zoeratmand
New member
Langge tidak menyesal pergi bermain futsal malam ini. Untuk sejenak, Ia dapat
melupakan segala masalah yang menyerangnya belakangan ini. Kerinduannya pada Ebiet
juga tidak sekronis sebelumnya. Meski sebentar, Ia dapat berbaur dengan dunia yang
belakangan ini Ia tinggalkan. Dera, yang hampir selalu berkutat dengan dunia otomotif,
hari ini bahkan bergabung dengan tim futsal mereka. Ada juga Anas, Randy dan Yuka,
serta teman-teman lainnya. Keriaan ini membuatnya bisa mensupress masalahnya sedikit - sedikit.
Ia teringat lagi akan kesempatan yang Yudhi tawarkan padanya. Menjadi
fotografer resmi Everybody Loves Irene selama mereka tur ke Singapura dan Malaysia
tentu merupakan sebuah kesempatan emas yang tidak boleh Ia sia-siakan. Sebuah prestasi
yang bakal mempercantik dan menambah tebal portofolionya, mengingat usianya baru 18
tahun dan haus pengalaman berharga. Belum lagi kesempatan untuk bertemu dengan
belahan jiwanya menjadi semakin besar.
Tapi, apa yang akan Ia lakukan terhadap kuliah kedokterannya? Apakah akan Ia
buat terbengkalai? Apa yang harus Ia bilang pada Mama, dan terutama, Papanya? Apa
yang harus Ia perbuat?
Pertanyaan-pertanyaan yang bersarang lagi di kepalanya itu membuat kepalanya
sakit lagi. Bisa-bisa stres, depresi, menghadapi semuanya. Langge semakin bingung.
Sepertinya, Ia benar-benar butuh waktu untuk sendirian. Memutuskan segala hal, untuk
yang terbaik, untuk mimpinya, untuk dirinya. Karena Ia tahu, Ia sudah dewasa.
melupakan segala masalah yang menyerangnya belakangan ini. Kerinduannya pada Ebiet
juga tidak sekronis sebelumnya. Meski sebentar, Ia dapat berbaur dengan dunia yang
belakangan ini Ia tinggalkan. Dera, yang hampir selalu berkutat dengan dunia otomotif,
hari ini bahkan bergabung dengan tim futsal mereka. Ada juga Anas, Randy dan Yuka,
serta teman-teman lainnya. Keriaan ini membuatnya bisa mensupress masalahnya sedikit - sedikit.
Ia teringat lagi akan kesempatan yang Yudhi tawarkan padanya. Menjadi
fotografer resmi Everybody Loves Irene selama mereka tur ke Singapura dan Malaysia
tentu merupakan sebuah kesempatan emas yang tidak boleh Ia sia-siakan. Sebuah prestasi
yang bakal mempercantik dan menambah tebal portofolionya, mengingat usianya baru 18
tahun dan haus pengalaman berharga. Belum lagi kesempatan untuk bertemu dengan
belahan jiwanya menjadi semakin besar.
Tapi, apa yang akan Ia lakukan terhadap kuliah kedokterannya? Apakah akan Ia
buat terbengkalai? Apa yang harus Ia bilang pada Mama, dan terutama, Papanya? Apa
yang harus Ia perbuat?
Pertanyaan-pertanyaan yang bersarang lagi di kepalanya itu membuat kepalanya
sakit lagi. Bisa-bisa stres, depresi, menghadapi semuanya. Langge semakin bingung.
Sepertinya, Ia benar-benar butuh waktu untuk sendirian. Memutuskan segala hal, untuk
yang terbaik, untuk mimpinya, untuk dirinya. Karena Ia tahu, Ia sudah dewasa.