The Rose

11

Rose menitipkan surat pada Dr. Isaac.
Rose: "Dokter, ini.. untuk Damian. Tolong sampaikan pada Damian."
Dr. Isaac: "Iya. Tentu. Dia sangat merindukanmu."
Rose: "Aku juga sangat merindukannya."
Saat membuka pintu, kemudian Rose tidak jadi keluar. Ia kembali bicara pada Dr. Isaac.
Rose: "Dokter, kenapa kau menutup kasus itu begitu saja?"
Dr. Isaac: "Karena aku tau kau tidak bersalah!"
Rose: "Tau dari mana?"
Dr. Isaac: "Aku sempat melihatmu diusir dari dapur istana, dan pergi bersama Nicole ke dapur perawat."
Lagi-lagi, Dr. Isaac berbohong pada Rose, demi Damian.
Rose tersenyum pada Dr. Isaac.
Rose: "Terimakasih, Dokter.."
Lalu, ia keluar.

Dr. Isaac langsung menyampaikan surat dari Rose, kepada Damian. Pangeran itu tampak antusias.
Dr. Isaac: "Baiklah, kalau begitu, aku pulang dulu. Sepertinya, kau butuh suasana tenang untuk membacanya."
Damian tersenyum mengiyakan.

Surat dari Rose tidak begitu panjang. Hanya satu halaman lebih sedikit. Dengan kertas warna cokelat dan tinta kuning.
 
Sambil duduk di balkon istananya, ia membaca surat tersebut.

Damian, kekasihku..
Yang aku rindukan..

Bagaimana kabarmu? Maaf, aku baru sempat menulis surat untukmu. Pekerjaan sebagai perawat di medan perang cukup berat. Setiap saat selalu saja ada prajurit yang terluka. Pernah satu kali tak sempat tidur, karena banyak yang butuh bantuan. Apalagi, di sini perawatnya tidak banyak.

Damian, Sayangku..
Yang selalu aku rindukan..

Bagaimana dengan berburumu? Kau dapat banyak rusa? Pasti sangat menyenangkan. Oh ya, aku pun di sini baik-baik saja. Aku senang dengan pekerjaanku. Teman-teman juga sangat baik dan ramah padaku. Mengajari apa yang belum aku tau.

Damian, cintaku
Yang benar-benar aku rindukan..

Setiap aku hendak tidur, aku selalu ingat padamu. Saat aku memejamkan mataku rapat-rapat, aku melihatmu. Itu membuatku sangat merindukanmu.
Minggu depan, aku pulang, selama tiga hari. Aku ingin bertemu denganmu? Melepas rindu ini. Tunggu aku di tepi danau.

Demikian suratku..

Rose
 
Tak terasa, mata Damian basah karena membaca surat dari Rose, ia benar-benar merindukan Rose. Tak sabar rasanya ingin segera bertemu.

Kesehatan Selir Ramona sudah membaik.
Ia dan Rose tinggal berdua di kamar.
Ramona: "Maaf, Rose.. Gara-gara aku sakit, kau yang disalahkan."
Rose: "Tidak apa-apa, Yang Mulia.."
Ramona: "Rose, sebenarnya, ada yang terjadi, sampai aku merasakan sakit dalam perutku."
Rose langsung tanggap dan mendengarkan apa yang dikatakan Ramona.
Ramona: "Aku melihat, ada segelas susu di meja. Ku pikir, itu untukku. Karena susu juga baik untuk kehamilan. Aku minum saja. Setelah itu, aku merasakan sakit perut dan tak sadarkan diri."
Rose: "Susu?"
Ramona: "Iya. Tapi sudahkah.. aku tak ingin masalahnya jadi panjang. Biarlah hanya kita berdua yang tau."
Rose menganggukkan kepala.

Suatu hari, di kediaman Selir Ramona, menjelang siang..
Saat itu, Rose sedang asyik memijat kedua kaki Ramona, sambil asyik ngobrol.
 
