The Rose

Adegan tersebut membuat Putri Jean dan Nicole jadi heran. Mereka belum tau, ada apa dengan mereka.
Rose: "Damian.. aku.. aku.."
Damian langsung memeluk Rose.
Damian: "Aku minta maaf, Rose.. Aku minta maaf, karena telah merahasiakan semua ini darimu. Aku menyesal.."
Rose melepaskan pelukan itu.
Rose: "Aku tidak yakin, bisa memaafkanmu, setelah melihat semua ini.."
Damian: "Rose.."
Damian tak sanggup bertahan. Ia berlutut pada Rose.
Damian: "Aku mohon.. aku sangat mencintaimu.."
Putri Jean dan Nicole dibuat terkejut, saat mendengar kalimat itu terucap dari mulut Damian, untuk Rose.
Rose: "Jangan kau ucapkan kalimat itu lagi. Aku tidak pantas menerimanya."
Damian: "Kau tidak adil, Rose.. kau juga merahasiakan tempat penugasanmu dariku. Bukan di medan perang, tapi di istana ini.."
Rose menangis sesenggukkan.
Putri Jean dan Nicole yang sangat menyaksikan mereka, tak berani mengusik. Mereka hanya menyaksikan.
 
Rose menoleh pada Damian. Ia tak sanggup melihat wajah kekasihnya.
Rose: "Berdirilah.. kau kan pangeran. Mana boleh berlutut pada seorang perawat sepertiku.."
Damian langsung memeluk Rose lagi.
Damian: "Aku sangat mencintaimu.. Aku.. selalu merindukanmu, Rose.."
Rose: "Aku juga, Damian.."
Damian menciumi wajah Rose dengan mesra.

Putri Jean dan Nicole tidak menyangka, kalau ternyata, kekasih Rose adalah Damian. si pangeran yang pura-pura jadi pemburu rusa.
Damian: "Aku tau, aku telah salah merahasiakan ini darimu, Rose.. Tapi aku terpaksa."
Setelah memanggil Dr. Isaac dan Lucifer, Damian baru berani menjelaskan semua.
Damian: "Aku takut polisi menangkapku. Lalu membuat posisiku terancam, dan membuat ayah ibuku marah besar."
Rose: "Polisi?"
Damian mulai takut untuk cerita.
Lucifer: "Begini, Rose.."
Ia mulai jujur.
Lucifer menceritakan peristiwa penembakan yang tak sengaja dilakukan oleh Damian dan Leigh, saat mereka sedang berburu di lereng pegunungan Kerry. Tak satu pun yang dirahasiakan Lucifer saat cerita.
 
Damian menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Rose: "Jadi, yang menembakku..?"
Damian: "Tapi, ini semua karena Leigh. Dia yang mendesakku. Dia duluan yang menemukan rusa warna putih itu."
Rose menatap Damian. Ia bingung. Apakah Damian harus disalahkan atau dimaafkan?
Nicole: "Rose.. maafkanlah dia.."
Rose terus fokus menatap Damian.
Rose: "Lalu.. untuk apa kau mendekatiku? Untuk menutupi kebohonganmu?"
Damian: "Bukan begitu.. itu karena.. aku ingin menebus semua kesalahan ini. Hingga tidak menyadari, kalau aku telah jatuh cinta padamu sejak awal.."
Dr. Isaac: "Itu benar, Rose.."
Lucifer berdiri. Ia mengusap keningnya.
Lucifer: "Akulah yang harus disalahkan. Dari awal, akulah yang menyuruh Damian untuk berbohong. Jadi Rose.. aku mohon, maafkanlah dia.."
Rose terdiam. Lalu..
Rose: "Aku.. memaafkanmu, Damian.."
Lalu, ia menunjukkan bekas luka tembak di dadanya. Bekasnya tak bisa hilang.
Rose: "Belas luka ini.. akan selalu membuatku ingat, bagaimana pertama kali kita bertemu.."
Lalu, Rose tersenyum.
 
14

Hubungan Rose dan Michael belum sepenuhnya di aman. Dengan bantuan Putri Jean, Nicole, dan Lucifer, mereka bisa merahasiakannya. Nasihat mereka semua sangat berharga. Salah satunya dari Dr. Isaac.
Dr. Isaac: "Jangan sering-sering bertemu. Karena nyawa kami bergantung pada kalian berdua.
Damian terus memeluk Rose.
Damian: "Aku janji, semua akan baik-baik saja. Aku mencintaimu, Roseku, Sayang.."
Rose tersenyum penuh haru.

Di kamarnya, Rose masih murung. Ia tampak masih shock.
Nicole: "Aku tidak menyangka, kalau kau dan Pangeran Damian.."
Ia memotong kalimatnya sendiri. Ia melihat Rose menangis.
Nicole: "Rose.. kau kenapa?"
 
