekonomi. Total dana yang digelontorkan dalam program ini di Q1 hampir mencapai 800 miliar Dolar AS, sekitar 9% dari GDP China di tahun 2018. Tak sia-sia, upaya itu termanifestasi ke dalam perolehan data-data ekonomi yang lebih tinggi dari ekspektasi.

Biro Statistik Nasional China melaporkan Produksi Industri yang melompat dari 5.9% ke 8.5% dalam basis tahunan. Sementara itu, Retail Sales meningkat ke 8.7% versus estimasi 8.5%, dan GDP mempertahankan performa pertumbuhan Q4 di kisaran 6.4% secara year-on-year.

Setelah awal yang terjal di tahun 2019, PBoC memang berharap jika stimulus berskala besar yang diluncurkan dapat memacu investasi domestik, mengangkat minat konsumsi, dan memantik kembali gairah di sektor manufaktur.

9cef4acd86699113ed5b52ad99e66c7b.png


Data-data ekonomi China yang mengungguli ekspektasi pun berhasil membawa AUD/USD melewati 0.7200 untuk pertama kalinya dalam sebulan. Sementara itu, EUR/USD juga sukses melalui level 1.1280 yang kini sudah menjadi support terdekat untuk pair tersebut.

Akan tetapi, optimisme terhadap pertumbuhan China yang tercipta dari rilis serangkaian data di atas tidak dibarengi dengan kondisi di pasar obligasi domestik. Menurut analisa ACY, bond market China lebih merefleksikan perlunya outlook hawkish PBoC sebagai nada kebijakan ke depan.

Ditambah lagi, Overnight Repo Rate telah melesat dari 1.5% ke level tertinggi 4 tahun di level 2.95%, setelah pemangkasan Reserve Ratio yang lama ditunggu-tunggu tak terealisasi di awal bulan ini. Yield obligasi bertenor 10-tahunan juga menguat sebesar 30 basis poin ke 3.40% dalam kurun waktu dua minggu terakhir.

PBoC kemungkinan telah mengerahkan semua potensi kebijakan moneter longgar di Q1, sehingga mereka akan mulai menekankan kontrol terhadap Money Supply berlebih dan mengurangi stimulus di paruh kedua tahun ini. Maka dari itu, impuls "risk on" yang terdapat di pasar forex dan saham minggu ini agaknya telah mencapai titik penghabisan. ACY pun memproyeksi jika reli USD berikutnya akan tiba dalam waktu dekat.

Komentar dari para pejabat ECB di awal minggu ini masih menggarisbawahi pernyataan Mario Draghi, bahwa proyeksi pertumbuhan Uni Eropa telah mencapai poin maksimalnya, dan pelemahan secara menyeluruh di Zona Euro akan berlanjut di kuartal kedua tahun ini.

Sementara itu, notulen RBA Selasa kemarin (16/April) mengkonfirmasi bahwa target kondisi ideal untuk penyesuaian Rate Hike saat ini sudah terlampau tinggi, sehingga arah kebijakan selanjutnya yang lebih memungkinkan adalah penurunan suku bunga. Sekalipun begitu, para pejabat bank sentral Australia kompak menyoroti kuatnya pertumbuhan tenaga kerja yang dapat berimbas pada peningkatan upah di Q2.

Atas pertimbangan tersebut, ACY masih mempertahankan outlook bearish terhadap AUD/USD, dan meyakini jika pair itu akan diperdagangkan turun dalam beberapa waktu ke depan.

Di sisi lain, USD/JPY telah bergerak dalam kisaran sempit antara 111.80 dan 112.15 di sepanjang minggu ini. Menurut pengamatan ACY, pertaruhan pasar senilai lebih dari 8 miliar Dolar AS telah menempatkan pair ini pada kisaran 111.70 hingga 112.30, sehingga tak heran jika volatilitas USD/JPY cenderung lemah dalam beberapa hari terakhir. Secara teknikal, indikator momentum pair tersebut sudah membentuk divergence, dengan Daily RSI yang selip ke 61.60.

Mengenai Brexit, putusan penundaan deadline nyatanya tak banyak menyokong pergerakan Sterling. GBP/USD masih diperdagangkan di bawah MA 30 dalam 6 sesi terakhir. Saat ini, level 1.2980 merepresentasikan batas Double Bottom. Terjadinya break dari area ini akan memicu ekstensi penurunan menuju 1.2910.


Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Dolar Australia Melemah Jelang Rilis CPI

Menjelang libur Paskah akhir pekan lalu, Dolar AS berhasil pulih versus mata uang G-7 kecuali JPY. Penguatan ini sebagian besar disebabkan oleh divergensi data-data berdampak tinggi dari AS dan negara-negara rivalnya dari wilayah Asia dan Zona Euro. Setelah pergerakan yang positif, banyak trader forex bertanya-tanya apakah USD sedang bersiap untuk breakout, atau justru akan kembali menaati range yang terbentuk di pair-pair mayor dalam beberapa waktu terakhir?

Awal pekan ini dimulai tanpa banyak volatilitas, karena sebagian besar pasar masih tutup dalam rangka libur Paskah. Namun, pasar akan kembali bergeliat dalam beberapa hari setelahnya, mengingat kalender ekonomi telah menunjukkan beberapa rilis data dan event berdampak tinggi di minggu ini.

Beberapa laporan yang paling berpotensi menggerakkan pasar termasuk CPI Australia di hari Rabu, rapat kebijakan Bank of Japan (BoJ) dan Bank of Canada (BoC) di hari Kamis, serta rilis GDP AS pada hari Jumat.

Jika berkaca pada pergerakan harga di chart Daily, laporan CPI Australia akan menjadi penggerak utama bagi AUD/USD dan pair-pair AUD lainnya. Untuk saat ini, pasar mengekspektasikan setidaknya satu pemangkasan suku bunga RBA di penghujung tahun 2019. Proyeksi suku bunga acuan saat ini memperkirakan adanya pemotongan sebesar 30 basis poin pada Januari 2020. Sementara kemungkinan Rate Cut yang dilakukan pada akhir tahun ini sudah mencapai 70%.

Akan tetapi, rilis data ekonomi Australia dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan hasil yang lebih baik dari ekspektasi, dengan Employment Change yang rata-rata tumbuh 35,000 per bulan dan PMI komposit yang meningkat di atas ambang 50.00.

Namun, konsensus pasar untuk CPI Australia Q1 yang rilis Rabu besok menunjukkan prediksi pelemahan selama 3 kuartal berturut-turut ke 0.2%. Hal ini kemudian mengarah pada forecast penurunan inflasi tahunan dari 1.8% (level Q4 2018) ke 1.5%. Selain itu, laju komponen inflasi lain juga diekspektasikan turun dari angka periode sebelumnya.

Pencapaian Indeks Harga Konsumen yang cukup jauh dari batas atas RBA di 2.3%, memberikan kemungkinan bagi sang ketua, Philip Lowe, dan pejabat lainnya untuk mengambil langkah pemotongan suku bunga, terutama apabila outlook ekonomi dan pasar tenaga kerja cenderung lesu dalam beberapa bulan ke depan. Menurut perkiraan ACY, RBA bisa saja menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin di awal Q3 tahun ini.


fabf52297269b4527113cec64e8c5e0a.png

Sejak pertengahan Februari, AUD/USD telah diperdagangkan di kisaran 0.7210 hingga 0.7000. Pair tersebut mengawali minggu ini di sekitar level 0.7150, setelah gagal menembus 0.7200 pada pekan sebelumnya. Kondisi MACD dan RSI untuk pair ini sedang menunjukkan penurunan.

Di sisi lain, USD/JPY terjebak dalam range pergerakan sebesar 40 poin di sepanjang minggu lalu. Hasil analisa ACY mengindikasikan bahwa range USD/JPY tersebut adalah yang paling sempit di lebih dari satu dekade terakhir. Kegagalan harga membangun momentum untuk breakout dari 112.00 menunjukkan bahwa posisi trader lebih terakumulasi di sisi Short jelang rapat BoJ minggu ini. Secara teknikal, USD/JPY diproyeksi akan kembali menguji support 111.60.

Sementara itu, forecast EUR/USD telah didominasi oleh tingginya spekulasi dalam beberapa pekan terakhir. Meski secara umum bergerak di atas level 1.1200 selama 3 minggu ini, posisi Short spekulatif untuk pair EUR/USD terus meningkat hingga mencapai 240,000. Perlu diperhatikan juga bahwa pasangan mata uang ini telah melintas ke bawah 1.1200 sebanyak 4 kali di tahun 2019, tapi hanya sekali tertutup di bawah level tersebut.

Dengan sepinya data berdampak tinggi dari Zona Euro di minggu ini, cukup sulit memperkirakan katalis apa yang bisa memicu penurunan Euro hingga ke support 1.1180. Meski demikian, ACY akan mencermati USD/TRY karena jika pair tersebut sampai menembus 6.00, maka efeknya bisa merembet ke Euro.

Walaupun rilis Retail Sales dan data perumahan minggu lalu terbilang kokoh, GBP/USD masih menunjukkan pergerakan di 1.2970 (kisaran terendah 3 minggu) pada akhir pekan lalu. Parlemen Inggris akan kembali mengagendakan kegiatan di hari Selasa, dan ACY mengantisipasi jika perdebatan seputar Brexit akan kembali memanas, terutama dengan semakin dekatnya pemilu daerah di Inggris yang digelar 2 Mei mendatang. Secara teknikal, GBP/USD masih terlihat lemah dengan grafik MACD dan RSI yang menunjukkan penurunan.


Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Akankah Masalah Turki Memicu Krisis Euro Berikutnya?

Dalam waktu 3 bulan terakhir, EUR/USD cenderung diperdagangkan dalam range harga sebesar 200 poin, yakni antara 1.1200 dan 1.1400. Ada saat-saat ketika range tersebut ditembus, tapi break harga selalu singkat dan tak pernah berlanjut membentuk ekstensi breakout.

Namun, kondisi itu berubah di minggu lalu, ketika mata uang berjuluk Single Currency ini mematahkan batas bawah range di level 1.1200 dan menyentuh level terendah 2 tahun di 1.1110 pada Jumat kemarin (26/April). Pada akhir pekan, Euro kemudian sedikit pulih ke kisaran 1.1145/50.

Katalis penurunan harga yang paling banyak disorot adalah melemahnya indeks sentimen Ifo Jerman yang mencapai level 99.2. Hasil tersebut membalikkan optimisme pasar yang sebelum ini meyakini, bahwa kontraksi sektor manufaktur Jerman di kuartal pertama akan membaik di awal kuartal kedua.

Dengan masalah Brexit yang masih berlarut-larut, protes "rompi kuning" di Prancis yang sudah memasuki minggu ke-24, dan pemilu parlemen Uni Eropa di akhir Mei, European Central bank (ECB) kemungkinan besar tengah menghadapi rintangan kuat dalam upaya meningkatkan suku bunga di tahun 2019.

Lebih lanjut, masalah-masalah di atas juga berpotensi diperberat oleh isu yang kian berkembang di Turki. Hal ini pun semakin membebani pergerakan Euro.

Outlook negatif dari Turki berasal dari berbagai perkara, mulai dari kekacauan politik, kurangnya stabilitas sosial, hingga penyelesaian masalah finansial yang layak dipertanyakan.

