The Rose

Rose merawat Ramona dengan baik.
Rose: "Yang Mulia, anda harus makan makanan yang bergizi. Supaya anda dan bayi anda selalu sehat."
Ramona tersenyum.
Ramona: "Terimakasih, Rose.."
Rose: "Yang Mulia, saya.. punya cerita menarik untuk Yang Mulia.."
Ramona: "Ceritalah.."
Ramona langsung tertarik. Senyuman mengawali cerita menarik itu..
Rose: "Dulu.. saat saya masih tinggal di London, saya pernah melihat seorang wanita yang sangat cantik. Ia begitu anggun dengan gaun yang indah. Karena terlalu kagum melihatnya, saya sampai terlambat pergi ke sekolah."
Ramona tertawa.
Ramona: "Pasti wanita itu sangat cantik."
Rose: "Iya.. Dia sangat cantik. Cerita selanjutnya, saat pulang sekolah waktu itu, di jalanan kota sedang ada atraksi menarik, yang mengiringi kereta kencana Ratu Elizabeth. Tanpa disangka.. saya melihat wanita itu lagi. Saking kagumnya, sampai saya tidak sadar hampir ditabrak kereta kuda yang melintas. Untung, ada yang menolong."
Ramona tertawa lagi.
 
Ramona: "Aku jadi penasaran dengan wanita itu. Secantik apakah dia?"
Rose: "Sangat cantik.."
Ramona: "Apa.. kau mengenalnya?"
Rose: "Dulu tidak. Tapi.. sekarang iya."
Ramona: "Kalau begitu, perkenalkan aku padanya.."
Rose tersenyum.
Rose: "Yang Mulia.. wanita itu.. adalah anda.."
Ramona terkejut dan serasa tak percaya.
Ramona: "Aku?"
Rose: "Benar. Waktu itu, saya melihat anda di butik Tn. Ivan, mengenakan gaun yang sangat indah."
Ramona tertawa.
Ramona: "Oh.. Ivan.. Allen? Ya.. ya.. aku ingat sekarang. Waktu itu, aku melihat seorang gadis muda, yang memandangi aku dari jendela kaca."
Rose: "Itu saya, Yang Mulia.."
Ramona: "Benarkah?"
Rose menganggukkan kepala. Lalu, ia duduk di belakang Ramona. Memijat bahunya.
Rose: "Anda.. sangatlah cantik.."
Ramona: "Terimakasih, Rose.."
Sejak saat itu, Rose dan Ramona jadi akrab. Seperti adik dan kakak.

Suatu hari di minggu ke tiga, sejak Rose tinggal di Istana..
Pukul delapan pagi, Rose dan Maria sudah ada di kediaman Ramona.
 
iya ntar malem.... >,<
warning dikit si... dah mo tiba saat nya pra klimaks.. jd siapin tissue... hahahah aku gak tanggung jawab kalo sampe bengkak hahahahahha
 
Ramona: "Kebetulan kalian sudah datang. Aku.. ingin makan sesuatu yang beda, tapi sehat untuk bayiku. Kira-kira.. apa, ya?"
Rose: "Bagaimana.. kalau sup kentang manis?
Ramona: "Makanan apa itu, Rose?"
Rose: "Kata ibuku, sup kentang manis, bagus untuk wanita hamil."
Ramona: "Baiklah. Aku mau. Tolong, kau masakkan makanan itu untuk makan siangku nanti."
Rose: "Baik, Yang Mulia."

Rose pergi ke dapur istana, setelah mendapatkan bahan-bahan makanan yang ia butuhkan.
Tanpa disadari, ada yang mengawasinya diam-diam.
Di dapur istana, Rose bertemu Rachel dan Lucia.
Rachel: "Apa yang kau lakukan di sini?"
Rose: "Selir Ramona memintaku memasak menu makan siangnya."
Lucia: "Kau pasti mengarang cerita."
Rose tidak mengerti maksud Lucia.
Rachel: "Selir Ramona sudah menugaskan kami. Jadi, sebaiknya, kau tidak usah berdalih macam-macam!"
Lucia: "Keluar kau dari sini!"
Lucia mendorong Rose, supaya keluar dari dapur tersebut.
Bukannya tak berani melawan. Tapi ia tak ingin cari ribut. Ia keluar saja dari dapur itu.
 