Kemudian.. datanglah Raja Lincoln dan Ratu Dominique. Melihat mereka, Rose langsung berdiri dan memberi hormat. Begitu juga Ramona.
Lincoln: "Bagaimana keadaanmu, Ramona?"
Ramona: "Saya baik-baik saja, Yang Mulia.."
Lincoln: "Jagalah anak kita dengan baik."
Ramona: "Tentu, Yang Mulia. Berkat bantuan seorang perawat yang sangat baik dan pintar, anak kita selalu dalam keadaan baik."
Lincoln: "Siapa perawat itu? Perkenalkan dia padaku.."
Ramona tersenyum, lalu..
Ramona: "Rose, kemarilah.."
Yang dipanggil pun datang.
Ramona dengan sangat senang memperkenalkan Rose pada Lincoln dan Dominique.
Ramona: "Dialah perawat baik itu, Yang Mulia. Namanya Rose. Dia menjagaku dengan sangat baik."
Rose hanya tersenyum dengan kepala menunduk. Lincoln dan Dominique memandanginya.
Dominique: "Angkat wajahmu.."
Perlahan, Rose menunjukkan wajahnya. Ia menatap sepasang Raja dan Ratu itu penuh hormat.
Lincoln: "Gadis yang sangat cantik. Berapa usiamu?"
Rose: "Tiga bulan lagi usia saya mencapai 18 tahun.."
 
Dominique agak terkejut mendengar usia Rose. Ia teringat akan anak perempuan yang ia buang dulu. Usianya sama dengan Rose.
Lincoln: "Kau masih sangat muda, tapi sudah jadi perawat yang handal."
Ramona: "Yang Mulia benar. Dialah yang pertama kali tau kalau aku hamil."
Sekali lagi, Lincoln tersenyum pada Rose.
Lincoln: "Ya sudah. Aku dan Dominique harus pergi ke acara tahunan di kota."
Ramona: "Iya, Yang Mulia. Hati-hati.."
Lincoln: "Rose, jaga selir kesayanganku ini baik-baik."
Rose: "Tentu, Yang Mulia.."
 
Lincoln: "Ya sudah, kalau begitu, aku dan Dominique harus pergi ke acara tahunan di kota."
Ramona: "Baik, Yang Mulia. Hati-hati.."
Lincoln: "Rose, jaga selir kesayanganku ini dengan baik."
Rose: "Tentu, Yang Mulia.."
Setelah mereka semua tidak ada, Rose baru sadar, kalau merasakan sesuatu yang aneh pada hatinya. Ia pikir, ini hanya rasa gugup saat bertemu dengan seorang raja dan seorang ratu.
Ramona: "Rose.."
Teguran Ramona membangunkannya dari lamunan.
Rose hanya tersenyum. Entah kenapa, Rose merasa sangat dekat dengan raja dan ratu itu. Aneh memang. Lalu, ia kembali memijat kaki Ramona.

Acara tahunan di kota sebenarnya sangat menyenangkan. Tapi, Dominique sama sekali tak menikmatinya.
Lincoln: "Kau kenapa?"
Dominique memaksakan senyumnya.
Dominique: "Aku tidak apa-apa.."
Meski Dominique mengatakan tidak apa-apa, tapi Lincoln tau, istri pertamanya itu sedang tidak baik keadaannya.

Di kediaman Ratu Dominique..
Permaisuri Agung itu baru datang. Sekali lagi, ia merasakan gemetar dan gelisah. Saat itu, ia kedatangan seseorang. Yaitu Rose, perawat kesayangan Selir Ramona.
Dominique: "Ada apa kau kemari?"
Rose: "Tadi, Yang Mulia Selir Ramona dijenguk teman-temannya, dan mendapat banyak hadiah. Jadi, beliau ingin membaginya dengan para selir, dan Yang Mulia Permaisuri juga."
Dominique tidak tersenyum sama sekali.
Dominique: "Letakkan saja di meja, dan kau boleh pergi."
Rose pun mematuhi perintah itu.

Rah Digga masuk ke kamar Dominique.
Dominique: "Rah Digga, aku merasakan sesuatu yang aneh pada perawat bernama Rose itu. Apa kau bisa mencari tau, siapa dia sebenarnya?"
Rah Digga mendekati Dominique, dan membantunya berganti pakaian.
Rah Digga: "Saya juga ingin membicarakan hal itu dengan Yang Mulia."
Setelah Dominique nyaman di tempat tidur, barulah keduanya bicara lagi.