Awal bulan ini, Bank Sentral Turki (CBT) merilis laporan mengenai kepemilikan cadangan devisa sebesar 25 miliar USD dari pendapatan internal. Namun perlu diperhatikan juga bahwa Turki memiliki utang senilai 180 miliar USD yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan ke depan. Dengan demikian, CBT tidak dalam posisi kuat untuk mengatur utang eksternal ataupun melindungi nilai tukar mata uangnya, Lira (TRY).

971b1accaad6cefcb69ad0839c054d7d.png


Parahnya lagi, data statistik dari bank-bank Uni Eropa pekan lalu mengkonfirmasi bahwa dari Balance Sheet CBT yang sebesar 25 miliar USD itu, lebih dari 12 miliar di antaranya berasal dari transaksi swap jangka pendek, yang pada gilirannya nanti perlu dibayarkan kembali dalam waktu 2 bulan ke depan.

Bisa disimpulkan, CBT telah keliru mengenai kesehatan keuangan negaranya, dalam upaya menstabilkan nilai TRY dan mencegah penurunan peringkat kredit atas utang eksternal bruto yang sebesar 400 miliar USD. Diperkirakan, Turki memiliki utang luar negeri terhadap ECB dan bank-bank negara anggota Uni Eropa sebesar 250 miliar USD.

Lantas, mengapa masalah Turki perlu diperhatikan bagi para trader Euro? Terakhir kali Turki mengalami goncangan adalah Agustus 2018 lalu. Antara 1 Agustus hingga 13 Agustus, USD/TRY menguat dari 5.10 ke 7.10. Dengan kata lain, Lira Turki telah kehilangan 40% dari nilai tukarnya tehadap USD. Pada periode waktu yang sama, EUR/USD anjlok 3.2% dari 1.1680 ke 1.1310.

Selama 10 hari terakhir, TRY telah melemah 10% seiring dengan terungkapnya fakta di balik klaim CBT. Saat ini, USD/TRY sudah mendekati area 5.95. Meski masih cukup sulit untuk memperhitungkan di level mana pair ini akan bergerak, adanya breakout di atas 6.00 akan menimbulkan risiko downside bagi Euro.

Secara teknikal, rebound EUR/USD dari level rendah Jumat lalu bisa mencapai 1.1180, tapi pergerakan harga masih dibayangi oleh indikator Daily Momentum yang menunjukkan pelemahan.

Sementara itu, pasar finansial Jepang akan ditutup minggu ini dalam rangka kenaikan takhta Kaisar yang baru. Walaupun arus perdagangan dari Tokyo bakal menipis, ACY memaklumi jika jika Yen Jepang nantinya bisa menguat di berbagai pair cross. Garis MA 30 pada chart USD/JPY saat ini tengah berada di kisaran 111.30 dan menjadi support kunci. Jika harga tembus ke bawah level tersebut, maka Dolar AS bisa tenggelam lebih dalam ke level 110.70.

Setelah jatuh 100 poin pada hari Rabu lalu (24/April), AUD/USD akhirnya memulai pemulihan dari bawah level 0.7000 di akhir pekan. Namun, rebound pair ini hanya akan terbatas sampai ke 0.7050, untuk memenuhi kondisi Oversold jangka pendek yang telah tampak. Level terendah hari Kamis di 0.6988 tidak memiliki signifikansi teknikal di chart Daily, sehingga harga lebih berpeluang merosot ke 0.6980 daripada menanjak ke sekitar 0.7125.

Di sisi lain, BoE sudah diproyeksi untuk tidak mengumumkan perubahan kebijakan apapun pada hari Kamis mendatang (2/Mei). MPC telah memutuskan untuk mempertahankan suku bunga dengan hasil voting 9-0 dalam 12 pertemuan terakhir, dan ACY memperkirakan jika perubahan pada hasil pemungutan suara itu akan menjadi kejutan yang bisa menjadi market mover. Secara teknikal, GBP/USD terlihat sedikit Oversold. Pair ini kemungkinan akan mengalami retracement ke 1.3000 dalam beberapa hari berikutnya.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Dolar AS Kokoh Pasca Pengumuman Kebijakan Fed

Dengan pasar finansial Jepang dan China yang tutup di sisa minggu ini, dan liburnya pasar Eropa dalam rangka May Day, pergerakan harga di pasar forex cenderung kalem dalam merespon pertemuan FOMC. Sekalipun pusat keuangan di berbagai belahan dunia kemarin aktif, tak ada ekspektasi terhadap pandangan Fed untuk kebijakan moneter mereka.

Tinjauan bank sentral AS untuk perekonomian disesuaikan untuk mengakomodasi naiknya pertumbuhan yang tercermin pada laporan GDP Q1 lalu. Hal ini sudah sesuai ekspektasi pasar. Namun, para pejabat The Fed juga mengakui adanya hambatan sementara yang berasal dari Partial Government Shutdown, juga musim dingin ekstrim yang berlangsung hingga Maret.

Beberapa jam sebelum FOMC meeting bulan ini, laporan ketenagakerjaan ADP untuk Maret 2019 berhasil melampaui ekspektasi penambahan 180,000, dan mencatatkan hasil 275,000 yang merupakan angka tertinggi 9 bulan.

Dalam pernyataannya, Ketua The Fed Jerome Powell sempat merujuk pada kuatnya pasar tenaga kerja. Namun pertumbuhan upah yang moderat belum berkontribusi pada kenaikan inflasi menuju target bank sentral.

Kondisi tersebut jelas terlihat pada laporan GDP minggu lalu, yang menunjukkan bahwa price deflator melemah dari 1.6% ke 0.9% sejak akhir Q4. Sisi positifnya, inflasi PCE yang lebih diperhatikan The Fed hanya melemah dari 1.4% ke 1.3%.

Jerome Powell juga mencermati bahwa kurva yield obligasi AS bertenor 2 tahunan dan 10 tahunan telah menurun lebih dari 12 basis poin sejak pertemuan The Fed bulan Maret lalu. Dalam pandangan ACY, kurva yield obligasi tersebut lebih bisa digunakan sebagai acuan market pricing ketimbang pernyataan kebijakan moneter The Fed.

5f88abbb8979d7f7e38d867d06573bf0.png


Seiring The Fed yang telah nyaman dengan sikap "data dependency", rilis data Non-Farm Payroll (NFP) AS yang diterbitkan pada Jumat besok (3/Mei) akan menambah signifikansi pada pergerakan pair-pair mayor.

Mengingat laporan ADP tidak selalu bisa diandalkan untuk memperkirakan NFP, maka konsensus pasar memiliki forecast tersendiri untuk data ketenagakerjaan kali ini, yaitu sebesar 180,000. Sementara itu, tingkat pengangguran diprediksi tetap di 3.8%, dan kenaikan upah per jam diekspektasikan menguat dari 0.1% ke 0.3%.

Dengan sedikitnya rilis data ekonomi berdampak tinggi yang muncul hingga NFP AS besok, ACY menilai jika pair-pair forex mayor hanya akan diperdagangkan dalam batas range pekan lalu.

Rebound EUR/USD sudah melambat sedikit di atas MA 30 pada kisaran 1.1250. Daily RSI untuk pair tersebut turun di bawah batas 50.00, sementara indikator-indikator momentum juga menunjukkan pelemahan.

Meskipun pasar Jepang masih tutup hingga 5 hari perdagangan ke depan, USD/JPY masih membuat pergerakan turun hingga ke level terendah 2 minggu, tepatnya pada level 111.05. Sementara itu, pasar saham AS cenderung melemah di sesi perdagangan hari ini. Level support kunci berikutnya untuk USD/JPY ada di kisaran 110.80.

AUD/USD masih terus tertahan di area resistance 0.7070 dan 0.7090. Daily RSI masih di bawah 40.00 dan terlihat turun, yang mengindikasikan bahwa harga masih berpeluang menguji area 0.7000 dalam jangka pendek.

Serupa dengan FOMC, Bank of England juga tidak diekspektasikan untuk membuat perubahan apapun dalam pertemuan kebijakannya hari ini. Semalam, GBP/USD menyentuh level tertinggi 3 minggu pada kisaran 1.3105, tapi saat ini terlihat akan kembali ke zona sell di chart Daily.
 
Potensi Rate Cut RBA Dan RBNZ Pekan Ini

ef2ac5a32ef059e7e38fac55525a77ee.png

Walaupun angka NFP AS Jumat pekan lalu (06/Mei) menunjukkan kenaikan, Dolar AS justru kehilangan gain mingguan versus sebagian besar mata uang mayor lainnya.

Perlu diketahui, jumlah pekerjaan baru yang tercatat dalam laporan NFP April 2019 adalah sebesar 263,000, lebih tinggi dari forecast 181,000. Sementara itu, tingkat pengangguran jatuh ke level terendah 40 tahun di 3.6%, lebih baik dari ekspektasi pasar di 3.8%. Sayangnya, data upah pekerja per jam yang mengecewakan membuat pergerakan Greenback menjadi lesu. Laporan tersebut diketahui hanya tumbuh 0.2%, lebih rendah dari proyeksi kenaikan ke 0.3%.

Tak dapat dipungkiri, komponen upah dalam ketenagakerjaan AS merupakan indikator penting yang diawasi para pejabat The Fed dalam beberapa bulan terakhir. Dalam prinsip "sebab-akibat", pertumbuhan upah biasanya sejalan dengan kenaikan inflasi yang termasuk dalam pengukuran utama The Fed di sektor konsumsi.

Respon pesimis yang ditunjukkan USD pasca kenaikan GDP Q1 ke 3.2%, ditambah dengan penurunan harga yang terjadi pasca rilis data upah, membuat para pengamat pasar mencermati bahwa divergensi pertumbuhan yang telah mendukung USD selama ini telah mencapai puncaknya. Jika hal itu benar terjadi, maka rilis data dan event pekan ini akan menjadi faktor penentu, yang membuktikan apakah puncak divergensi pada pertumbuhan USD hanya berlangsung sementara atau tidak.

Di sisi lain, bank sentral Australia (RBA) dan New Zealand (RBNZ) akan melangsungkan pertemuan kebijakan, masing-masing di hari Selasa (07/10) dan Rabu (08/10). Proyeksi pasar memperkirakan jika dibanding RBA, RBNZ lebih mungkin memangkas suku bunganya minggu ini.

Dengan NZD/USD yang melemah lebih dari 5% sejak 27 Maret, prospek Rate Cut RBNZ kini telah mencapai 50%. Dilihat dari segi teknikal, reli 50 poin dari Low hari Jumat (0.6605) mengindikasikan bahwa para trader forex sebaiknya jangan terlalu yakin jika pemotongan suku bunga dalam waktu dekat akan menjadi "kebijakan sekali waktu". Sebaliknya, langkah ini bisa menjadi awal mula dari siklus penurunan suku bunga bagi RBNZ.

Di lain pihak, kemungkinan Rate Cut RBA pekan ini hanya mencapai 30%. Namun, forecast penurunan suku bunga untuk sepanjang tahun ini adalah sebanyak 2 kali, masing-masing sebesar 25 basis poin, dan kemungkinannya sudah mencapai 40%. Karena itu, ACY memperingatkan para trader forex untuk mengantisipasi Statement RBA pada Selasa besok.
AUD/USD sendiri telah merosot lebih dari 3% sejak 18 April, ketika pair tersebut melewati batas 0.7200. Harga kemudian menyentuh level rendah baru pada akhir pekan lalu di level 0.6985, sebelum akhirnya pulih ke 0.7220 pada sesi penutupan. Menurut ACY, Dolar Australia berpotensi turun ke area 0.7060 jelang pengumuman suku bunga RBA, dan berpotensi melesat hingga ke 0.7100 jika bank sentral tersebut mempertahankan suku bunganya.