Rose masih menangis.
Rose: "Aku.. takut, Nicole.. Aku tidak ingin berpisah dari Damian."
Nicole: "Percayalah satu hal, Rose. Dari caranya menatapmu dan memperlakukanmu dengan baik seperti itu, aku bisa melihat, bahwa dia sangat mencintaimu. Kalian tidak akan berpisah.."
Rose masih belum tenang. Hingga akhirnya lelah dan tidur.

Keesokan harinya, Rose mengawali hari dengan pekerjaan yang kurang baik. Ia banyak melamun, dan menumpahkan obat-obatan.
Nicole: "Kau sakit, Rose?"
Rose: "Tidak.. aku tidak apa-apa.."
Nicole: "Sungguh?"
Rose menganggukkan kepala.

Di kediaman Putri Jean..
Damian: "Mungkin.. aku akan sering-sering kemari."
Putri Jean tersenyum. Ia tau maksud Damian.
Jean: "Kau tenang saja.. Rose masih punya kewajiban tugas di kediamanku ini. Jadi, kau bisa bertemu dia.."
Damian: "Aku tidak menyangka. Mulai hari dengan ini, aku sudah tidak perlu menutupi rahasia apa pun darinya. Hidup terasa lebih ringan."
 
Kemudian, Rose datang. Ia bersama Nicole. Tapi.. ia sama sekali tidak menatap Damian secara langsung. Membuat Damian jadi merasa aneh.
Tapi, Damian pikir, Rose masih sibuk dengan pekerjaannya. Dan.. tidak mau diganggu.
Nicole: "Tuan Putri, dari hari ke hari, kesehatan anda semakin baik."
Lalu, tanpa menatap Damian sedikit pun, Rose keluar. Ia pergi ke dapur istana, untuk menyiapkan makanan sehat.
Saat kembali lagi, Rose tidak juga memperhatikan Damian sedikit pun.
Rose: "Yang Mulia, sayur bayam ini, baik untuk memulihkan tenaga."
Jean: "Masakanmu ini lezat, Rose.."
Rose tersenyum merendah.
Setelah pekerjaan selesai, Rose dan Nicole keluar dari kediaman Putri Jean. Karena tak juga diperhatikan, Damian jadi tidak sabaran. Ia mengejar Rose, dan menarik tangan gadis itu.
Damian: "Rose, tunggu.."
Rose segera melepaskan diri dari tangan Damian, dan bersikap sangat sopan.
Rose: "Ada apa, Pangeran?"
Damian heran. Kenapa Rose memanggil dirinya dengan sebutan 'Pangeran'?
Damian: "Rose, kau ini kenapa?"
 
Rose: "Maaf, Pangeran. Kami sedang banyak pekerjaan. Bila Kami tidak ada yang bisa kami bantu, kami permisi dulu."
Rose berbalik, dan pergi bersama Nicole. Tanpa ditahan lagi, air matanya tumpah. Ia langsung mengusapnya dengan sapu tangan.
Nicole kasihan pada Rose. Tapi, dia tidak bisa berbuat apa-apa, selain menghibur.

Rose mengunjungi Selir Ramona di kediamannya. Ada seorang perawat yang menjaganya. Perut wanita itu belum terlalu besar, karena baru dua bulan.
Ramona: "Rose, kau ke mana saja? Kenapa tidak mengunjungiku?"
Rose: "Maaf, Yang Mulia. Pekerjaan saya banyak sekali. Dan baru sekarang sempat menjenguk Yang Mulia."
Ramona tersenyum.
Rose: "Bagaimana, Yang Mulia? Apa ada rasa tak nyaman, yang anda rasakan?"
Ramona: "Sejauh ini.. semua baik-baik saja. Para perawat baru itu, bekerja sama baiknya dengan kau dan Maria sebelumnya."
Rose: "Saya senang mendengarnya, Yang Mulia.."
Ramona tersenyum. Diikuti dengan senyum Rose juga.

Dr. Isaac memanggil Rose ke ruangannya. Rupanya, Damian sudah cerita semua.
 
Dr. Isaac: "Apakah.. kau belum memaafkan Damian?"
Rose terdiam. Ia menahan air matanya. Tapi tak bisa. Ia terpaksa menumpahkannya.
Dr. Isaac: "Damian tidak salah. Yang salah adalah aku, Lucifer, dan Leigh. Kamilah yang menyuruhnya untuk berbohong. Aku mohon, Rose.. maafkanlah Damian. Dia.. sangat mencintaimu."
Rose: "Aku juga sangat mencintainya. Hanya saja.. apa yang terjadi kali ini.. benar-benar membuatku bingung. Sekarang, status kami sudah jelas. Kami tidak mungkin bisa bersama. Jadi, aku bersikap layaknya seorang perawat istana, pada pangeran di istana ini.."
Oh.. kenapa jadi begini? Dr. Isaac benar-benar bingung.