Jadi bingung. Ke mana Rose harus memasak makanan ini?
Kemudian.. ia bertemu dengan Nicole.
Nicole: "Rose, kau sedang apa?"
Rose: "Ng.. Selir Ramona memintaku untuk memasak menu makan siang untuknya. Tapi.. Rachel dan Lucia mengusirku dari dapur."
Nicole menghela nafas.
Nicole: "Kalau begitu, kau ikut aku saja. Kita memasaknya di dapur perawat."
Rose: "Kita?"
Nicole: "Iya. Aku akan membantumu."
Rose: "Baiklah. Terimakasih, Nicole.."

Sementara itu..
Damian sedang keluar istana. Menyegarkan hati dan pikirannya. Ditemani Dr. Isaac.
Dr. Isaac: "Di sini rupanya.. tempatmu berburu, dan bersenang-senang bersama Rose?"
Damian: "Iya. Tapi sekarang tidak lagi. Dia.. sudah tidak di sini.."
Kasihan Damian, kata Dr. Isaac dalam hati. Pangeran muda ini tak tau kalau kekasihnya tak pernah jauh darinya. Mereka begitu dekat. Kenapa semua jadi sulit diungkapkan?

Ramona sedang bersiap akan makan siang. Rachel membawakannya semangkuk sup telur rebus dan sepiring tumisan kacang polong.
Ramona: "Terimakasih, Rachel.."
 
Kemudian Rose datang.
Ramona terlihat senang.
Rose: "Yang Mulia, ini sup kentang manisnya.."
Ramona tak sabar ingin mencicipi masakan Rose.
Ramona: "Rose.. ini lezat sekali.."
Rose tersenyum.
Rachel tak suka melihat Rose begitu disayang oleh Ramona.

Damian dan Dr. Isaac baru pulang. Mereka kembali ke kediaman masing-masing.
Saat kembali ke ruangannya, di jalan Dr. Isaac bertemu dengan Rose.
Dr. Isaac: "Rose.. ada yang ingin kubicarakan denganmu."
Ia segera mengajak Rose ke ruangannya,
Rose: "Ada apa, Dokter?"
Dr. Isaac: "Ini tentang Damian. Kirimi dia surat. Ceritakan, bahwa kau baik-baik saja dan merindukannya."
Rose: "Tapi, kalau dia tau aku ada di Dublin, tepat di dalam istana."
Dr. Isaac: "Biar nanti, aku bantu merahasiakannya."
Rose: "Terimakasih, Dokter."

Rose tidak bisa tidur. Ia memikirkan Damian. Dia kenapa, ya? Apa yang terjadi? Rose sangat merindukan Damian. Tapi, karena sibuk untuk dengan pekerjaan, ia sampai tidak berpikir untuk mengirim surat."
 
Malam sudah sangat larut. Tapi Rose belum juga tidur. Dilihatnya, Nicole sudah terlelap.
Tiba-tiba..
Suara pintu diketuk orang.
"Rose..! Rose..!" suara seorang wanita membangunkan Nicole.
Nicole: "Siapa itu, Rose?"
Rose: "Aku tidak tau. Akan ku lihat dulu."
Rose membuka pintu kamar. Seorang pelayan istana dari kediaman Selir Ramona datang begitu mendadak.
Rose: "Apa yang terjadi?"
Ia merasa, ada sesuatu yang terjadi pada Selir Ramona. Sebelum pelayan itu menjawab apa pun, Rose segera bertukar pakaian dengan pakaian perawat. Lalu ikut ke kediaman Selir Ramona.
Sesampainya di sana, sudah ada beberapa perawat seperti Maria, Rachel, dan Lucia. Juga ada Dr. Isaac.
Rose: "Maria, apa yang terjadi?"
Maria tidak mampu menjawab. Ia malah menangis.
Tiba-tiba..
Rachel: "Dialah yang telah meracuni Selir Ramona!"
Rose terkejut mendengarnya.
Lucia: "Iya. Dia yang melakukannya."
Kata-kata Lucia semakin membuat Rose bingung.
 