Sementara itu, EUR/USD sukses rebound hingga 60 poin dari level rendah Intraday di 1.1135 yang tercapai Jumat kemarin. PMI Jasa Zona Euro yang akan dirilis sore nanti akan menjadi katalis pertama untuk menguji penguatan mata uang Euro di pekan ini. Titik High minggu lalu di 1.1265 bisa dipatok sebagai resistance terdekat, apabila laporan PMI lebih baik dari ekspektasi.

Pasar finansial Jepang masih tutup hingga Rabu besok, membuat pasangan mata uang USD/JPY perlahan turun. Pair tersebut belum pernah diperdagangkan di atas 112.00 dalam lebih dari sepekan terakhir, dan cenderung melemah pada akhir minggu lalu. Key support berikutnya masih bertahan di area 110.60/70.

Sterling diperdagangan di level tertinggi 6 minggu pada 1.3170, setelah hasil pemilu lokal Inggris menunjukkan bahwa partai PM May kehilangan hampir 1000 kursi di dewan perwakilan daerah. Tampaknya, ini akan menjadi persoalan baru dalam negosiasi Brexit dan bisa mengarah pada nuansa Brexit yang lebih soft karena berkurangnya pengaruh pihak Konservatif.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
USD/JPY Melemah Di Tengah Memanasnya Tensi Dagang

Pada hari yang sama di minggu lalu, delegasi AS dan China dalam proses negosiasi dagang sama-sama mengutarakan Statement yang menggembirakan pasar finansial global, dengan memproyeksikan bahwa persetujuan yang komprehensif antara kedua negara akan tercapai pada 10 Mei.

Outlook ini membuat trader forex terlalu "nyaman", sehingga mereka sama sekali tidak siap ketika Presiden Trump mengindikasikan usainya gencatan senjata perang dagang yang sudah berlaku sejak Desember tahun lalu.

Melalu cuitannya di Twitter, Trump menyatakan bahwa tarif saat ini yang sebesar 10% dan diberlakukan pada 200 miliar USD barang-barang China, akan dinaikkan menjadi 25% pada hari Jumat mendatang. Kemudian, 325 miliar USD produk-produk China yang lain juga akan dibebani tarif 25% dalam beberapa minggu ke depan.

Spekulasi awal mengenai imbas kenaikan-kenaikan tarif di atas mengestimasi bahwa kebijakan terbaru Trump bisa mencukur sekitar 2.0% dari GDP China, dan dapat mengempaskan 10% dari GDP AS di sepanjang tahun 2019.

Jika memperhatikan laporan neraca perdagangan China terbaru, maka terlihat bahwa perubahan tarif impor AS telah begitu mempengaruhi dinamika ekspor impor China. Surplus perdagangan China secara mengejutkan merosot di bulan April, hanya mencapai 95 miliar USD, lebih rendah dari forecast pasar yang memperkirakan surplus hingga 265 miliar USD.

Penurunan surplus tersebut berkontribusi pada penurunan ekspor secara year-on-year ke level 2.7%, begitu juga dengan kenaikan 4% pada data impor. Padahal, impor China sempat turun 10% di bulan Maret. Ironisnya, surplus perdagangan China terhadap AS secara khusus justru meningkat 10% sejak tarif impor Trump pertama kali diterapkan.

780e81297b517ea399415312525cfd80.png

Seperti halnya yang biasa terjadi ketika pasar finansial sedang dalam mode Risk Off, USD/JPY diperdagangkan melemah. Pair tersebut dibuka dengan gap turun pada pembukaan sesi Asia Senin lalu (06/Mei), dan memasuki level di bawah 110.00 untuk pertama kalinya dalam lebih dari 6 pekan terakhir.

Level rendah Intraday 25 Maret terbentuk di kisaran 109.70. Dalam pandangan ACY, jika USD/JPY terus turun hingga menembus level tersebut, maka akan memicu pelepasan posisi Long lebih lanjut, dan mendorong trader untuk membuka posisi Short baru untuk mengikuti Downtrend. Walaupun indikator-indikator di Chart Daily tengah mendekati level Oversold, target support terdekat masih cukup jauh dari harga saat ini, yakni di area 108.60.

Sementara itu, RBA memutuskan untuk mempertahankan suku bunganya pada hari Selasa lalu (07/Mei). Ini menandai kebijakan suku bunga di kisaran rendah 1.50% selama 34 bulan berturut-turut. Menariknya, Yield Obligasi Australia kini sudah berada di bawah 1.50%, mengindikasikan bahwa suku bunga RBA sudah semakin tertinggal dari kondisi pasar yang sebenarnya.

Secara teknikal, rebound AUD/USD pasca pengumuman RBA telah terhenti di dekat level 0.7050. Indikator-indikator momentum ACY untuk pair ini masih menunjukkan sinyal pelemahan.

Setelah diperdagangkan melemah ke 1.1130 pada awal Senin lalu, EUR/USD cenderung bergerak dalam range 50 poin di kisaran 1.1170 dan 1.1220 selama dua sesi perdagangan terakhir. Serangkaian posisi Option di kisaran 1.1150 akan kadaluarsa besok, dan ini bisa semakin membuka jalan penurunan EUR/USD lebih lanjut menuju 1.1100.

Reli Sterling minggu lalu tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kekhawatiran Brexit baru yang menekan GBP/USD hingga ke bawah level 1.3050. Angka preliminer GDP Inggris yang akan terbit Jumat depan diprediksi flat, dan menurut standar UE, hal ini sudah cukup baik. Secara teknikal, resistance terdekat GBP/USD berada di 1.3090, sementara support-nya ada di 1.2840.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Data Ekonomi Vs Perang Dagang, Manakah Yang Jadi Katalis Minggu Ini?

Dengan dimulainya minggu baru, persoalan dagang AS-China turut memasuki ketidakpastian baru: seberapa agresif Beijing akan membalas pemerintah AS yang baru saja meningkatkan tarif impor dari 10% menjadi 25%, dan seberapa cepat AS menerapkan tarif baru tersebut pada barang-barang China senilai 200 miliar USD.

Para pakar teknikal yang berpendapat jika pola-pola harga di chart lebih berdampak dari berita fundamental, menganggap bahwa memanasnya tensi dagang AS-China hanyalah noise di tengah dinamika trend dan retracement harga.

ACY tidak sependapat dengan pandangan tersebut, mengingat gesekan dagang antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia tampak semakin menjauh dari penyelesaian yang komprehensif.

69d0ed41d379d0e3c50e782e9b74e1cf.png

Akan tetapi, belum adanya perkiraan waktu yang tepat bagi kebijakan balasan China, juga minimnya gambaran mengenai pernyataan-pernyataan berikutnya dari Washington, membuat ACY beralih pada data ekonomi berdampak tinggi untuk memperkirakan bagaimana dampaknya terhadap outlook teknikal berbagai pair mayor.

Berdasarkan jadwal di kalender ekonomi, Zona Euro akan menjadi kawasan yang paling banyak merilis data penting pekan ini. Di antara beberapa laporan tersebut, angka Industrial Production Zona Euro dan survei ZEW Jerman di hari Selasa layak dicermati, begitu pula dengan Flash GDP di hari Rabu, dan pertemuan Menteri Keuangan Uni Eropa pada hari Jumat.

Setelah menguji level 1.110 pada 26 April silam, EUR/USD rebound dan menutup perdagangan pekan lalu di level harga yang lebih tinggi dari 9 sesi sebelumnya. Area 1.1260 terpantau menjadi level pengujian di chart Daily yang selaras dengan level MA-50. Grafik RSI saat ini terpaut di 52.00, mengindikasikan potensi penguatan harga ke 1.1280/90 bila data-data ekonomi Zona Euro minggu ini sukses melewati ekspektasi. Support terdekat EUR/USD berada di 1.1180. Jika harga menembus level tersebut, maka ini akan menjadi sinyal bahwa koreksi kenaikan harga sudah berada di titik jenuh.

Sementara itu, terdapat dua laporan ekonomi berdampak tinggi yang dapat mempengaruhi pair-pair AUD pekan ini, yakni indeks upah dan laporan ketenagakerjaan. Mengingat RBA telah menandai pertumbuhan tenaga kerja dan inflasi sebagai kunci bagi kebijakan moneter bank sentral, maka rilis Wage Price Index di hari Rabu dan laporan ketenagakerjaan pada Kamis mendatang akan diperhatikan pasar untuk menentukan timing penyesuaian suku bunga RBA.

Selama 4 minggu terakhir, pasangan mata uang AUD/USD terus melemah. Walaupun momentum penurunan tampak melambat di akhir pekan lalu, harga bisa kembali merosot bila level 0.6960 terpatahkan. Resistance AUD/USD kini berada di area 0.7030 hingga 0.7060. Menurut outlook ACY, hanya penutupan harga di atas 0.7060 yang bisa membalikkan downtrend jangka menengah AUD/USD.

USD/JPY membuka pekan lalu dengan gap turun dari 111.10, dan mencatatkan level terendah 3 bulan pada kisaran 109.55 di hari Kamis. Rilis data ekonomi terpenting dari Jepang untuk minggu ini adalah laporan PPI, yang diproyeksi bertahan di kisaran 1.3%. Meskipun angka tersebut masih di bawah target 2.0% BoJ, tercapainya level 1.3% akan menjadi kabar positif karena menunjukkan kenaikan 0.6% dari periode sebelumnya.

Daily RSI di chart USD/JPY turun ke level 27.00 pada Rabu silam, yang mengindikasikan peluang konsolidasi di bawah 110.50 untuk awal pekan ini. Walaupun gap harga seringkali memicu aksi harga, tampaknya perlu terbentuk reli tajam di pasar ekuitas global untuk memicu pengujian USD/JPY di kisaran 111.00 minggu ini.

Di samping perkembangan-perkembangan dalam berbagai negosiasi terkait Brexit, laporan ketenagakerjaan Inggris pada Selasa besok dapat menggerakkan Sterling versus mata uang mayor lain. Tingkat pengangguran diekspektasikan tetap di 3.9%, sementara Claimant Count Change diperkirakan turun tipis menjadi 24k. ACY menilai GBP/USD berpotensi pulih dari penurunan 1.3% di minggu lalu, yang sempat membawa harga menyentuh level rendah 2 minggu di 1.2965.

Di chart Daily, support kunci GBP/USD terletak tidak jauh dari kisaran terendah April di antara 1.2860 dan 1.2800. Dengan pembicaraan Brexit yang masih sulit diprediksi hasil akhirnya, nyaris tak ada katalis untuk mengubah arah tren jangka menengah GBP/USD pekan ini.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Pasar Masih Terjebak Dalam Tensi Dagang AS-China

Tak butuh waktu lama bagi Beijing untuk merespon keputusan AS yang menaikkan tarif dagang dari 10% menjadi 25%. Selasa lalu (14/Mei), Pemerintah China balas mengumumkan tarif 25% pada 90% barang-barang yang diimpor dari AS, dengan pengecualian yang cukup menonjol terhadap minyak mentah.

Walaupun eskalasi konflik dagang ini dinilai sangat memprovokasi pasar global, baik AS maupun China sebenarnya masih membuka pintu untuk kembali ke meja negosiasi. Terlebih lagi, kenaikan tarif dari China baru akan berlaku pada 1 Juni mendatang, dan perubahan bea impor dari AS tidak akan diterapkan pada pengiriman barang-barang China yang sudah transit.