Damian sudah pasrah.
Damian: "Baiklah.. Kalau itu maunya. Terserah padanya. Aku hanya akan menurut."
Damian: "Jangan menyerah, Damian.."
Damian tidak lagi mendengarkan omongan Dr. Isaac. Ia membenamkan kepalanya di bawah bantal.

Lagi-lagi, Damian dan Rose berpapasan di depan kediaman Putri Jean. Kala itu, Damian baru pulang sekolah, dan lewat di depan kediaman adiknya.
 
Sedangkan Rose, Ia dan Nicole baru mau masuk.
Seperti yang sudah Rose putuskan, ia akan bersikap seperti layaknya seorang perawat istana pada pangeran di istana ini. Ia sama sekali tak menatap Damian. Apalagi mengucapkan sesuatu. Damian melihat Rose berlalu begitu saja. Tanpa ia tau, bahwa setelah bertemu dengan dirinya, mata Rose selalu basah karena menangis.
Rose: "Aku rela bila harus menjalani hari-hariku yang sangat sulit di istana ini. Demi cita-citaku. Demi membuat ayah dan ibuku bangga padaku.."

Entah ini berita baik atau buruk. Yang jelas, begitu antusiasnya para perawat menerima kabar tersebut.
Perawat senior yang selama ini merawat Ratu Dominique, sudah sangat tua dan mulai sakit-sakitan. Maka, sesuai peraturan, perawat yang sudah tidak bisa bekerja, harus diberhentikan, dan diganti dengan perawat lain, melalui test ketat. Dua perawat terbaik akan di test lagi, untuk mencari yang benar-benar paling baik.
Inilah kesempatan yang Rose tunggu.
 
Dr. Isaac mengumumkan berita tersebut pada para perawat, saat mereka berkumpul.
Rose tampak sangat senang.
Rachel terus memperhatikan Rose.
Dr. Isaac: "Test akan diadakan mulai awal bulan depan. Bahan test, Yang Mulia Ratu Dominique sendiri yang akan memberikannya."

Rose kembali ke kamarnya dengan perasaan yang tidak biasa. Ia sedang sangat senang. Nicole memperhatikannya.
Nicole: "Wah.. sepertinya kau sangat senang. Ada apa?"
Rose: "Iya, Nicole.. Aku sangat senang. Karena aku akan ikut test menjadi perawat Yang Mulia Ratu Dominique."
Nicole tertawa. Ia senang, karena melihat Rose kembali ceria.
Nicole: "Semoga kau berhasil, Rose.."
Rose tersenyum penuh bahagia. Seakan ia melupakan Damian.. dan segala masalah yang terjadi.

Sambil menunggu bahan test dikeluarkan, Rose sangat rajin membaca buku-buku pengobatan, dan observasi tentang penyakit, dan cara pengobatannya.
Kehamilan Ramona, selain menjadi tugasnya, juga menjadi salah satu observasinya. Ramona bersedia membantu observasi itu.
 
Ramona: "Kalau dari sebelum lahir anakku sudah bisa berguna untuk orang lain.. kenapa tidak, Rose? Semoga kau berhasil,"
Rose: "Terimakasih, Yang Mulia.."

Di perpustakaan perawat..
Rose baru masuk, dan langsung mengambil buku tentang merawat luka. Ada berbagai macam cara mengobati luka. Sesuai dengan kondisi lukanya.
Kemudian.. Rachel datang. Ia mendekati Rose.
Rachel: "Kau tidak perlu terlalu rajin belajar. Karena Yang Mulia Ratu Dominique tak akan memilihmu.
Rose tidak peduli, apa kata Rachel. Ia tetap harus belajar, dan berusaha.
 
15

Bahan test diumumkan. Ratu Dominique sendiri yang langsung memimpin rapat para perawat. Tapi, bahan test dibacakan oleh Dr. Isaac.
Dr. Isaac: "Selama sebulan, kalian akan ditugaskan ke medan perang. Aku hanya akan mengirimkan lima orang perawat terbaik."
Lalu, Dr. Isaac membacakan daftar perawat yang akan dikirimnya.
Dr. Isaac: "Rachel, Lucia, Marta, Hannah, dan.. Rose."
Rose senang sekali, karena namanya masuk dalam daftar. Nicole dan Maria langsung memberinya selamat.
Maria: "Selamat, Rose.."
Nicole: "Semoga kau berhasil,"
Rose: "Doakan aku, ya.."
Dr. Isaac membetulkan letak kacamatanya. Lalu bicara lagi.
Dr. Isaac: "Kalian di sana, bertugas untuk merawat para pasukan yang terluka. Dua perawat terbaik, akan dipilih lagi, menjadi yang paling baik, dan berkesempatan menjadi perawat Yang Mulia Ratu Dominique."
Setelah itu..
Dominique: "Kalian.. bekerjalah dengan baik."
Rapat selesai, dan mereka semua kembali ke pekerjaan masing-masing.
 