Dominique: "Jadi.. kau sudah tau? Siapa dia, Rah Digga?"
Rah Digga menghela nafas panjang sebelum bicara.
Rah Digga: "Namanya Rose. Rose Tucker. Perawat yang masuk ke Istana ini, dibantu oleh kepala perawat Lamarque, tanpa sepengetahuan orang tuanya. Karena, mereka melarang gadis ini masuk istana. Apakah anda dapat menebak, siapa gadis ini, dan kenapa tidak boleh masuk istana?"
Lagi-lagi Dominique tergetar. Ia tau siapa gadis ini.
 
Last edited:
Kemudian.. datanglah Raja Lincoln dan Ratu Dominique. Melihat mereka, Rose langsung berdiri dan memberi hormat. Begitu juga Ramona.
Lincoln: "Bagaimana keadaanmu, Ramona?"
Ramona: "Saya baik-baik saja, Yang Mulia.."
Lincoln: "Jagalah anak kita dengan baik."
Ramona: "Tentu, Yang Mulia. Berkat bantuan seorang perawat yang sangat baik dan pintar, anak kita selalu dalam keadaan baik."
Lincoln: "Siapa perawat itu? Perkenalkan dia padaku.."
Ramona tersenyum, lalu..
Ramona: "Rose, kemarilah.."
Yang dipanggil pun datang.
Ramona dengan sangat senang memperkenalkan Rose pada Lincoln dan Dominique.
Ramona: "Dialah perawat baik itu, Yang Mulia. Namanya Rose. Dia menjagaku dengan sangat baik."
Rose hanya tersenyum dengan kepala menunduk. Lincoln dan Dominique memandanginya.
Dominique: "Angkat wajahmu.."
Perlahan, Rose menunjukkan wajahnya. Ia menatap sepasang Raja dan Ratu itu penuh hormat.
Lincoln: "Gadis yang sangat cantik. Berapa usiamu?"
Rose: "Tiga bulan lagi usia saya mencapai 18 tahun.."

koq d ulang :D
 
12

Tibalah hari libur perawat. Untuk sementara, tugas keperawatan dilakukan oleh pelayan istana masing-masing kediaman.
Rose tampak gelisah.
Nicole: "Kau kenapa, Rose? Tidak senang dengan liburannya?"
Rose: "Bukan begitu, Nicole. Aku hanya gelisah. Nanti, kan ada pergantian tugas. Padahal, aku masih ingin bertugas di tempat kediaman Selir Ramona."
Nicole tersenyum.
Nicole: "Kau tidak perlu gelisah begitu. Meski pun kau tidak bertugas untuknya lagi, bukan berarti kau tidak boleh menjenguknya. Kau bisa mengunjunginya kapan saja, asal tidak lupa pada tugas utamamu. Itu saja.."
Rose: "Benarkah?"
Nicole menganggukkan kepala.

Rose berjalan kaki memasuki areal perbukitan Pegunungan Kerry. Ia mempercepat langkah. Tak sabar ingin segera sampai di rumah, dan bertemu dengan ayah-ibunya. Setelah itu, janjian dengan Damian.

Damian sedang bersiap-siap pergi bertemu dengan Rose. Dr. Isaac sudah siap juga, untuk membantu Damian keluar dari istana.
Damian: "Bagaimana? Aku.. sudah tampan, kan?"
Dr. Isaac: "Ya. Kau sangat tampan. Tapi, aku masih lebih tampan."
Dokter itu tertawa, saat melihat bibir manyun sang pangeran.
Lalu, mereka keluar istana bersama. Tapi, mereka ke tempat Lucifer dulu.

Rose memeluk ayah dan ibunya.
Rose: "Ayah, ibu.."
Tanya: "Anakku, Sayang.. kami sangat merindukanmu.."
John: "Bagaimana dengan pekerjaanmu?"
Rose: "Sangat menyenangkan, Ayah.. Aku jadi mendapat banyak pengalaman baru."
Tanya memberikan sepiring tumisan wortel dengan saus tiram..
Tanya: "Ibu yakin, kau pasti merindukan masakan ibu."
Rose tersenyum.
Rose: "Iya, Bu.."
Tanya: "Kalau begitu, makanlah yang banyak.."