10

Maria langsung membela Rose.
Maria: "Itu bohong, Dr. Isaac.."
Rose: "Sebenarnya apa yang terjadi?"
Pertanyaan itu dijawab sinis oleh Rachel.
Rachel: "Kau telah meracuni Selir Ramona dengan masakanmu itu, kan?"
Rose: "Apa maksudmu?"
Dr. Isaac kasihan melihat Rose. Ia pun menjelaskan.
Dr. Isaac: "Begini, Rose.. tadi siang, setelah makan siang, dia merasakan mulas di perutnya. Hingga rose hari, rasa sakit itu terus berlanjut. Setelah diperiksa, ada obat mempercepat kelahiran. Padahal, kita semua tau, usia kehamilannya belum genap dua bulan."
Rose: "Kenapa tidak ada yang memberitauku?"
Lucia menyahut, sama sinisnya dengan Rachel tadi. Kedua alisnya naik turun ketika bicara.
Lucia: "Untuk apa memberitaumu? Untuk memperkeruh keadaan?"
Rose tidak bisa membalasnya. Ia memilih diam.
Tiba-tiba..
Dr. Isaac: "Kaulah yang memperkeruh keadaan!"
Dokter itu membentak Lucia.
Dr. Isaac: "Aku minta, kalian menjaga mulut kalian. Kejadian ini belumlah jelas!"
Lucia langsung diam."
 
Rose sendiri masih diam dari tadi. Hatinya begitu sakit, karena tuduhan tersebut.
Tapi, demi cita-citanya, Rose pun akhirnya buka mulut.
Rose: "Yang Mulia Selir Ramona meminta saya untuk membuatkan makanan yang sehat untuk bayinya. Padahal, hari ini tugas Rachel tadi yang memasakkan makanan sehat. Saya pun menurut. Waktu saya ke dapur istana, Rachel dan Lucia mengusir saya dari dapur. Kemudian, saya bertemu Nicole. Ia mengajak saya memasak di dapur perawat. Ia juga membantu saya. Tentu dia tau, bahan apa saja yang saya pakai."
Dr. Isaac manggut-manggut. Ia paham dengan cerita Rose.
Dr. Isaac: "Aku akan segera mengusut kasus ini. Kalian kembali ke kamar kalian. Maria, kau ku tugaskan untuk menjaga Selir Ramona. Pantau terus kondisinya."
Maria: "Baik, Dokter.."

Sesampainya di kamar, Nicole menyambut Rose dengan banyak pertanyaan terpendam. Namun hanya satu yang dapat diungkapkan.
Nicole: "Apa yang terjadi, Rose?"
Rose tidak menjawab apa-apa. Hatinya masih sangat pilu.
 
Rose merebahkan tubuhnya di ranjang setelah berganti pakaian. Ia memejamkan matanya. Air mata membasahi pelipisnya.
Melihat keadaan Rose, Nicole berhenti bertanya. Ia membiarkan Rose memenangkan dirinya.
Imajinasi Rose terbang membawanya kembali ke masa-masa sebelum masuk Istana. Kehidupannya begitu bahagia. Ia ingat pada Damian, kekasihnya. Seandainya, Damian ada di sini.. Ia ingin sekali menangis dalam pelukan pria itu.

Di Istananya, Damian sedang berubah jadi aneh. Ia marah pada semua orang yang bekerja di kediamannya.
Seorang pelayan yang takut terjadi sesuatu pada pangeran itu, langsung pergi mencari Dr. Isaac dan Leigh. Ia bertemu keduanya, dan menceritakan apa yang terjadi pada Damian.
Keduanya langsung menemui Damian.
Mereka melihat Damian duduk lemah. Kakinya naik ke meja. Benar-benar sikap yang sangat buruk. Pangeran macam apa ini??
Leigh: "Kau kenapa, Damian?"
Yang ditanya tidak menjawab.
Dr. Isaac: "Kalau Ratu Dominique sampai tau, kau bisa celaka."
 
Damian: "Aku lebih baik mati, dari pada.. harus menelan pahit apa yang sedang terjadi."
Dr. Isaac: "Kau bicara apa?"
Damian bangkit, dan berjalan mendekati Dr. Isaac.
Damian: "Kau tau betul, apa yang ku katakan!"
Dr. Isaac: "Aku tidak tau."
Damian pasang wajah sedih, kecewa, dan marah.
Damian: "Kau.. membuatku kecewa. Ku pikir, selama ini kau adalah temanku. Ternyata tidak!"
Rasanya, Damian ingin memukul dokter yang telah ia kenal selama bertahun-tahun. Untung saja, Leigh mampu menahannya.
Damian: "Kenapa kau tidak bilang padaku? Kenapa kau tidak tidak berterus terang padaku? Kalau Rose ada di istana ini?!"
Dr. Isaac kaget mendengar pertanyaan itu. Bagaimana Damian bisa tau?
Damian: "Kau kaget? Karena aku tau hal ini dengan sendirinya. Iya, kan?"
Dr. Isaac menundukkan kepala. Belum tau harus menjawab apa.
Damian: "Gara-gara kau tidak bilang, aku tak bisa menolong Rose, saat ia dijahati para perawat itu. Di saat dia difitnah telah meracuni bibi Ramona. Padahal tidak. Aku sangat sedih karena tak bisa apa-apa."
 
