~DESCENDANT OF THE DEATHMASTER~ by:DYNA

bagaimana menurut kalian novel pertama Dyna (daina) ini?


  • Total voters
    35
Daina.

__________________________
_____________________




Terbangun karena mendengar suara ombak.
Aku terjaga dan membuka mata ini, terkejut mendapati diriku sedang terbaring diatas ranjang dengan kelambu merah tua yang terbuat dari beludru.
Dan permukaan kasur yang dipenuhi taburan kelopak mawar putih sebagai aromaterapi yang mampu membuatku memejamkan mata dan rileks meski hanya beberapa menit,
Hingga aku tertarik oleh nyala yang bergerak gerak liar di perapian,
Menampilkan pemandangan kepingan kayu bakar dilahap oleh kobaran api perlahan lahan,
Aku segera melompat dari tempat tidur,merasa ada yang tidak beres.
Ruangan ini asing,dan aku tidak pernah kesini sebelumnya…
Kamar asing yang juga remang remang,
Walau begitu sinar yang berasal dari perapian cukup menerangi ruangan.
Menimbulkan perasaan aneh serta suasana magis tersendiri.
Aku mengayunkan tubuhku,dan segera rasa kebingungan lain menyergapku,tatkala kusadari bahwa pakaian yang kukenakan sama sekali berbeda dengan yang semula kupakai ketika pergi dari markas Paladin,

Aku sekarang mengenakan gaun tidur lengan setali model kuno warna ungu muda yang dihiasi ornamen mawar berwarna senada pada bagian bahu nya yang terbuat dari kain tipis, panjang mencapai mata kaki hingga kurasakan kakiku bergesek lembut ketika gaun tidur sutera itu ikut bergerak bersamaku.
Kuperiksa bayanganku melalui cermin meja rias besar dengan ukiran elang.
Ditengah kebingungan,aku nyaris menyentuh bayanganku dikaca.
Rambutku yang panjang bergelombang sekarang dikepang rapi agak menyamping dan tersampir di bahu kiri,
Aku memandangi wajahku, telah di bedaki dengan begitu teliti dan pipiku diberi perona merah muda,demikian pula dengan bibirku yang dipulas memakai pewarna bibir berwarna jingga muda.
Seakan ada orang sinting tidak waras yang dengan fanatiknya mendandaniku sedemikian rupa seperti boneka saat aku tertidur.

Aku menyentuh rambutku yang terkepang, pekerjaan yang sangat halus,sampai bisa melakukan ini tanpa membangunkanku sedikitpun,
Pastilah seseorang yang sangat lembut...

Tanpa sadar aku meraih rambutku sendiri yang terjuntai didepan dada.
Kucium kepangan yang diikat dengan penghias rambut yang terbuat dari sekuntum mawar hidup.
Apa apaan ini?!
Bahkan tubuhku sendiripun beraroma mawar…
Alih-alih merasa senang,aku malah merasakan bulu kudukku meremang.
Semua keindahan ini seperti mengawasiku, aku seperti makhluk asing yang ditolak kehadirannya.
Aku ingin keluar dari sini,aku merasa tidak nyaman dengan semua ini…
Maka,berikutnya aku pun mencoba membuka balkon,
Susah payah aku menyingkap tirai jendela besar yang bisa kujadikan selimut kalau mau,
Jangan jangan aku akan dijadikan umpan Undead?!
Yah,keluar dulu dari sini,baru setelah itu, pikirkan cara bertemu Tasuku.

Mencoba keluar dari balkon, cara lama,
Oh andai saja aku memanjangkan rambutku sepanjang panjangnya,
Mungkin saja aku bisa... Tunggu, ceritanya tidak begitu, Daina, kau salah buku,
Harusnya pangeran tampanlah yang naik keatas dengan memanjat rambutmu, itu kalau seandainya kau punya,
Mau apa sendirian begini? Mau mengikat rambutmu dibalkon lalu melompat kebawah seperti bungee jumping?

