radiaku
New member
Sebat sekali Bing-gwat-sim sudah berada di luar kereta,
dilihatnya seorang laki-laki setengah umur berpakaian hijau
celana putih jatuh di bawah kaki kuda. Bila kaki depan kuda
yang berjingkrak berdiri ini menginjak turun, umpama dia tidak
mati juga pasti terluka parah. Kejap lain kaki kuda itu jelas
sudah hampir menginjak, bukan saja Bing-gwat-sim tidak
berusaha menolong, ternyata bergerak dari tempatnya pun
tidak. Matanya mengawasi Pho Ang-soat, ternyata Pho Ang-
soat sudah berada di atas kereta, mukanya yang pucat tidak
memperlihatkan perasaan hatinya, ternyata sikapnya tidak
menunjukkan bahwa dia bermaksud turun tangan menolong
orang yang rebah miring memeluk lutut itu.
Orang-orang di pinggir jalan menjerit ngeri, akhirnya kaki
kuda itu anjlok ke bawah, lelaki yang jatuh di bawah kaki kuda
jelas meringkal memeluk lutut, siapa pun melihat dengan jelas,
tapi kenyataan dia tidak terinjak oleh sang kuda. Ketika sang
kusir berhasil menenteramkan kuda itu, baru pelan-pelan dia
merangkak bangun, napasnya nampak tersengal.
Walau wajahnya berubah karena ketakutan, namun
kelihatannya tetap biasa saja. Memang dia seorang yang
biasa, seorang sederhana,
tiada tanda-tanda istimewa yang melekat pada tubuhnya.
Tapi waktu Pho Ang-soat mengawasinya, tatapan matanya
kelihatan dingin dan sadis. Dia pernah melihat orang ini, orang
yang kaki dan celananya disembur air teh si gendut alias si Ibu
jari bukan lain adalah lelaki ini.
Tiba-tiba Bing-gwat-sim tertawa, katanya, "Agaknya
nasibmu hari ini kurang baik, tadi celanamu dibuat basah,
sekarang jatuh di jalan raya lagi hingga badan kotor berdebu."
dilihatnya seorang laki-laki setengah umur berpakaian hijau
celana putih jatuh di bawah kaki kuda. Bila kaki depan kuda
yang berjingkrak berdiri ini menginjak turun, umpama dia tidak
mati juga pasti terluka parah. Kejap lain kaki kuda itu jelas
sudah hampir menginjak, bukan saja Bing-gwat-sim tidak
berusaha menolong, ternyata bergerak dari tempatnya pun
tidak. Matanya mengawasi Pho Ang-soat, ternyata Pho Ang-
soat sudah berada di atas kereta, mukanya yang pucat tidak
memperlihatkan perasaan hatinya, ternyata sikapnya tidak
menunjukkan bahwa dia bermaksud turun tangan menolong
orang yang rebah miring memeluk lutut itu.
Orang-orang di pinggir jalan menjerit ngeri, akhirnya kaki
kuda itu anjlok ke bawah, lelaki yang jatuh di bawah kaki kuda
jelas meringkal memeluk lutut, siapa pun melihat dengan jelas,
tapi kenyataan dia tidak terinjak oleh sang kuda. Ketika sang
kusir berhasil menenteramkan kuda itu, baru pelan-pelan dia
merangkak bangun, napasnya nampak tersengal.
Walau wajahnya berubah karena ketakutan, namun
kelihatannya tetap biasa saja. Memang dia seorang yang
biasa, seorang sederhana,
tiada tanda-tanda istimewa yang melekat pada tubuhnya.
Tapi waktu Pho Ang-soat mengawasinya, tatapan matanya
kelihatan dingin dan sadis. Dia pernah melihat orang ini, orang
yang kaki dan celananya disembur air teh si gendut alias si Ibu
jari bukan lain adalah lelaki ini.
Tiba-tiba Bing-gwat-sim tertawa, katanya, "Agaknya
nasibmu hari ini kurang baik, tadi celanamu dibuat basah,
sekarang jatuh di jalan raya lagi hingga badan kotor berdebu."