agen_pale
New member
Lha klo sudah ada kesepakatan antara anak dan orang tua yg saling stuju, dan anak merasa mampu knapa tidak?
Inget sistem itu alat bukan tujuan jd bisa dipake atau tidak..misal apa ada peraturan cara sampai dari Jakarta ke kebandung? Bisa saja toh kita naik mobil pribadi/angkutan umum/jalan kaki ato yg lain, yg penting tujuan ke bandung tercapai..sama halnya dg HS yg terpenting output anak menguasai skill/keahlian yang disukai dan diinginkan, toh mau pake metode/sistem/kurikulum apa saja itu gak masalah.
Satu hal nih yang aden lupakan, bahwa dalam sebuah proses pendidikan itu bukan hanya hasil (output) yang di kejar atau di harapkan, tetapi hakikatnya adalah dalam pendidikan itu juga dikembangkan sebuah proses pembelajaran yang berlangsung sesuai tingkatan kemampuan individu dan saat proses tersebut berlangsung diharapkan terjadi proses pembelajaran yang lain selain materi pelajaran yang sebenarnya. Misalnya dalam proses pembelajaran Sosiologi, bukan hanya individu diharapkan mengetahui dan memahami apa Sosiologi itu tetapi dalam proses pembelajaran Sosiologi itu juga ada proses pembelajaran yang lain, misalnya dalam berdiskusi tentang materi tersebut anak di didik untuk bisa menerima pendapat orang lain juga belajar moral dan etika dalam menyanggah pendapat teman yang lain...
seperti contoh yang aden sampaikan di atas, menurut saya cenderung mengarah pada hasil akhir.... dan ini bukanlah tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Nah back to topic, apakah seperti ini HS lebih efektif???
di postingan atas sudah saya jelaskan bahwa peserta HS tidak harus/perlu ikut ujian kesetaraan kalau mereka tidak niat untuk melanjutkan ke jenjang yg lebih tinggi.
HS kan fleksibel bisa pake kurikulum apa saja…klo memang dari awal niat melanjutkan ke jenjang yg lebih tinggi ya tinggal ambil kurikulum diknas ( standar nasional). Lha trus apa bedanya dg PS? Beda la waktu belajar tidak di patok seperti di PS….anak jg tidak perlu mengambil mapel yg mungkin dianggap tidak begitu dibutuhkan (mulok dll)…misalkan HS tingkat SMP, anak bisa saja hanya mengambil mapel yg nanti di ujikan seperti unas ( mtk, indo,ingris,ipa) dan mapel yg menjadi minat anak tsb.
Perlu dingat Home Schooling (HS) itu dijelaskan sebelumnya adalah sebuah proses sekolah yang berlangsung di rumah, Nah.. yang namanya Sekolah tentu harus menggunakan kurikulum sebagai panduan dalam proses pendidikannya dan biasanya di akhiri dengan Ujian Akhir. Hasil dari Ujian Akhir ini maka diterbitkanlah Surat Tanda Tamat Belajar yang sekarang lebih dikenal dengan istilah IJAZAH sebagai bukti yang bersangkutan telah menyelesaikan proses pendidikan pada satu tingkat/jenjang pendidikan.
Kalau aden katakan HS tidak harus/perlu ikut ujian kesetaraan... sudah barang tentu tidak akan mendapatkan Ijazah. Kalau sudah seperti ini masalahnya terus tujuan HS memangnya kemana???
Kalau arahnya sekedar meningkatkan kemampuan siswa saja, tanpa home scholing orang bisa belajar khan.......
Last edited by a moderator: