Re: All About Kasus Gayus
Kolega Gayus Dituntut Empat Tahun
Penulis: Sandro Gatra | Editor: I Made Asdhiana
Senin, 7 Februari 2011 | 22:48 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa Humala Napitupulu, mantan pegawai pajak, dengan hukuman penjara selama empat tahun. JPU menilai Humala terbukti melakukan korupsi bersama-sama saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (PT SAT).
Selain menuntut penjara, JPU juga menuntut Humala dengan denda sebesar Rp 50 juta. "Subsider tiga bulan kurungan," ucap Rhein Singal, koordinator tim JPU saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (7/2/2011) sekitar pukul 22.00.
Sebelumnya, kolega Humala di Direktorat Jenderal Pajak yakni Gayus HP Tambunan telah divonis tujuh tahun penjara di PN Jaksel. Selain terkait kasus PT SAT, vonis tujuh tahun penjara itu juga terkait tiga perkara lain.
JPU menilai, Humala selaku penelaah telah menyalahgunakan wewenang. Menurut JPU, tanpa melakukan penelitian dengan tepat, cermat, teliti, serta mendalam hasil kerja Gayus selaku pelaksana, Humala mengusulkan menerima keberatan pajak PT SAT ke atasan.
Usulan itu lalu diterima secara berjenjang mulai dari Maruli Pandapotan Manurung selaku Kasi Pengurangan dan Keberatan, Jhony Marihot Tobing selaku Kasubdit Pengurangan dan Keberatan, serta Bambang Heru Ismiarso selaku Direktur Keberatan dan Banding. Surat ketetapan itu dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang saat itu dijabat Darmin Nasution.
Akibat diterimanya keberatan pajak itu, kata JPU, negara harus mengembalikan setoran pajak sekitar Rp 570 juta ke PT SAT. "Akibatnya merugikan negara dan menguntungkan orang lain," kata JPU.
Terkait perkara itu, JPU menjerat Humala dengan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hal yang memberatkan Humala, menurut JPU, sebagai pegawai Ditjen Pajak telah mencederai kepercayaan masyarakat yang membayar pajak. Adapun hal yang meringankan yakni berlaku sopan dan belum pernah dihukum.
========================
Humala: Tutup Kantor Pajak!
Penulis: Sandro Gatra | Editor: I Made Asdhiana
Senin, 7 Februari 2011 | 22:43 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa Humala Napitupulu, mantan pegawai pajak, menilai tuntutan empat tahun penjara ditambah denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan yang berikan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai bentuk penganiayaan hukum. Menurutnya, tidak ada unsur korupsi saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (PT SAT).
"Seluruh penelaah keberatan di Indonesia bisa dihukum pidana. Saya sarankan kantor pajak ditutup supaya (Direktorat) keberatan tidak ada lagi. Kasihan pekerjaan dipidanakan," ucap Humala seusai mendengar tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (7/2/2011) malam.
Humala mengatakan, kasus PT SAT adalah wilayah administrasi perpajakan yang masih bisa dikoreksi jika terjadi kesalahan saat proses penelitian keberatan. Direktur Jenderal Pajak, kata dia, dapat menerbitkan kembali surat ketetapan pajak baru setelah dikoreksi.
Menanggapi tuntutan JPU, Humala akan menyampaikan pembelaan pribadi atau pledoi diluar pledoi dari tim pengacara. Rencananya, pledoi akan dibacakan Senin (14/2/2011).
Yakin bebas
Meski koleganya di Ditjen Pajak, Gayus HP Tambunan, telah divonis bersalah terkait kasus PT SAT, Humala tetap yakin majelis hakim akan memvonis bebas dirinya. "Saya tetap yakin dengan pekerjaan saya karena yang saya lakukan sesuai prosedur," katanya.
Seperti diberitakan, JPU menilai, Humala selaku penelaah telah menyalahgunakan wewenang. Menurut JPU, tanpa melakukan penelitian dengan tepat, cermat, teliti, serta mendalam hasil kerja Gayus selaku pelaksana, Humala mengusulkan menerima keberatan pajak PT SAT ke atasan.
Usulan itu lalu diterima secara berjenjang mulai dari Maruli Pandapotan Manurung selaku Kasi Pengurangan dan Keberatan, Jhony Marihot Tobing selaku Kasubdit Pengurangan dan Keberatan, serta Bambang Heru Ismiarso selaku Direktur Keberatan dan Banding. Surat ketetapan itu dikeluarkan oleh Dirjen Pajak yang saat itu dijabat Darmin Nasution.
Akibat diterimanya keberatan pajak itu, kata JPU, negara harus mengembalikan setoran pajak sekitar Rp 570 juta ke PT SAT.
sumber: Kompas
-dipi-