Selain itu, implementasi kenaikan tarif AS terhadap barang-barang China lain senilai 250 miliar USD kemungkinan butuh waktu sekitar sebulan untuk dimatangkan. Padahal, baik Presiden Trump maupun Xi telah mengutarakan niat mereka untuk kembali bernegosiasi dalam pertemuan G20 bulan depan di Osaka, Jepang.

Antara saat ini hingga 28 Juni, ACY memperkirakan jika kedua pihak yang berkonflik akan saling menyalahkan satu sama lain perihal runtuhnya progres kesepakatan dagang yang sebelumnya sudah mulai terbangun. Selain itu, meski AS dan China sama-sama terlihat masih ingin membuat kesepakatan, pemimpin kedua negara itu tampak mulai mengubah fokus kepentingan mereka, dari yang semula tertuju pada dampak ekonomi, kini menjadi pertimbangan politis.

Untuk saat ini, para trader forex sebaiknya tetap mengawasi perkembangan terbaru seputar isu dagang AS-China sembari memonitor pergerakan harga di chart. Hal ini bisa memberikan kejelasan lebih lanjut seputar arus pergerakan mata uang dalam jangka pendek. Secara umum, satu hal yang paling jelas hingga bulan depan adalah Xi dan Trump dipastikan bertemu di Jepang, dan masing-masing akan mengusung ancaman tarif sebagai senjata yang siap ditodongkan.

6def01d68ec1c6181eea584361c1ce96.png

USD/JPY terus merasakan imbas negatif dari naiknya tensi dagang AS-China. Pair ini sama sekali belum diperdagangkan di atas 110.00 dalam 5 sesi perdagangan terakhir, dan malah terlihat akan turun hingga ke batas 108.00. Saat ini, volume Option "No Touch" dengan strike price di harga 108.60 sudah mencapai 2 miliar USD.

Sementara itu, EUR/USD masih bertahan di atas support pekan lalu pada kisaran 111.70. Akan tetapi, indikator momentum mengindikasikan downside sebagai pergerakan yang lebih memungkinkan ketimbang sebaliknya. Persoalan anggaran Italia yang berpadu dengan angka-angka GDP Uni Eropa, tampaknya dapat membatasi rebound Euro di bawah 1.1225 jelang akhir pekan ini. Jika skenario itu terbentuk, maka support kunci berikutnya untuk EUR/USD berada di dekat 1.1110.

Pasangan mata uang AUD/USD terus merosot hingga menyentuh 0.6920, yang merupakan level terendah sejak flash crash pada 3 Januari lalu. Data ketenagakerjaan yang rilis hari ini umumnya memegang peranan penting dalam pergerakan jangka pendek Dolar Australia, tapi menurut ACY, laporan ekonomi tersebut tak akan berhasil membalik Downtrend yang mendominasi AUD/USD saat ini.

Satu-satunya perkembangan riil terkait masalah Brexit sejauh ini adalah lonjakan pesat pada polling dukungan untuk Partai Brexit yang baru terbentuk. Organisasi politik yang digawangi oleh Nigel Farge (mantan pimpinan UKIP) ini diperkirakan sanggup memanen 30% suara dalam popular vote selama beberapa minggu ke depan. Pengaruh kabar ini bagi Sterling cenderung negatif, dengan GBP/USD yang menguji level terendah 3 bulan di 1.2830 dalam sesi perdagangan sebelumnya.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Euro Melemah Jelang Pemilu Parlemen Uni Eropa

Walaupun kalender ekonomi pekan ini tak terlalu dipadati dengan data berdampak tinggi, ada beberapa event penting yang dapat menggerakkan pair-pair mayor untuk menguji atau menembus level-level krusial.

Dalam beberapa hari terakhir, baik China maupun AS sama-sama melaporkan penurunan output manufaktur dan Retail Sales. Konsekuensinya, PBoC kemungkinan besar akan segera mengumumkan stimulus tambahan, sementara The Fed diperkirakan tetap mempertahankan kebijakannya saat ini.

Divergensi kebijakan moneter di atas dapat menambah dorongan pada USD/CNH, yang dalam 10 hari terakhir terlah menguat hampir 3% dan menyentuh level tertinggi 6 bulan di 6.9475 pada penutupan sesi perdagangan New York akhir pekan lalu.

Secara historis, Beijing pernah mempertahankan posisi CNH di level 7.00 saat volatilitas pasar sedang tinggi, tepatnya pada awal tahun 2017 dan akhir tahun lalu. Kemungkinan besar, PBoC akan kembali mencari cara untuk menahan kenaikan USD/CNH di 7.00. Namun apabila bank sentral tersebut gagal dan batas 7.00 ditembus, maka ACY memperkirakan jika pasar finansial global akan kembali ke mode Risk-Off.

Meskipun eskalasi tarif dagang terkini telah berimbas pada AUD, NZD, dan JPY dalam pola historis yang tipikal di 10 sesi perdagangan sebelumnya, investor belum benar-benar menghubungkan dampaknya terhadap Euro. Baru di minggu lalu, para pelaku pasar forex benar-benar memperhitungkan peningkatan risiko tensi dagang di Zona Euro.

Sementara itu, Pemilu Parlemen Uni Eropa akan dimulai pada Kamis mendatang (23/Mei), dan hasilnya akan diketahui pada 26 Mei. Hasil polling di berbagai negara anggota Uni Eropa sejauh ini memprediksikan bahwa partai-partai yang berhaluan Center-Left bakal mendapat suara mayoritas. Namun, partai-partai nasionalis dan populis yang cenderung bersayap kanan juga dapat menghadirkan perubahan arah kekuasaan di Brussels.


4b1969cdbda5261d3d14a9dd5b2bbcb3.png

Jika dikombinasikan dengan racangan kesepakatan Brexit yang masih tak menentu, perselisihan dengan pemerintah Italia soal defisit anggaran, dan data manufaktur Jerman, maka minimnya suara dukungan bagi kelompok Center-Left di Pemilu Parlemen UE dapat mempercepat laju penurunan EUR/USD.

Dari perspektif teknikal, setelah EUR/USD gagal menembus 1.1270 pada 13 Mei, harga langsung tertutup di bawah level tersebut selama 5 hari berturut-turut dan membentuk pola reversal mingguan di chart Daily. Apabila harga selanjutnya bisa mematahkan level rendah April di 1.1100, maka EUR/USD dapat memperpanjang penurunannya ke area 1.1020/30.

Karena pengaruh volatilitas di pasar ekuitas global, USD/JPY merosot hingga ke area terendah 4 bulan di kisaran 109.00, sebelum kembali menguat ke 110.00 pada akhir minggu lalu. Indikator momentum untuk pair ini belum menunjukkan indikasi positif, dan USD/JPY juga masih bergerak di bawah level MA 30 (111.10).

Dolar Australia terjun bebas pada pekan lalu, melemah hingga lebih dari 2% ke area 0.6600. Spekulasi yang semakin menguat tentang pemotongan suku bunga RBA dari 1.50% ke 1.25% di awal Juni mendatang, serta lemahnya data permintaan dari China, akan menjadi 2 hal yang membebani pergerakan AUD/USD.

Di chart Daily, RSI bergerak ke bawah 30.00 untuk pertama kalinya dalam 2.5 tahun. Dengan Yield Obligasi pemerintah Australia yang hanya 14 basis poin lebih tinggi dari suku bunga saat ini, AUD/USD masih berpotensi naik menembus 0.6800 dalam jangka pendek.

Sejak menyentuh level tinggi di kisaran 1.3175 pada 3 Mei, GBP/USD jatuh hampir 500 poin dan ditutup di area 1.2710 pada sesi perdagangan Jumat lalu (17/Mei). Indikator momentum masih terlihat menurun, meskipun Daily RSI sudah mencapai level terendah 9 bulan di level 28.00. Walaupun kabar positif dari Brexit yang dapat mendukung reli Sterling masih jauh dari perkiraan, ACY melihat adanya peluang sell EUR/GBP di area 0.8800.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
RBA Akhirnya Siap Longgarkan Kebijakan

Reserve Bank of Australia (RBA) terakhir kali menggelar rapat kebijakan pada 7 Mei silam. Dalam meeting tersebut, anggota dewan sepakat untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 1.50%, rekor yang tak berubah dalam 34 bulan terakhir.

Menyusul keputusan tersebut, AUD/USD menguat ke 0.7050 seiring dengan reaksi trader forex terhadap pergeseran arah ekspektasi kebijakan, juga harapan tercapainya solusi untuk konflik dagang AS-China. Kedua faktor ini tadinya diekspektasikan dapat menopang penguatan Dolar Australia.

Akan tetapi, sejak negosiasi dagang antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia menemui jalan buntu di minggu lalu, AUD/USD praktis hanya bisa meluncur ke satu arah, yakni jalur penurunan. Pair tersebut bahkan mencapai level terendah 4 bulan di 0.6840 pada hari Selasa lalu (21/Mei). Pelemahan signifikan pada hari itu juga dipicu oleh komentar Gubernur RBA, Philip Lowe, dalam sebuah konferensi pers di Brisbane. Ia mengungkapkan bahwa bank sentral "terbuka untuk menetapkan pemangkasan suku bunga di bulan Juni".

17a087676ce889a355b5d64ff5a5ccd6.png

Dari perspektif pasar, meeting RBA 4 Juni mendatang diproyeksikan memiliki peluang pemotongan suku bunga 25 bps sebesar 90%. Sementara untuk rapat di bulan Agustus, pasar memperkirakan jika ada 60% kemungkinan bagi RBA untuk menurunkan suku bunga lagi hingga ke level rendah historis di 1.00%.

Dari perspektif yang lebih luas, satu-satunya argumen yang tak mendukung pelonggaran kebijakan RBA pada bulan Juni mendatang adalah: anggota dewan bisa saja memilih untuk menyimak laporan ketenagakerjaan lebih lanjut sebelum memulai siklus pelonggaran. Namun melihat retorika dovish yang cukup jelas dari pernyataan Lowe, ACY menilai jika RBA akan lebih memilih untuk memotong suku bunga ketimbang mempertahankannya lagi.

Dengan pertemuan kebijakan yang sudah tinggal 2 minggu lagi dari sekarang, AUD tampaknya akan tetap melemah versus mata uang negara-negara G7. Namun karena pair AUD/USD sudah 4.5% lebih rendah dari level tinggi April di 0.7210, kelanjutan Downtrend dalam jangka pendek kemungkinan besar akan lebih disebabkan oleh sentimen dari Dolar AS.

Sementara itu, EUR/USD relatif bergerak dalam range sempit, yakni sekitar 40 poin di minggu ini. Sebagai informasi, pemilu parlemen Uni Eropa akan mulai digelar hari ini (23/Mei). Tak heran, terdapat beberapa posisi Option berukuran besar yang ditempatkan di antara 1.1112 dan 1.1150, dengan expiry time di sesi London hari ini.

Mengingat mata uang tunggal Euro masih kesulitan menembus batas 1.1200 dalam 7 sesi perdagangan terakhir, ACY memprediksi jika momentum jangka pendek untuk EUR/USD masih cenderung melemah di chart Daily. Level rendah April di 1.1110 bisa menjadi poin teknikal krusial, dengan support terdekat berikutnya di area 1.1020/30.