Aku menggeleng bodoh.
Tidak masalah dengan berapa tingginya,aku bisa mengikat seprai,tirai,kain,atau apa saja bahan tekstil yang masing masing berukuran luar biasa besar disini.
Lalu menjulurkannya kebawah dan merosot melaluinya,
Setidaknya kalau aku melakukannya dengan gaun begini,lebih mirip adegan opera sedikit…


Betapa kecewanya aku saat berada di balkon dan melihat pemandangan didepanku.
Jurang, tebing, air, dan tempat ini sepertinya sebuah puri yang menjorok ke laut!

“Oh…oh…” desahku kecewa.
Aku menahan nafas,memandangi tebing itu dimana ombak menempur bagian bawahnya,
Kalau jatuh,pasti mati.
Kalau mati, tidak akan bisa ketemu Tasuku.
Rencana gagal, baiklah,harus cari cara lain.

Mataku melirik pintu keluar,
Dengan cepat aku berlari kearah pintu yang terbuat dari kayu dengan ukiran sama dengan lemari dan meja rias,juga ranjang yang barusan kutiduri.
Kucoba membukanya,ukh,berat sekali pintu ini…

Berhasil!

Siapapun pemilik tempat ini, sepertinya ia lupa mengunci pintunya,
Atau mungkin saja Tasuku?
Aku ingat saat saat terakhir diselamatkan olehnya,
Kalau Tasuku, harusnya tak ada kekhawatiran lain kan?
Ia pasti ada disalah satu sudut ruangan dirumah ini, takkan ada yang berani menyakitiku...
Dengan gembira aku melangkah keluar,
Kuangkat gaun tidurku sebatas lutut agar tidak menggangguku,
Aku memang lambat, tapi itu tidak menghalangiku berusaha lebih cepat,
Didepanku adalah koridor panjang,semuanya berwarna cokelat gelap dengan hanya penerangan obor yang redup.
Aku sangat mengagumi arsitekturnya, berjalan jalan seperti sedang mengunjungi museum,
Undead memang tidak perlu memasang listrik supaya mereka tidak salah lihat dalam kegelapan,karena mata mereka seperti kelelawar dan burung hantu yang dirancang untuk mencari mangsa di medan sesulit apapun,
praktis sekali,

Aku agak kebingungan,terlihat olehku beberapa guci antik dimana aku ingin sekali menyentuhnya,
kakiku yang telanjang terasa dingin berpijak dilantai porselen yang mengilat tanpa setitikpun debu,

Heran,mereka Undead,tapi cinta kebersihan?
Susah payah aku menghilangkan pikiran bahwa saat ini aku berada disarang Undead,
bukan museum penuh benda antik penuh estetika bersejarah.
Kamar demi kamar kujelajahi,hanya ada tempat tempat penuh benda benda indah,lalu kamar yang terisi penuh peti berisi batu batu permata,
Mereka seperti burung gagak saja, suka pada benda berkilau.

Aku mendengar lolongan serigala diluar,ketakutanku muncul begitu mendadak sehingga aku berlari,
menyeret gaunku yang seakan tidak mau diajak bekerja sama.
Melewati berbagai ruangan,ruang makan,ruang duduk,aku sudah tidak ingat lagi jalan kembali ke kamarku semula saat aku tersesat di tempat yang seperti tidak ada batasnya ini, luas sekali,
Benar benar,bahkan dalam ruangan tengah dimana dua buah tangga besar meliuk yang kuduga sebagai bagian tengah rumah,atau mungkin ruang dansa-karena aku melihat piano besar disudut dekat tangga-
Mungkin bisa dijadikan lapangan sepak bola saking luasnya.
lalu aku masuk lagi kesebuah pintu yang sepertinya menarik.