Saat Dr. Isaac baru keluar dari ruang rapat, ia bertemu dengan Damian.
Damian: "Dokter, kau lihat Rose!"
Dr. Isaac: "Mungkin sedang bertugas di kediaman Putri Jean."
Damian: "Oh.. kalau begitu, aku ke sana dulu."
Tapi, Dr. Isaac menahannya.
Dr. Isaac: "Tunggu dulu! Ada hal penting yang harus kau tau."
Damian: "Apa itu?"
Dr. Isaac: "Rose, besok pagi akan dikirim ke medan perang, untuk mengikuti test menjadi perawat Yang Mulia Ratu Dominique."
Berita itu membuat Damian terkejut.
Damian: "A, apa?!"
Tanpa banyak pikir lagi, ia segera mencari Rose di kediaman Putri Jean.
Damian: "Jean, apa.. Rose kemari?"
Jean: "Baru saja dia pergi. Kenapa?"
Damian tak menjawab pertanyaan Jean. Ia mencari Rose ke seluruh istana.

Rupanya, Rose sedang berada di kamar mandi perawat bersama Nicole. Keduanya sedang berendam air hangat.
Nicole: "Rose, sebenarnya aku merasa agak aneh dengan test ini. Dulu, saat ada pemilihan perawat untuk Ratu Dominique, cukup Dr. Isaac yang memutuskan. Tapi kenapa kali ini lebih rumit dan aneh..?"
 
Rose: "Mungkin.. Yang Mulia Ratu Dominique ingin mencari perawat yang lebih baik. Hh.. semoga aku terpilih.. Amin.."
Lalu..
Nicole: "Oh ya, besok.. kau akan pergi untuk waktu yang lama. Apa.. kau tidak pamitan pada Pangeran Damian?"
Rose: "Tidak perlu."
Nicole: "Kenapa?"
Rose: "Tidak apa-apa."
Nicole: "Kau jangan begitu. Dia sangat mencintaimu, Rose.."
Rose: "Aku tau. Aku juga sangat mencintainya. Namun.. aku sadar, di mana letak posisi dan status kami berdua masing-masing."

Damian mencari Rose ke kediaman perawat. Tapi tidak ada. Tak ada yang tau di mana Rose.

Rose dan Nicole baru selesai mandi, lalu kembali ke kamar mereka. Kemudian, Maria menghampiri mereka.
Maria: "Rose, tadi Pangeran Damian mencarimu."
Rose berusaha tak peduli.
Maria: "Kelihatannya penting sekali."
Rose masih tak peduli. Ia masuk kamar.
Nicole: "Kenapa kau jadi tidak peduli? Siapa tau memang penting."
Rose diam.
 
Di kediaman Putri Jean..
Jean: "Rose, tadi kakakku mencarimu. Saat ku tanya ada apa, dia tidak menjawab. Wajahnya terlihat pucat. Mungkin.. ada yang penting."
Informasi Jean membuat Rose mulai panik. Ia sadar, dirinya masih peduli pada Damian. Ia segera pergi ke kediaman sang pangeran. Tapi ia bertemu Leigh.
Rose: "Leigh, apa.. kau tau di mana Damian?"
Leigh: "Tidak. Tapi, tadi aku lihat dia keliling istana. Seperti mencari sesuatu."
Rose pun mencari Damian lagi.

Damian tiba di taman. Ia lelah. Ia duduk di bawah pohon.

Akhirnya Rose melihat Damian duduk di taman.
Rose: "Damian.. kekasihku.."
Damian menoleh. Ia langsung berdiri dan memeluk Rose.
Damian: "Roseku.. Bunga Mawarku.."
Rose melepas pelukan itu.
Rose: "Kenapa kau mencariku? Kau kan tau.. itu berbahaya."
Damian: "Iya, aku tau.. Tapi.. aku tidak peduli. Rose.. apa benar, kau akan pergi besok?"
Rose menganggukkan kepala.
Rose: "Iya. Aku harus pergi. Aku ingin mewujudkan cita-citaku menjadi perawat terbaik. Kau jangan sedih. Aku pasti pulang.."
 
Back
Top