Sejak menyentuh level terendah 4 bulan di 109.05 pada 13 Mei silam, pair USD/JPY terus menanjak dalam 5 dari 6 sesi perdagangan terakhir. Harga bahkan sempat menyentuh level tinggi 110.60 di sesi Asia kemarin (22/Mei). Meskipun begitu, USD/JPY belum diperdagangkan di atas MA 30 sejak 2 Mei, sehingga indikator-indikator momentumnya cenderung memperlihatkan penurunan. Jika harga tertutup di bawah 109.90, MACD akan bertransisi ke area negatif dan mengindikasikan retest harga ke support 109.00.

GBP/USD konsisten melemah hingga ke level 1.2600, sejalan dengan kegagalan PM Theresa May untuk menggalang dukungan Parlemen terkait masalah draft kesepakatan Brexit yang masih berlarut-larut. Di lain pihak, Partai Brexit yang baru berdiri justru sukses meraih banyak dukungan. Perubahan dinamika politik ini dianggap pasar sebagai meningkatnya kemungkinan Hard Brexit; inilah mengapa GBP/USD terus diperdagangkan turun.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Seberapa Tangguhkah The Fed Menghadapi Outlook Dovish?

Memasuki akhir bulan Mei, terdapat 3 faktor yang berpotensi mempengaruhi dinamika pasar forex hingga Juni. Faktor-faktor tersebut adalah saga konflik dagang AS-China yang masih berlanjut, Brexit, serta proyeksi kebijakan moneter The Fed.

Dalam dua pekan terakhir, eskalasi tensi dagang telah mendominasi pasar ekuitas global, yang memicu beragam reli kenaikan dan penurunan harga harian. Semakin ke sini, pergerakan itu semakin mengarah pada pelemahan, karena imbas sentimen investor terhadap isu yang menyebutkan bahwa Beijing tampaknya bersiap menentang tuntutan Washington. Tanpa adanya negosiasi dan perubahan tarif lanjutan yang berefek hingga 1 Juni mendatang, perspektif di atas tampaknya belum akan memudar.

Dengan pengunduran diri PM Theresa May pada hari Jumat pekan lalu (24/Mei), babak selanjutnya dalam drama Brexit akan segera dimulai. Para trader forex telah mengantisipasi keputusan May untuk turun jabatan, dan sudah bersiap seandainya pengganti May adalah sosok yang ingin mempertahankan deadline 31 Oktober, lalu meninggalkan Uni Eropa dengan atau tanpa Withdrawal Agreement. Perubahan outlook Brexit ini menyebabkan Sterling terperosok hingga 600 poin versus USD dalam 12 sesi perdagangan terakhir.



The Fed Bertahan Di Tengah Dorongan Dovish
Faktor penggerak pasar ketiga datang dari semakin banyaknya bukti-bukti statistik yang menandakan perlambatan ekonomi AS di akhir Q1. Selain itu, data-data tersebut juga memperlihatkan hilangnya momentum kenaikan yang dapat mempengaruhi outlook kebijakan Fed di paruh kedua tahun ini.

Secara keseluruhan, sebagian besar pengamat pasar telah memperhitungankan bahwa GDP Q1 yang sebesar 3.2% tak akan bertahan lama, dan kondisi pasokan barang-barang sebelum memanasnya kembali konflik dagang tak akan terlihat lagi di Q2. Selain itu, penurunan tajam pada pesanan baru pesawat Boeing memiliki dampak asimetris terhadap data Durable Goods Orders terkini.

Pada titik ini, konsensus untuk GDP Q2 memproyeksikan penurunan ke kisaran 1.3% hingga 1.5%. Pengaruh downgrade proyeksi GDP tersebut paling terlihat pada Fed Funds Futures, yang saat ini sudah menempatkan prediksi suku bunga AS Januari 2020 pada kisaran 2.05%. Perkiraan tersebut sejalan dengan range target suku bunga Fed saat ini, yaitu minimal sebesar 40 basis poin.

Meskipun notulen FOMC yang diterbitkan minggu lalu tidak memuat komentar yang mendukung outlook dovish Fed Funds Rate, beberapa pernyataan pakar mencermati kritik Presiden Trump terhadap FOMC, yang menyerukan agar bank sentral segera melakukan Rate Cut dan melanjutkan program pembelian aset ala Quantitave Easing.

Menurut ACY, notulen FOMC terbaru dan pernyataan Ketua Fed Jerome Powell lebih menggarisbawahi posisi bank sentral untuk tetap bertahan pada pendekatan wait-and-see yang mereka lakukan saat ini, dalam menentukan kebijakan suku bunga lebih lanjut.


9b5efac11a3fc0f7329f60315795e074.png

Meski demikian, perlu dicatat bahwa anggota yang memiliki hak suara di FOMC belum menyebutkan peluang kenaikan suku bunga sama sekali, meskipun GDP Q1 telah muncul dengan hasil yang lebih baik dari ekspektasi pada Maret silam. Namun, The Fed mensinyalkan bahwa mereka tidak terlalu khawatir dengan pelemahan yang tercermin pada sekumpulan rilis data berdampak tinggi akhir-akhir ini. FOMC juga mengindikasikan keteguhannya dalam menghadapi seruan-seruan dari pihak pemerintah yang mendorong mereka untuk mengambil langkah dovish.

Dalam jangka menengah, ACY menilai jika USD akan senantiasa didukung oleh pertumbuhan AS yang lebih kuat daripada ekonomi Zona Euro dan sebagian besar negara-negara Asia. Semakin lebarnya selisih suku bunga The Fed dengan bank sentral lain juga bisa menjadi penunjang Dolar AS. Jika implikasi penurunan suku bunga dari Fed Funds Futures memudar pada Q3, maka ini akan menjadi pendorong bullish lanjutan bagi USD.



Outlook Teknikal Pair Mayor
Kebanyakan mata uang pesaing Dolar AS mampu membalikkan tekanan pada akhir pekan lalu, terutama dengan pasar AS yang tutup dalam rangka libur Memorial Day. Kenaikan tersebut bisa berlanjut di awal minggu ini. Namun menurut ACY, penguatan itu lebih disebabkan oleh short-covering dan hanya menjadi koreksi, bukan reversal besar yang bisa mengubah tren utama.

EUR/USD mencapai level rendah 2 tahun di kisaran 1.1105 pada hari Kamis (23/Mei), sebelum pulih ke level 1.1210 di akhir pekan. Jika area 1.1100 berperan sebagai Bottom temporer, maka level resistance selanjutnya bisa ditempatkan di area 1.1265/70. Penembusan range harga tersebut berpotensi memicu ekstensi kenaikan hingga ke level psikologis 1.1300. ACY memperkirakan bahwa skenario penguatan tersebut, atau pelemahan menembus 1.1100 lebih mungkin terjadi, ketimbang kenaikan pesat yang mematahkan level 1.1350.

Sementara itu, USD/JPY gagal break area 110.70 pada hari Selasa lalu (21/Mei), dan melemah cukup tajam hingga akhir minggu. Indikator-indikator teknikal untuk pair ini telah menunjukkan penurunan dalam 5 dari 6 pekan terakhir. Breakout dari support 109.90 akan membuka potensi kemerosotan lebih lanjut ke level rendah 1 Februari di 108.70.

Setelah gagal menembus level support 0.6865, AUD/USD berbalik menguat dan mengakhiri pekan lalu di dekat level pembukaan 0.6930. Minimnya rilis data berdampak tinggi hingga Kamis esok (30/Mei), membuat ACY menafsirkan jika Dolar Australia akan memperpanjang pergerakan bullish-nya ke area 0.6970/80. Daily RSI saat ini berada di 42.00, yang mencerminkan bahwa harga mulai menjauhi area oversold. Dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga RBA yang kini sudah mencapai 90%, harga bisa tenggelam kembali ke level rendah apabila rilis data minggu ini mengecewakan.

Di sisi lain, GBP/USD reli 50 poin pada hari Jumat. Namun secara umum, pair ini ditutup melemah selama 3 minggu berturut-turut. Dengan Daily RSI yang berada di 33.00, pergerakan koreksi naik masih memungkinkan, dan bisa menopang penguatan lanjutan hingga ke area 1.2830. Namun karena perkara Brexit masih belum benar-benar terselesaikan, ACY lebih meilih untuk sell EUR/GBP di kisaran 0.8820/30, dengan target penurunan ke batas bawah 0.8600.
Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Saham Global Terkoreksi, Risk-Off Mendominasi
Setelah berbagai indeks saham AS mencatatkan level tinggi baru di akhir April, eskalasi konflik dagang AS-China mendorong pasar ekuitas global ke zona merah di sepanjang bulan Mei. Meskipun saham-saham negara G7 relatif pulih setelah AS menetapkan kenaikan tarif impor baru, masuknya perusahaan teknologi raksasa Huawei di blacklist perdagangan AS membuat potensi sell-off kembali meningkat.

Maka dari itu, ACY menilai cukup penting untuk meninjau respon pasar forex secara umum terhadap ketidakpastian di pasar saham, atau yang sering juga disebut sebagai Risk-Off. Selama ini, selalu ada korelasi kuat antara pasar ekuitas dan pergerakan harga di pasar forex. Ketika saham berada di bawah tekanan sell, USD dan JPY cenderung menguat karena investor mengakui dua mata uang tersebut sebagai safe haven di kala pasar bergejolak.

3bef1d93692e4ef12bef35f510f17d87.png

Dalam kondisi pasar saat ini, Dolar AS juga tengah kebanjiran arus permintaan akibat selisih suku bunga AS versus negara mayor lain. Jadi meski tanpa disebabkan oleh perburuan safe haven sekalipun, USD tetap bisa unggul karena investor telah mencerna bahwa bank sentral New Zealand, Australia, dan Zona Euro mensinyalkan jika stimulus lanjutan dan pemangkasan suku bunga adalah kebijakan yang sudah mereka persiapkan.

Di sisi lain, JPY selama ini akrab diperhitungkan sebagai funding currency. Suku bunga Jepang yang hampir mendekati nol selama beberapa dekade memang menyediakan keuntungan Swap positif dalam Carry Trade yang melibatkan JPY sebagai pembanding untuk membeli mata uang atau aset finansial lainnya. Namun ketika volatilitas pasar meningkat dan pasar ekuitas melemah, investor justru lebih memilih untuk melikuidasi perdagangan-perdagangan mereka dan mengalihkan dana kembali ke JPY. Hal ini pada akhirnya memicu lonjakan permintaan terhadap Yen.

Pada sesi perdagangan Asia kemarin (29/Maret), USD/JPY melemah ke level terendah dua minggu di 109.15, seiring dengan kemerosotan Nikkei 225 ke bawah 21,000.0 untuk ketiga kalinya dalam bulan ini. Level support USD/JPY berikutnya terpatok di level 110.865, yang menurut pengamatan ACY merupakan level expiry dari posisi Option senilai 1.5 miliar JPY. Jika pasar saham terus melanjutkan pelemahannya, maka support 110.85 akan diuji di akhir pekan.

Setelah bullish reversal menuju 0.6900 di pekan lalu, AUD/USD sudah 4 kali gagal menembus level resistance 0.6940. Laporan CAPEX hari ini adalah market mover yang menunjang pergerakan harga. Dengan hasil rilis yang di bawah proyeksi, AUD/USD kemungkinan akan menguji kembali level support di 0.6865.