Mataku seperti dicuci.
Tempat yang ku ‘kunjungi’ kali ini sebuah perpustakaan raksasa.
Aku menyapukan mataku ke seluruh deret deret rak yang menyusun rapi berbagai macam buku hingga ke langit langit.
Ini mungkin setara dengan perpustakaan nasional terlengkap yang pernah dimiliki sebuah Negara.

Aku merasa tidak ada yang berbahaya disini, maka aku memutar mutar bola mataku kesetiap sudut,
Puncak dari setiap rak juga punya ukiran yang sama dengan yang kutemukan disetiap
Bagian rumah ini.
Yaitu lambang elang yang dipahat sangat halus diatas kayu pernis kualitas terbaik,
Aku juga menemukannya ditangga barusan,
Dan diruangan ini juga…
Mataku terpaku melihat disudut kosong yang seharusnya jadi tempat rak seperti sudut yang lainnya.
Karena hanya bagian itu yang memiliki sentuhan modern…?
Ya,hanya itu,
Aku mendekat,
Melihat pada pintu yang tidak memiliki gagang sama sekali itu.
Sebagai gantinya hanya ada kunci elektrik yang terpasang di bagian samping,
Kunci yang hanya bisa dibuka dengan kode.
Aku menyentuh pintu itu,jemariku mendesir dingin.
Apa disini jalan keluar?!
Aku harus mencari tahu.
Jariku bergetar lembut saat aku menyentuh huruf huruf di depanku secara acak,
Mencoba mencari kata kata yang mungkin pas.
Beberapa kali tebakanku meleset,
Aku masih mencari akal ketika aku sekali lagi bertemu mata dengan ukiran ukiran elang yang terpasang di hampir semua bagian tempat ini.
Kenapa tidak mencobanya?
Ya,akan kucoba.
Masih bergetar saat aku sekali lagi menyentukan jari jariku dan memijit huruf huruf tersebut.
Menekan huruf sembarangan berdasarkan kombinasi apa yang kulihat dan yang kureka reka tanpa ada perasaan apa apa,hanya sekedar iseng.

Tapi pintu mengayun terbuka.
Aku menjadi sangat benci pada diriku sendiri.

Tidak ada tanda tanda ada orang,aku memutuskan untuk masuk dan memeriksa.
Laboratorium…batinku gugup.
Cairan kimia aneh menggelegak mengeluarkan bau yang membuatku mual.
Tapi yang paling membuatku berjengit ketakutan,
Ada banyak peti kecil dalam ruangan aneh tersebut.

Aku sudah sering membantu Tasuku melakukan autopsi maupun pembedahan, aku asistennya dulu, ia membedah mayat mayat untuk menemukan rahasia tergelap tubuh Undead, seharusnya yang seperti ini tidak membuatku jijik ataupun takut,
Tapi...

Ditutupi berlembar lembar kain beludru berwarna ungu gelap.aku mendengar nafas memburu dibalik peti-peti aneh tersebut, sesuatu yang hidup.
Naluriku mengatakan aku harus lari dari tempat ini secepatnya…
Aku sudah menyadari ada yang tidak beres,tapi,aku butuh beberapa menit untuk mengendalikan rasa takutku sendiri,
Aku berjalan mundur.
Satu langkah…dua langkah…
Langkah demi langkah,namun kakiku tidak dapat bergeser lebih jauh daripada beberapa inchi,
Ditengah kegemetaran yang menekan insting makhluk hidupku, aku bertarung dengan rasa takutku sendiri untuk mempertahankan hidup maupun akal sehat.

Jangan teriak, jangan teriak...

Alih-alih bergeser menuju pintu,aku sendiri malah meleset beberapa senti dan punggungku menyentuh dinding batu yang dingin terbuat dari marmer itu,
Sial, ini pasti karena aku tidak dapat mengalihkan pandanganku sedetikpun dari peti peti yang tampak hidup dan mengawasiku itu.
Astaga,aku benar benar merasa ada sesuatu yang hidup didalam sana!
Aku memalingkan tubuh,hendak memacu kakiku dan segera mengambil langkah seribu.