Setelah makan, Rose pergi ke tepi danau dengan menunggangi kuda ayahnya.

Damian juga sedang menuju tepi danau dengan kudanya. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu Rose.

Di bar Lucifer, Dr. Isaac menceritakan semua yang terjadi, selama di istana.

Lucifer: "Damian sudah tau, kalau Rose ada di istana?"
Dr. Isaac: "Iya."
Lucifer: "Lalu.. bagaimana dengan Rose? Apa dia juga sudah tau, kalau Damian itu pangeran?"
Dr. Isaac: "Kalau sampai itu terjadi, mungkin aku sudah tidak di sini bersamamu, teman.."
Lucifer tertawa kecut.

Di kejauhan, Damian melihat seorang gadis menunggangi kuda hitam, menuju tepi danau, tempat Damian berdiri. Ia tau, gadis itu adalah Rose.
Damian: "Rose!"
Ia tak sabar ingin memanggil gadis itu.
Rose tersenyum. Keduanya saling menyongsong.
Rose: "Damian!"
Keduanya berpelukan penuh rindu. Tak lupa, Damian mencium kening gadis itu dengan manis.
Damian: "Aku rindu sekali padamu, Rose.."
 
Rose: "Aku juga sangat merindukanmu, Damian.."
Kemudian, keduanya duduk di tepi danau sambil bermain air. Rose bersandari di pangkuan Damian.
Rose: "Kau terlihat lebih kurus, Damian.."
Damian: "Kau juga.."
Rose bercerita tentang pekerjaannya. Terpaksa ia mengarangnya. Begitu juga Damian. Ia bercerita tentang pekerjaan berburunya. Ia juga terpaksa mengarang cerita. Ia membiarkan Rose berceloteh tentang suatu kebohongan/ Meski tak tau kenapa Rose harus merahasiakannya.
Damian: "Rose.."
Rose: "Ya?"
Damian: "Aku mencintaimu.."
Rose terharu. Ia merasa.. kebohongannya tidak pantas untuk dicintai. Tapi..
Rose: "Aku juga mencintaimu, Damian.."

Liburan tiga hari itu terasa begitu cepat. Rose harus kembali ke istana.

Dr. Isaac mengumumkan pembagian tugas yang baru.
Dr. Isaac: "Maria dan Lucia, kalian bertugas di kediaman Selir Monalisa."
Lucia melirik Maria, penuh rasa tidak suka. Karena bekas partner musuhnya, kini bekerja sama dengannya.
Dr. Isaac: "Rachel dan Marta bertugas di kediaman Selir Angelica."
Rachel sendiri tampak tenang. Marta adalah perawat yang baru saja direkrut dari sekolah perawat.
Dr. Isaac: "Rose dan Nicole, kalian bertugas di kediaman Putri Jean."
Rose dan Nicole senang, karena ditugaskan bersama.
Dr. Isaac: "Oh ya, Rose.. aku mau.. kau juga memantau kesehatan Selir Ramona."
Rose senang, karena masih boleh merawat Selir Ramona.

Putri Jean menyambut para perawat yang akan bertugas di kediamannya. Putri Jean sudah lama mengenal Nicole. Tapi, ia baru kenal dengan Rose.
Nicole: "Rose tinggal satu kamar bersama saya, Tuan Putri.."
Jean: "Oh begitu.. Rose, salam kenal dariku, dan bekerjalah dengan baik."
Rose: "Terimakasih, Tuan Putri.."
Jean: "Sebagai seorang perawat, kau sangat cantik. Ahh.. bagaimana kalau kakakku melihatmu? Dia pasti akan langsung menyukaimu.."
Rose: "Tuan Putri terlalu berlebihan.."
Jean: "Itu benar. Apa.. kau sudah punya kekasih?"
Wajah Rose memerah. Seketika, ia ingat pada Damian.
Rose: "Sudah, Tuan Putri.."
Nicole melirik Rose.
Nicole: "Wah.. teman kita satu ini.. ternyata sudah ada yang punya."
Semua tertawa. Termasuk Putri Jean.
Jean: "Sepertinya.. kita akan cepat berteman.."