Sementara itu, EUR/USD cukup banyak diperdagangkan setelah Unemployment Change Jerman kemarin dilaporkan meningkat di luar dugaan. Jumlah penduduk menganggur di negara itu bertambah 60,000, jauh lebih tinggi dari konsensus pasar di 8,000. Mata uang Euro pun tertekan hingga ke bawah 1.1150. Area 1.1100 akan menjadi level support selanjutnya, yang kemungkinan masih di luar jangkauan untuk hari ini.

GBP/USD sukses bertahan di atas Low pekan lalu di kisaran 1.2610, walaupun indikator momentum tidak menunjukkan sinyal-sinyal reversal naik yang berkelanjutan. Pergerakan naik ke atas 1.2725 akan meringankan sentimen bearish untuk Pound, paling tidak hingga muncul pemberitaan Brexit selanjutnya.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Outlook Pasar Jelang 3 Event Penting Pekan Ini

Dalam 5 minggu terakhir, USD telah membentuk pola kenaikan di awal hingga pertengahan pekan, sebelum akhirnya melemah pada penghujung pekan. Pola ini berulang lagi di minggu lalu, ketika mata uang-mata uang mayor berhasil pulih versus Greenback di sesi New York Jumat kemarin (31/Mei).

Perlu diketahui, akhir pekan lalu juga menandai hari trading terakhir di bulan Mei, sehingga wajar jika banyak investor melikuidasi posisi USD mereka, terutama pada perdagangan yang melibatkan Dolar AS dengan mata uang mayor lainnya. Situasi ini lebih masuk akal lagi jika kita melihat tingginya dampak rilis data dan event yang dijadwalkan meluncur pekan ini.

9cd70e3c23998808f41d2e48c42b65bf.png

Menurut kalender ekonomi, 3 peristiwa terpenting bagi trader forex minggu ini adalah pengumuman suku bunga RBA pada hari Selasa, rapat kebijakan ECB pada hari Kamis, dan tentu saja, rilis data NFP pada hari Jumat. Masing-masing event tersebut telah terbukti bisa menggerakkan pasar.

Dengan pertemuan ECB dan RBA yang diperkirakan didominasi oleh kecenderungan terhadap stimulus moneter atau bahkan Rate Cut, maka trading range untuk AUD, EUR, dan USD bisa melebar secara signifikan.

Para pengamat pasar memproyeksi jika RBA bisa melakukan hingga 3 kali pemotongan suku bunga di tahun ini, dengan langkah Rate Cut pertama yang akan diputuskan pada rapat kebijakan besok. Kombinasi antara rendahnya pertumbuhan inflasi dan Yiel Obligasi 10-tahunan yang selip di bawah OCR 1.5% pada minggu lalu, telah membuat suku bunga RBA sudah tertinggal dari situasi terbaru.

Meski demikian, ekspektasi luas akan RBA Rate Cut tidak lantas menghalangi AUD/USD untuk diperdagangkan di atas level 0.6900 sepanjang pekan lalu. Menurut ACY, rebound dari area 0.6865 pada 17 Mei tampaknya telah melonggarkan kondisi Oversold AUD secara teknikal, juga mengungkit Daily RSI ke atas batas 45.00. Dengan perspektif ini, AUD/USD diprediksi bisa membentuk Retracement ke level yang lebih tinggi setelah pengumuman suku bunga RBA.

Risiko Dolar Australia sebenarnya bukan terletak pada Rate Cut, tapi lebih kepada Statement RBA yang mengiringi pengumuman suku bunga. Sinyal apapun yang mengindikasikan penundaan Rate Cut lebih lanjut akan mendorong AUD/USD ke atas 0.7000. Namun apabila dewan bank sentral justru mengakui jika siklus pelonggaran baru telah dimulai, maka tak akan butuh waktu lama bagi Dolar Australia untuk kembali terjun ke kisaran 0.6850.

Sementara itu, pelemahan pada angka-angka inflasi Zona Euro dan data manufaktur Jerman yang mengecewakan, menandakan bahwa ECB tidak akan memulai pertemuan minggu ini dengan kabar positif. Kemungkinan besar, Presiden ECB Mario Draghi akan mendiskusikan rincian TLTRO yang pertama kali diumumkan pasca rapat Maret lalu. Dengan suku bunga deposit yang dipatok pada level -40 basis poin selama lebih dari setahun, para analis pasar mengekspektasikan jika bunga pinjaman TLTRO akan ditetapkan di bawah 0 persen.

Besarnya program pinjaman baru ECB kemungkinan tak akan dipublikasikan. Meski demikian, bisa dicatat bahwa TLTRO edisi 2016/17 bernilai 740 miliar Euro, sementara edisi 2014 mencapai hampir 530 miliar Euro. Bagi para trader EUR, sebaiknya diperhatikan juga bahwa program-program TLTRO sebelumnya belum menerima dana pengembalian hingga saat ini.

Secara teknikal, EUR/USD telah menguji support 1.1100 sebanyak 3 kali sejak 26 April lalu. Outlook pair ini sekarang terlihat relatif netral, dengan MA 30 yang bergerak di kisaran 1.1190 dan Daily RSI pada area 46.00. Walaupun ECB kemungkinan besar tak akan menyiarkan kabar bullish bagi pasar Euro, harga tak akan melemah lebih lanjut apabila level 1.1100 tak terpatahkan.

Di sisi lain, aksi jual di pasar ekuitas negara-negara G7 telah menyebabkan USD/JPY merosot hingga 175 poin sepanjang minggu lalu, dan menyentuh level terendah 5 bulan di 108.27 pada penutupan sesi New York akhir pekan kemarin. Sekalipun indikator momentum terlihat mulai mendekati area Oversold, ACY belum mengeliminasi kemungkinan penurunan lebih lanjut apabila pasar ekuitas masih terus melemah.

Outlook bearish USD/JPY telah memberikan ruang bagi GBP/USD untuk menguat ke atas 1.2630 pada akhir minggu lalu. Penting dicatat, kenaikan harga ini merupakan yang keempat kalinya bagi Pound untuk mencatatkan keunggulan versus Dolar AS sejak 6 Mei lalu. Daily chart GBP/USD menampilkan proyeksi resistance terdekat di area 1.2720/30, dan batas atas berikutnya yang terlihat di 1.2760.

Dengan kosongnya jadwal rilis data berdampak tinggi dari Inggris pekan ini, ACY memperkirakan jika pasar akan lebih tertarik sell EUR/GBP di area 0.8840, ketimbang buy GBP/USD dengan Market Order.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Apakah Ekspektasi Fed Rate Cut Terlalu Berlebihan?
Pekan ini, pasar mengawali aktivitas dengan sentimen bearish terhadap Dolar AS, dengan Greenback yang seakan-akan bakal kehilangan momentum terhadap mata uang mayor lainnya.

Euro masih menguat pasca pernyataan yang "tidak se-dovish dugaan" pada pertemuan ECB minggu lalu, Dolar Australia sukses menggaet kembali level 0.7000, dan momentum upside Sterling menyajikan prospek pencapaian GBP/USD di level 30 MA-nya untuk pertama kali dalam lebih dari sebulan.

Faktor di balik pelemahan Dolar AS sebenarnya sederhana saja: arus data berdampak tinggi yang mengecewakan ditambah dengan tendensi para pejabat The Fed untuk menurunkan bias kebijakan suku bunga mereka, yang berimbas pada penempatan proyeksi Rate Cut hingga 60 bps antara saat ini hingga Januari tahun depan. Bisa dikatakan, pembalikan trend USD pada minggu lalu banyak dipengaruhi oleh ekspektasi penurunan suku bunga Fed, yang menurut ACY sudah melampaui efek normalnya pada pergerakan harga secara riil.

Sebagai contoh, sekalipun para pejabat The Fed telah mengindikasikan bahwa suku bunga dapat diturunkan untuk menanggulangi risiko potensial dari perang dagang dengan China, tidak ada satu pun dari petinggi bank sentral AS tersebut yang menekankan adanya rencana untuk memutus kelanjutan penyusutan neraca The Fed dari kisaran saat ini ($20/30 miliar per bulan).

Faktanya, sejak pemerintah AS meningkatkan tensi konflik dagang dengan Beijing di bulan Maret, The Fed telah mengurangi neracanya sebesar $100 miliar. Jika ditotal, maka jumlah aset-aset QE yang sudah jatuh tempo dan terlepas dari neraca The Fed menjadi sebesar $620 miliar, terhitung sejak program pengurangan Balance Sheet dilancarkan pada Juli 2017.

Sesuai protokol kebijakan FOMC, ACY memperkirakan jika para pejabat The Fed yang memiliki hak suara saat ini akan menginisiasikan diskusi awal Rate Cut, tanpa memperhitungkan kemungkinan bentuk kebijakan longgar lain.


0c68cd854b1043f26ed35e5c3ff0ccf8.png

FOMC akan menggelar pertemuan rutinnya pada Rabu pekan depan (19/Juni). Apabila para pejabat The Fed memang berencana memulai siklus pelonggaran untuk menyesuaikan kebijakan dengan ekspektasi pasar saat ini, maka inilah saat yang tepat untuk mengumumkannya. Hingga saat itu tiba, para trader forex sebaiknya membiasakan diri dengan volatilitas Intraday yang lemah dan kompresi lebih lanjut pada range-range trading saat ini... kecuali pada pair USD/JPY.

Di luar dugaan, data makro Jepang minggu ini meningkat lebih tinggi dari ekspektasi, dengan GDP dan Core Machinery Orders yang sama-sama mengungguli forecast pasar. Rilis data tersebut menunjukkan terjadinya pertumbuhan Jepang dalam basis tahunan untuk yang pertama kalinya sejak akhir 2017.

USD/JPY sempat menyentuh level tertinggi mingguan di 108.80, tapi kemudian gagal (lagi) memperpanjang kenaikannya. Pasangan mata uang ini belum pernah diperdagangkan di atas level 30 MA sejak 3 Mei, dan tampaknya sudah kehabisan momentum upside. Menurut ACY, level terendah minggu lalu di dekat 107.85 bukanlah support yang signifikan, sehingga USD/JPY diekspektasikan bisa merosot lagi hingga ke area 107.00.

Sementara itu, laporan ketenagakerjaan Australia hari ini menjadi penggerak AUD/USD. ACY sebelumnya memprediksikan bahwa AUD/USD dapat menembus support 0.6920 jika ternyata Employment Change hanya menunjukkan penambahan 5,000 pekerjaan untuk full-time jobs. Saat analisa ini ditulis, AUD/USD sudah turun hingga menembus 0.6920 karena penambahan pekerja pada pekerjaan full-time hanya sebesar 2,400.

Sepanjang minggu ini, EUR/USD sebagian besar bergerak dalam range harga sebesar 40 poin, yakni antara 1.1300 dan 1.1340. Dengan sepinya jadwal rilis data penting dari Zona Euro, cukup sulit untuk memperkirakan pemicu breakout jangka pendek dari range harga saat ini.

Setali tiga uang dengan Euro, sinyal indikator momentum yang cenderung netral dan Daily RSI yang bergerak sedikit di bawah level 50.00 membuat Sterling tak memiliki katalis teknikal dalam waktu dekat. ACY mengekspektasikan jika pergerakan GBP/USD akan terbatas di area 1.2760, dengan area support di kisaran 1.2675 dalam beberapa sesi perdagangan ke depan.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Akankah Dolar Australia Mencapai 0.6700?

Terdapat sebuah prinsip yang secara luas beredar di pasar forex: sebuah pergerakan mata uang akan lebih dipengaruhi oleh ekspektasi perubahan suku bunga bank sentral, daripada perubahan itu sendiri. Sepanjang 3 minggu terakhir, "aturan" ini tercermin sempurna dalam Price Action AUD/USD.