Dr. Isaac: "Jadi benar, dia tidak bisa apa bersalah?"
Damian: "Ya. Itu benar. Setiap saat, aku selalu mengawasinya dari jauh."
Leigh kaget juga mendengar cerita ini. Ia coba menguatkan kedua sahabatnya itu.
Dr. Isaac: "Perlu kau tau satu hal, Damian. Sebenarnya Rose sendiri juga merahasiakan hal ini darimu."
Leigh: "Tapi kalau dipikir-pikir, Damian.. jangan sampai, Rose tau satu kau seorang pangeran di istana ini? Bisa gawat."
Hampir saja, Damian lupa, dengan masalah rahasia statusnya.
Damian: "Tapi.. aku ingin sekali menolongnya, berada di sisinya, dan menyeka air matanya. Sayangnya.. aku tidak bisa. Padahal.. dia ada di dekatku."
Dr. Isaac dan Leigh terdiam. Mereka kasihan pada Damian. Tapi mau bagaimana?
Dr. Isaac: "Kemarin, aku meminta Rose mengirimkan surat padamu. Awalnya dia menolak. Karena takut kau sampai tau kalau dia ada di Istana."
Damian memegang kedua lengan Dr. Isaac.
Damian: "Dokter, tolong bantulah dia.."
Dr. Isaac: "Iya. Aku akan membantunya semampuku."
 
Leigh: "Tenang saja, Damian. Aku yakin, Rose itu gadis yang kuat. Dia pasti bisa melewati masalah-masalahnya."
Damian sudah tenang. Dr. Isaac tau, dia sedang stress. Ia memberi obat penenang. Supaya Damian bisa tidur nyenyak malam ini.

Keesokan paginya..
Dr. Isaac meminta Rose, Nicole, Maria, Rachel, dan Lucia berkumpul di ruangannya, untuk membahas kasus yang terjadi pada Selir Ramona.
Rose sudah siap menerima apa yang terjadi, meski ia tau, bahwa dirinya tidak bersalah. Ia akan membela diri sekuat tenaga.
Nicole terkejut, saat mendengar apa yang terjadi.
Nicole: "Tenang saja, Rose. Aku tau, kau tidak bersalah.
Rose: "Terimakasih, Nicole.."
Saat ditanya, Nicole pun memberikan penjelasan, bahan apa saja yang dipakai Rose untuk memasak kemarin. Tidak ada yang namanya obat mempercepat kelahiran.
Kemudian, Lucia menyahut dengan sinis.
Lucia: "Kau pasti berdalih, untuk membelanya, karena dia teman sekamarmu, kan?"
 
Nicole: "Aku hanya ingin membela yang tidak bersalah. Kau dan Rachel jangan terus-terusan memojokkan Rose, hanya karena dia lebih pintar dari kalian! Aku jadi berpikir, pasti kalian yang melakukannya, untuk menyingkirkan Rose. Iya, kan?"
Semua orang terperanjat mendengarnya.
Rachel: "Berani sekali, kau bicara seperti itu?"
Nicole: "Memang seperti itulah, kemungkinan yang bisa saja terjadi."
Perasaan Rose memang sakit. Tapi ia terharu, karena Nicole membelanya habis-habisan.
Nicole: "Dokter, dengan kesaksianku saja, sebenarnya sudah cukup untuk membuktikan, bahwa Rose tidak bersalah!"
Dr. Isaac memandangi Rose. Ia harus menolong gadis itu.
Dr. Isaac: "Kasus ini.. aku tutup sampai di sini. Biarlah hanya kita yang tau. Jika sampai terulang kembali, aku akan membawanya ke polisi."
Lalu, Dr. Isaac keluar dari ruangan itu. Semua perawat termasuk Rose, memang merasa aneh dengan keputusan Dr. Isaac. Tapi, mereka menurut saja.
 
Lagi-lagi, Rachel dibakar emosi. Ia harus menggebrak mejanya. Nafasnya terus naik turun dengan cepat.
Rachel: "Ini.. benar-benar membuatku marah.."
Lucia datang.
Lucia: "Gadis brengsek itu, tidak akan bertahan lama. Lihat saja nanti.."
 
Back
Top