Keesokan harinya di sekolah..
Jean: "Damian, apa.. kau sudah punya kekasih?"
Damian: "Kenapa kau tanya-tanya soal itu?"
Jean: "Begini.. di kediamanku, ada seorang perawat yang sangat cantik. Mungkin, kalau kau melihatnya, akan langsung suka."
Perawat? Jantung Damian berdegup lebih kencang. Perawat mana, yang dimaksud oleh Jean?
Damian: "Sudahlah.. mungkin dia sudah ada yang punya.."
Jean: "Wahh.. kau tepat sekali. Bagaimana kau bisa tau, kalau dia sudah ada yang punya?"
Damian: "Aku bisa menebaknya."
Tapi, Jean ingin, Damian bertemu dengan perawat bernama Rose itu.

Rose dan Nicole sedang mengecek kesehatan Putri Jean.
Rose: "Anda sehat, Tuan Putri."
Jean: "Tentu saja. Aku benci sakit. Karena, kalau sakit, aku akan kehilangan waktuku untuk melakukan banyak hal."
Nicole: "Tuan Putri Jean ini, sangat aktif, Rose. Sejak aku bekerja di istana, jarang sekali mendengar dia sakit."
Rose tersenyum.

Rachel dan Lucia bertemu di dapur istana.
Lucia: "Anak itu, prestasinya lumayan. Dia selain bertugas di kediaman Putri Jean, juga masih boleh bertugas di kediaman Selir Ramona. Sungguh tidak adil! Aku ingin sekali membuatnya tidak betah di istana ini."
Rachel: "Akan cukup sulit membuatnya tidak betah. Sepertinya, istana ini sudah mendarah daging dalam tubuhnya. Lihat saja.. dia menjadikan istana ini, seolah-olah seperti rumah sendiri."
Lucia: "Dia itu sok lugu."

Karena mendengar obrolan dua perawat itu, Rah Digga mengajak mereka bertemu Ratu Dominique.
Dominique: "Rachel, aku tau, kau adalah perawat terbaik di kalangan tim medis istana. Namun, gajimu sangat tidak sepadan. Oleh karena itu, aku ingin kau bekerja padaku, dan akan ku bayar sepuluh kali lipat dari gajimu selama ini. Bagaimana?"
Rachel masih bingung.
Dominique: "Kau juga, Lucia.. Bagaimana?"
Rachel dan Lucia saling berpandangan.
Lucia: "Apa yang harus kami lakukan, Yang Mulia?"
Keduanya pun bersedia melakukan, apa yang Dominique perintahkan.
 
13

Dominique: "Semakin kalian patuh dan setia padaku, semakin banyak pula imbalan yang akan kalian dapatkan."
Rencana sedang disusun rapi oleh mereka.

Putri Jean dan Nicole sedang merencanakan sesuatu.
Jean: "Aku benar-benar yakin, kalau Rose itu cocok dengan kakakku. Bagaimana menurutmu?"
Nicole tertawa kecil.
Nicole: "Tapi, Tuan Putri.. Rose kan sudah punya kekasih.."
Jean: "Nicole.. sepasang kekasih, belum tentu berjodoh. Kita lihat saja nanti, setelah mempertemukan mereka."
Nicole masih tertawa.
Nicole: "Baiklah, kalau mau Tuan Putri begitu. Aku siap membantumu."

Jean melihat Damian dari kediaman Ratu Dominique.
Jean: "Damian.. Nanti malam.. kau ada acara, tidak?"
Damian: "Ada. Aku mau tidur."
Jean tertawa.
Jean: "Aku serius.."
Damian: "Aku juga serius. Sudahlah.. memangnya ada apa?"
Jean: "Nanti malam, main ke tempatku, ya.. Ada sesuatu untukmu."
Damian mulai menunjukkan rasa tak bersemangatnya.
Damian: "Aku sedang malas, Jean.. Suruh saja pelayanmu untuk mengantarnya padaku."
 