Reserve Bank of Australia (RBA) secara resmi mengumumkan pergeseran kebijakan suku bunga, dari yang semula netral menjadi longgar pada pertengahan Mei lalu. Ketua RBA, Philip Lowe, dengan jelas mengakui dampak stagnasi upah dan tingginya level utang konsumen pada tingkat konsumsi, sehingga tak heran jika ia dan anggota dewan RBA lainnya mulai mempersiapkan market untuk menyambut pemotongan suku bunga pertama di lebih dari 3 tahun terakhir.

Alhasil, AUD/USD pun merosot dari 0.7050 ke 0.6865 hanya dalam waktu seminggu, dan menguji level support tersebut sebanyak 4 kali sebelum kembali ke area 0.7000 pada 4 Juni; hari ketika suku bunga acuan benar-benar diturunkan sebesar 25 bps ke 1.25%.

2f3b11239b06e697701682f0b0c54b0f.png


Meski demikian, reli Dolar Australia pasca keputusan RBA terhenti di minggu lalu, ketika harga melemah lebih dari 1.5% dan sampai ke kevel rendah 0.6860 di akhir pekan, seiring dengan spekulasi pasar yang kembali mempertimbangkan penurunan suku bunga lebih lanjut.

Laporan ketenagakerjaan yang kurang meyakinkan, ditambah dengan data impor China yang lemah, turut mendorong AUD/USD turun menembus beberapa garis support. Hal ini sejalan dengan Yield Obligasi pemerintah Australia yang diperdagangkan di bahwa 1.0% untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Dengan rilis notulen pertemuan RBA yang dijadwalkan rilis Selasa besok (18/Juni), pasar akan mendapatkan perspektif yang lebih luas mengenai pandangan-pandangan fundamental dari anggota dewan bank sentral. Kemungkinan besar, mereka saat ini memiliki spektrum kekhawatiran yang lebih luas, sehingga dapat semakin meningkatkan ekspektasi Rate Cut lebih lanjut.

Dari sudut pandang teknikal, AUD/USD telah kembali mematahkan MA 30 dan saat ini tengah menunjukkan kondisi bearish divergence dengan Daily RSI. Jika ditelisik lebih lanjut, ACY mencermati bahwa Daily RSI berada di level 25.25 ketika harga terakhir kali diperdagangkan di 0.6865 pada tanggal 17 Mei. Namun ketika sekarang AUD/USD kembali bergerak di area yang sama, Daily RSI masih berada di kisaran 35.15. Divergensi tersebut menunjukkan bahwa terdapat lebih banyak potensi downside kali ini, sebelum AUD/USD mencapai kondisi Oversold.

Setelah diperdagangkan melemah ke 108.15 selama sesi Asia akhir pekan lalu, USD/JPY mencatatkan reversal kuat berkat laporan Retail Sales AS yang lebih baik dari ekspektasi. Pair ini menutup sesi New York hari Jumat (14/Juni) di atas 108.50, "memperbaiki" pelemahan yang berlangsung selama 3 minggu berturut-turut, dan mengubah sinyal indikator momentum ke mode netral.

Dengan pertemuuan Bank of Japan yang dijadwalkan berlangsung Kamis besok (20/Juni), USD/JPY kemungkinan akan kembali diperdagangkan dalam range sempit, tepatnya di kisaran 108.90 dan 108.20 dalam beberapa sesi perdagangan ke depan.

Sementara itu, Sterling kehilangan momentum baik terhadap Dolar maupun Euro, seiring dengan terus meningkatnya prospek Hard Brexit. GBP/USD menunjukkan level Close mingguan di bawah 1.2600 untuk pertama kalinya dalam tahun ini. Menurut ACY, pair ini bahkan berpotensi untuk melanjutkan pelemahan ke level 1.2520.

EUR/USD juga diperdagangkan melemah dalam 3 hari terakhir, dengan kemerosotan mencapai lebih dari 1% secara mingguan. Penembusan support 1.1200 akan memicu momentum downside lebih lanjut, yang bisa membawa harga kembali memasuki area 1.1125.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Soal Kebijakan Longgar, Draghi Akan Selalu Mendahului The Fed

Saat menghadiri forum perbankan di Portugal pada Selasa lalu (18/Juni), Ketua ECB Mario Draghi mengumumkan hal yang sudah diekspektasikan oleh sebagian besar analis pasar pasca pertemuan kebijakan ECB dua minggu lalu: bank sentral siap meluncurkan stimulus dalam bentuk QE dan menurunkan suku bunga, jika pertumbuhan ekonomi dan inflasi Uni Eropa (UE) tidak meningkat dalam waktu dekat.

bc958476ce8c18d147c1dd9ac2d8df8d.png

Walaupun pernyataan tersebut tidak terlalu mengejutkan pasar, konfirmasi Draghi yang diumumkan sehari sebelum rapat penting FOMC memberikan pengaruh yang signifikan di pasar. EUR/USD merosot di bawah 1.1200 untuk pertama kalinya dalam sebulan pasca berita tersebut, sebelum menemukan support di area 1.1180. Sementara itu, bunga obligasi pemerintah Jerman bertenor 10-tahunan jatuh ke level terendah sepanjang masa, dan menduduki area -31 basis poin. Titik rendah baru ini hanya berselisih 9 basis poin dari suku bunga deposit ECB yang berada di -40 basis poin.

Penting dicatat bahwa rendahnya bunga di atas membuat total negatively yielding debt di Uni Eropa menjadi 12 triliun Euro; situasi yang tak bisa dianggap sebagai penunjang sentimen bullish bagi EUR.

Dari perspektif ACY yang lebih luas, langkah ECB yang kembali pada mode pelonggaran setelah 6 bulan mengakhiri operasi QE-nya, berkaitan dengan keputusan The Fed untuk mempertahankan Fed Funds Rate di 2.50%.

Tidak seperti data-data Zona Euro yang berdampak tinggi, rilis laporan ekonomi AS akhir-akhir ini memang tidak memberikan sinyal yang cukup jelas bagi The Fed untuk melakukan penyesuaian suku bunga.

Faktanya, sejak FOMC Meeting 1 Mei lalu, harga-harga saham di Wall Street cenderung naik, tingkat pengangguran jatuh ke level terendah 45 tahun, konsensus untuk pertumbuhan ekonomi relatif tidak berubah, dan rencana tarif dagang untuk Meksiko yang sebelumnya memicu spekulasi Rate Cut, telah ditunda. Menurut tool GDP Tracker dari Atlanta Fed, ekonomi AS di kuartal kedua tahun ini diproyeksi mencapai 2.1%, dengan angka-angka final untuk tingkat pemintaan dan konsumsi di kisaran 3.0%.

Bisa dikatakan, sekalipun The Fed benar-benar memotong suku bunga seperti yang digadang-gadang selama ini untuk mengantisipasi efek perang dagang dengan China, AS akan tetap mempertahankan jarak divergensi suku bunga dengan Zona Euro.

Maka dari itu, meski EUR/USD berpeluang terkoreksi ke area 1.1290/1.1310, ACY memperkirakan jika pair ini secara garis besar masih bergerak dalam Downtrend jangka panjang, yang menargetkan level di bawah 1.1000.

Notulen dari pertemuan RBA 4 Juni lalu mengandung pernyataan yang menggarisbawahi potensi penurunan suku bunga lebih lanjut. Akibatnya, AUD/USD pun kembali selip ke bawah 0.6850 sebelum menemukan pijakan di area 0.6830.

Dalam dinamika pergerakan serupa EUR/USD, cukup logis untuk memandang bahwa RBA akan selalu beberapa langkah di depan The Fed dalam hal penurunan suku bunga; terlepas dari bias pelonggaran macam apa yang akan diadopsi The Fed di sisa tahun 2019. Secara teknikal, chart AUD/USD kini menunjukkan support kunci di sekitar 0.6780, dengan resistance di area 0.6975.

Rapat BoJ hari ini tidak terlalu berpengaruh karena minimnya ekspektasi perubahan kebijakan. USD/JPY sendiri sudah membentuk pola rounding top di chart Daily, dengan support di 107.70 dan resistance pada area 108.60/70. Pola harga seperti ini biasanya mengarah pada pergerakan downside. Untuk itu, ACY menilai jika ekstensi range USD/JPY dalam jangka pendek akan menyentuh 107.00 atau bahkan lebih rendah lagi.

Seiring dengan menyusutnya pilihan kandidat PM Inggris, peluang Boris Johnson untuk "berkantor" di Downing Street No. 10 semakin terlihat nyata. Selama ini, Johnson merupakan figur yang giat mendukung rencana "No-Deal Brexit", dan dikenal bisa "mangkir" dari kebijakan-kebijakan penting.

Akan tetapi, peluang terpilihnya Boris Johnson sebagai PM Inggris tak mampu menahan rebound GBP/USD dari level rendah 1.2510 yang tercapai di hari Selasa kemarin. Jika harga menembus resistance 1.2680 ke arah atas, maka Pound kemungkinan akan melemah dalam jangka menengah.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Mungkinkah Mini-BOT Italia Memicu Krisis Baru Bagi Euro?

Sejak mencatatkan level terendah intraday pada hari Selasa lalu (18/Juni) di area 1.1180, EUR/USD reli hingga lebih dari 180 poin ke 1.1365, dan mengakhiri pekan kemarin dengan posisi di atas garis MA 200 untuk pertama kalinya dalam lebih dari setahun.

Dengan interpretasi pasar yang dovish terhadap FOMC dan tumbuhnya harapan terhadap pembicaraan dagang AS-China dalam pertemuan G-20 minggu ini, maka cukup beralasan untuk memandang bahwa reli counter-trend EUR/USD lebih disebabkan oleh berita-berita fundamental dari luar Zona Euro.

Sekalipun outlook teknikal menunjukkan peluang pergerakan EUR/USD kembali ke batas 1.1400 dalam pekan ini, perlu diperhatikan juga bahwa potensi ancaman yang masih mengintai di Italia bisa merusak seluruh struktur EMU (European Monetary Union).


227d032087e96a7387ae2e8c015728bd.png



Dalam update forex yang telah lalu, ACY pernah menyebutkan peliknya negosiasi anggaran yang tengah berlangsung antara Brussel dan Pemerintah Italia. Para pemangku kepentingan di negeri tersebut ingin menstimulus perekonomian dengan meluncurkan program fiskal baru, sementara Dewan Eropa meresponnya dengan ancaman denda yang fatal bila Italia membiarkan rasio utangnya terhadap PDB naik di atas 2.4%.

Didorong oleh dukungan kuat terhadap partai 5-Star Movement di pemilu parlemen Eropa baru-baru ini, Wakil PM Matteo Salvini dengan yakin memperkenalkan Undang-Undang yang memungkinkan Departemen Keuangan Italia untuk menerbitkan dan membelanjakan "Mini-BOT". Peluncuran Mini-BOT dimaksudkan agar pemerintah dapat membayar tagihan-tagihan infrastruktur yang sudah jatuh tempo, sembari menghindar dari parameter utang EMU.

Mini-BOT sendiri merupakan singkatan dari "Bills of Treasury" (Buoni Ordinari del Tesoro dalam Bahasa Italia), yang didasarkan pada Euro dan didenominasikan dalam nilai antara €10 and €500.... Pada dasarnya, Italia sama saja dengan sekonyong-konyong membuat uang baru dan membelajakannya sendiri.

Meskipun pekan lalu perdagangan Euro tampak disibukkan dengan negosiasi dagang dan pengambilan sikap bank sentral negara-negara G-7, masalah Mini-BOT dapat menjadi langkah pertama bagi Italia untuk menciptakan mata uang domestik yang bisa digunakan secara paralel dengan Euro, sebagai persiapan sebelum keluar secara formal dari Zona Euro dan EMU.

Italia merupakan negara dengan perekonomian terbesar keempat di Uni Eropa. Maka dari itu, ACY memandang jika eskalasi masalah Mini-BOT dapat memperluas kekhawatiran terhadap ketidakstabilan EMU secara sistematis, dan menjadi ancaman krisis baru bagi bank-bank Uni Eropa.

Barangkali, masih terlalu awal untuk mengantisipasi dampak Mini-BOT terhadap Euro di minggu ini. Dengan proses Brexit yang belum terselesaikan, cukup sulit untuk menemukan katalis yang dapat mempengaruhi reli EUR/USD atau EUR/GBP saat ini.



Outlook Pair Mayor Lainnya
Didukung oleh Treasury Yield domestik yang melandai, peluang pemotongan suku bunga RBA lebih lanjut pada 2 Juli mendatang telah meningkat dari 60% ke 80% di pekan lalu. Pergerakan harga AUD/USD pada chart Daily mengindikasikan zona resistance kuat di area 0.6040 dan 0.6960, sementara sinyal indikator momentum cenderung netral.

USD/JPY menemukan support di sekitar 107.00 pada Jumat lalu (21/Juni), tapi gambaran teknikalnya tidak mengindikasikan Low jangka pendek. Dengan Daily RSI yang beradai di 26.25, pair tersebut bisa terangkat kembali ke area 108.00 di awal pekan ini. ACY sendiri lebih memilih Long untuk posisi perdagangan yang taktis, begitu kondisi Oversold terkonfirmasi.

Di sisi lain, GBP/USD menguat hingga lebih dari 1.0% sepanjang pekan lalu, dan mencatatkan posisi penutupan harga di atas MA 30 untuk pertama kalinya sejak 6 Mei. Area resistance berikutnya diprediksi berada di 1.2810, dengan support terdekat terletak sedikit di bawah 1.2650. ACY memilih untuk memperdagangkan Sterling versus Euro dari pola Rounding Top yang terbentuk di kisaran 0.8935, dengan target downside di dekat 0.8730.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Investor Bersiap Menghadapi KTT G20

Mengingat pembicaraan dagang antara Xi Jin-ping dan Donald Trump diiproyeksikan bakal mendominasi nuansa pasar akhir pekan ini, barangkali akan lebih akurat untuk mendeskripsikan pertemuan yang akan digelar di Osaka itu sebagai G20 Summit.

Ini akan menjadi tatap muka pertama antara Xi dan Trump semenjak negosiasi AS-China terputus di bulan Mei. Sejak saat itu pula, kedua belah pihak saling berkontribusi terhadap memburuknya hubungan dagang antara dua ekonomi terbesar di dunia.

Kebuntuan dalam pembicaraan Washington dan Beijing telah mengguncang pasar finansial global, serta memicu keresahan mengenai potensi gangguan pada jalur-jalur perdagangan internasional yang dapat menimbulkan implikasi krusial bagi pertumbuhan ekonomi dunia.

Di tengah antisipasi pasar terhadap pertemuan G20, Trump justru mengeluarkan jurus ancamannya untuk menerapkan tarif tambahan terhadap barang-barang China senilai 300 miliar Dolar AS, mendaftarhitamkan beberapa perusahaan teknologi yang membantu pengembangan industri Supercomputer China, juga menyetujui penjualan 60 jet tempur F-16 ke Taiwan.

Di lain pihak, Xi tak tinggal diam. Sejauh ini, ia telah membangkitkan semangat nasionalisme di dalam negerinya, dan menegaskan bahwa China telah siap menghadapi konflik jangka panjang jika hal ini pada akhirnya bisa berujung pada lebih banyak kebebasan (secara ekonomi) bagi masyarakat China.

Singkat kata, pada titik ini tidak ada pihak yang menunjukkan sinyal kompromi ataupun kesediaan mengalah dari tuntutan-tuntutan sebelumnya, yang bisa mengarah pada resolusi jangka pendek dari perselisihan dagang kedua negara.


88f5f6db13b6609078b0a27db3c57eb6.png

ACY pun mengekspektasikan jika pertemuan AS-China pada Sabtu (20/Juni) mendatang hanya akan berakhir dengan penundaan tarif impor dari AS, dan kesepakatan untuk mengadakan negosiasi-negosiasi resmi lebih lanjut di masa mendatang. Melihat tingginya level konflik dan luasnya spektrum isu yang dipermasalahkan, cukup wajar untuk tak mengharapkan apapun dari KTT G20 Osaka.

Outlook Teknikal Pair Mayor
Sesuai dugaan, pair-pair mayor diperdagangkan dalam range harga yang relatif sempit, dengan volatilitas Intraday yang cenderung kalem.

EUR/USD mencapai level tertinggi 3 minggu di 1.1410 pada sesi perdagangan Asia kemarin (26/Juni). Namun, pasangan mata uang ini kemudian melemah ke 1.1350. Indikator-indikator momentum masih menunjukkan sinyal yang cukup kuat untuk mendukung harga menguji kisaran 1.1400. Sekalipun begitu, apabila EUR/USD mematahkan 1.1335, maka hal ini akan menandakan tercapainya High jangka menengah.

RBNZ memutuskan untuk mempertahankan suku bunga, yang berefek positif pada pergerakan AUD dan NZD terhadap USD. Akan tetapi, pergerakan AUD/USD melambat tepat di dekat area 0.7000 pada sesi perdagangan New York yang kemarin cenderung sepi. Dengan proyesi market yang sudah sebesar 80% untuk pemotongan suku bunga RBA pada pertemuan di Selasa (2/Juli) mendatang, Aussie kemungkinan akan sulit memperpanjang kenaikannya di atas area 0.7020.

Menurut pengamatan ACY, titik balik momentum jangka pendek di time frame H4 terletak pada 0.6969. Karenanya, break dari level tersebut dapat mendorong AUD/USD untuk kembali turun ke 0.6915.

Setelah melemah ke level terendah 6 bulan di 106.75 pada hari Selasa lalu, USD/JPY kini sudah pulih ke level 107.70. Pemulihan ini terlihat menjanjikan, dengan potensi perbaikan outlook teknikal di chart Daily jika harga berhasil menembus 108.10. Namun karena pair ini sangatlah sensitif terhadap perkembangan konflik dagang, maka hasil yang mengecewakan dari KTT G20 bisa mendorong harga kembali merosot hingga ke bawah 106.00.

Sementara itu, Sterling sempat menyentuh level tinggi 1.2785 pada sesi perdagangan London kemarin. Namun, harga kembali terpukul oleh masalah baru dalam isu Brexit. Secara teknikal, GBP/USD sudah melakukan "key reversal" dan kini mengarah ke level support 1.2660, yang juga bertepatan dengan level MA 30.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Trump-Xi Berdamai Di G20, Bagaimana Selanjutnya?

Pada 6 Mei, Presiden Trump mengumumkan berakhirnya gencatan senjata dengan China yang diumumkan Desember lalu, dan menginstruksikan Departemen Keuangan AS untuk mulai merumuskan tarif tambahan bagi barang-barang impor dari China senilai 300 miliar Dolar AS, yang belum ter-cover pada penetapan tarif sebelumnya.

Saat itu, pasar finansial mulai memusatkan perhatian pada pertemuan G20, serta menganggapnya sebagai titik penting dalam hubungan dagang bilateral antara Beijing dan Washington. Tujuh hari sebelum KTT antar para pemimpin negara G20 itu dimulai, para investor baru mendapat konfirmasi jika pertemuan sampingan antara Xi dan Trump benar-benar akan terlaksana.

Sayangnya, acara yang digadang-gadang bakal menjadi pertemuan luar biasa antara 2 pemimpin negara dengan ekonomi terbesar dunia itu hanya berlangsung 60 menit, dan hasilnya lumayan bisa ditebak. Meskipun kedua belah pihak telah memperhitungkan hasil meeting tersebut sebagai hal positif, pada dasarnya keadaan tarif impor kembali ke kondisi bulan Mei.

China setuju membeli lebih banyak kedelai dari petani AS, sementara Trump mengizinkan perusahaan-perusahaan teknologi AS untuk melanjutkan penjualan komponen-komponen ke raksasa telekomunikasi Huawei. Namun setelah euforia mereda dan para pemimpin pulang ke negara masing-masing, peluang eskalasi konflik dagang sebenarnya tidak banyak mengalami perubahan.

Dari perspektif trading, negosiasi dagang AS-China tampaknya telah menjadi pola rutin yang akan terus berputar pada pasang surut kerjasama dan ketidakpastian. Dari pandangan ini, ACY pun mengestimasikan level-level teknikal yang kemungkinan bakal tampak pada beragam pair forex mayor minggu ini.

3c295ef583d44edb7eefe56ce5d2ec7b.png

Outlook Teknikal Pair Forex Mayor
Setelah menyentuh 1.1415 pada hari Senin (24/Juni), EUR/USD gagal menguat kembali ke area 1.1400 di sepanjang pekan lalu. Daily RSI menunjukkan angka 63.00, yang belum mengindikasikan Overbought dan bisa mendukung harga untuk naik kembali ke area 1.1425/30 awal pekan ini. Support jangka pendek ada di 1.1330 yang juga bersinggungan dengan MA 200. Dilihat secara garis besar, trend jangka panjang EUR/USD masih cenderung ke bawah, dengan probabilitas tinggi untuk turun kembali ke 1.1100 sebelum bisa menyentuh 1.1500.

Sementara itu, USD/JPY sempat menyentuh level terendah 5 bulan di 106.70 pada hari Selasa lalu (25/Juni), sebelum berbalik menguat dan menutup pergerakan mingguan di dekat 108.00. Dengan Daily RSI dan MACD yang sama-sama mengarah ke atas, ACY memprediksikan jika USD/JPY berpeluang menanjak ke area 108.80/90 di minggu ini. Namun dalam pandangan yang lebih luas, setup harga masih cenderung bearish, dengan peluang besar untuk menembus level 107.00 dalam waktu dekat.

Meskipun proyeksi pemangkasan suku bunga RBA pada Selasa esok (2/Juli) tetap di kisaran 70%, AUD/USD konsisten menguat dalam 5 dari 6 minggu terakhir. Bahkan, gain pekan lalu yang sebesar 1.2% merupakan performa terkuat sejat Januari, dengan harga yang kini mendekati resistance kunci di sekitar 0.7040. Mengingat indikator-indikator momentum telah memberikan sinyal Overbought, tampaknya tidak banyak ruang kenaikan yang tersisa bagi AUD/USD.

GBP/USD telah bergerak di kedua sisi MA 30 dalam 7 sesi perdagangan terakhir. Kondisi ini biasanya menandakan pola Bottom dan dimulainya pergerakan upside. Level resistance kunci selanjutnya ada di 1.2750. Penembusan dari level itu dapat memicu pergerakan cepat menuju 1.2875, dengan support terdekat di area 1.2630.

Sumber : https://www.acy.com/category/market-analysis?affiliate=12229
 
Back
Top