Jean: "Aah.. tidak.. tidak.. Aku mau kau mengambilnya sendiri.."
Damian: "Tapi.."
Jean: "Aku akan adukan pada Ayahanda, kalau kau suka sekali bolos sekolah, dan main di luar istana.."
Gawat!
Damian: "Kau ini pandai sekali mengancam orang."
Jean tersenyum.
Jean: "Bagaimana?"
Damian: "Ya.. Ya.. nanti aku ke tempatmu."
Yes! Langkah pertama sukses!

Di kediaman perawat.. sore hari..
Nicole melihat Rose sedang merapikan kamar. Lalu, perawat berambut pisang itu duduk di atas ranjangnya.
Nicole: "Kasihan Putri Jean."
Rose: "Kenapa dia?"
Ia bicara sambil terus mengelap meja.
Nicole: "Dia mendapat tugas membuat prakarya. Tapi.. dia tidak bisa mengerjakannya sendiri."
Rose: "Kenapa.. kau tidak membantunya?"
Nicole: "Aku paling payah, kalau urusan prakarya. Rose, apa kau bisa?"
Rose: "Aku tidak bisa bilang tidak, kalau belum mencobanya."
Nicole tersenyum.
Nicole: "Nanti malam, kita ke kediaman Putri Jean, dan membantunya?"
Rose tersenyum dan menganggukkan kepala.
 
Putri Jean sangat bersemangat. Bahkan mungkin terlalu bersemangat.
Lalu, ia melihat Damian datang.
Damian: "Mana.. sesuatu yang mau kau berikan padaku?"
Jean: "Tunggulah sebentar. Jangan terburu-buru. Kau sudah makan malam?"
Damian: "Iya, sudah."
Ia duduk di sofa panjang dengan santai. Ia penasaran. Sebenarnya, apa yang ingin Jean berikan? Mendadak, ia merasakan gelisah yang luar biasa. Ada apa ini?"

Nicole dan Rose berjalan menuju kediaman Putri Jean.
Rose: "Memangnya.. prakarya seperti apa, yang mau dibuat?"
Nicole: "Aku juga tidak mengerti."
Kemudian terdengar suara petir.
Rose: "Oh.. sepertinya, hujan akan segera turun."
Nicole: "Kalau begitu, kita harus cepat.."

Kedua perawat itu sudah sampai di kediaman Putri Jean.
Jean: "Kalian tidak kehujanan, kan?"
Rose: "Tidak, Tuan Putri.."
Jean: "Ayo, cepat masuk!"
Jean menggandeng Rose masuk ke ruang tengah, tempat kakaknya menunggu.
Jean: "Damian!"
Mendengar nama itu, Rose langsung tersentak. Apalagi, saat melihat siapa Damian yang Jean panggil!
 
Pria itu menoleh, dan sama terkejutnya. Sedangkan Jean dan Nicole mengira, keduanya mulai salah tingkah.
Jean: "Damian, ini dia perawat cantik, yang ku ceritakan padamu kemarin. Rose, ini Damian, kakakku.."
Kakak? Bagaimana mungkin? Pikiran Rose terasa sesak dengan pertanyaan itu. Yang terdengar seperti bedug ditabuh, tepat di lubang telinganya.
Sedangkan Damian.. ia berharap ada yang mau membantunya kali ini.
Jean: "Dia seorang pangeran, sekaligus putra mahkota."
Pangeran? Putra mahkota? Tidak mungkin. Rasanya, Rose mulai gila. Ada apa ini?
Jean menggamitkan tangan Rose dan Damian.
Jean: "Ayo bersalaman.."
Rose segera melepasnya, dan berpaling. Damian langsung menghadangnya.
Damian: "Rose.."
Ia melihat wajah Rose yang cantik itu.. sudah penuh dengan air mata.
Damian: "Rose.. dengarkan penjelasanku dulu."
Rose tidak tau harus berkata apa. Petir yang terus bergemuruh itu, seolah mewakili reaksi hatinya yang sangat terkejut.
 
Back
Top