Tapi,
Lenganku membentur sesuatu yang lain.
Tombol lain yang terpasang didinding,aku segera tahu apa fungsinya setelah bunyi berkeretak logam logam yang terlepas seakan memacu jantungku sampai berhenti berdetak.
Tahulah aku,apa kiranya yang ada dibalik peti-peti yang terselubung kain berwarna gelap itu.
Aku melihat jelas apa yang tersembunyi disana,
Saat moncong-moncong berbau nanah yang meneteskan air liur mengintip dari balik celah kain,
Aku bersedia bersumpah bahwa aku melihat sepasang mata semerah darah penuh nafsu membunuh yang mengintai dari sana.

Aku melihat kearah peti yang lainnya lagi…
Betapa buruknya nasibku sekarang karena aku menemukan pula berpasang pasang mata lain dalam sorot yang sama dari peti yang berbeda.
Dan dari balik tirai yang tadinya tertutup, muncul bahan bahan eksperimen paling gila yang pernah kulihat.
Itu manusia, ya, manusia yang tergantung pada tangannya, seperti kambing guling yang dijual ditoko toko daging…
Ada potongan tangan dan kaki berserakan, separuhnya sudah terjahit jahit berantakan, bahkan ada beberapa orang lain yang anggota tubuhnya bukan lagi berupa milik manusia.
Ada yang diganti menjadi tangan binatang, kepala binatang,
Apapun itu, menunjukkan kebiadaban yang sangat.
Nafas mereka mendengus berat tak teratur antara kesakitan dan lapar.
Tapi yang jelas, makhluk mahkluk itu hidup.
Aku ingin berteriak, mual, muntah, mengeluarkan seluruh isi perutku dalam kengerian yang amat sangat.
Namun bunyi bergesek dari benda diujung ruangan dan peti peti kurungan besar itu membuat satu cicitan kecilpun tak bisa keluar dari tenggorokanku.
Bagaimana,ini…? Semakin tegang,aku bahkan tidak berani bernafas.

Kain penutup pun tersingkap,makhluk itu keluar.
Hitam dan besar, beberapa kali lebih besar bahkan dari anjing biasa.
Ada dua buah moncong yang berleleran air liur,dan menggeram kelaparan.
Detik berikutnya,ada dua puluh atau lebih makhluk serupa yang keluar,,
ternyata peti dibelakangnya adalah kandang binatang,
dan anjing-anjing yang semula terkurung disana kini terlepas dan keluar dengan bebas!
Mereka menyalak keras,membuatku meringsek ketakutan disudut,
Salah satu anjing vampir itu melompat kearah ku dengan ganas,
Aku menutup wajahku dengan tangan,tidak memiliki cara lain untuk menghalangi ketakutanku yang tak terperikan lagi.



Hanya ada kesunyian berikutnya,



Dan bayangan seorang yang kukenal melebihi segala kecintaanku didunia ini yang punggungnya melindungiku dengan sempurna.


+++++
 
kau membuat Tasuku ku jahat Dai...!!!! *GigitDai

kau membuatku memimpikan Stast dan Tasuku bertarung... ini ulah mu... kau Virus Undead
 
Daina. (Lanjutan)



______________________________
___________________________




“Tasuku…?”


Dia tidak menjawabku,aku melihat darah yang menetes dari lengannya.
Ia terluka,dan itu semua karena ia melindungiku,
Tapi ia sama sekali tidak menatap sedikitpun padaku,bulu kudukku meremang.
Ia mengangkat sebelah tangannya persis seperti memberi aba-aba pada binatang-binatang vampir mengerikan yang masih menggeram marah.
Aku melihatnya memelototi mata anjing vampir itu satu persatu,dan aku bersedia kehilangan kemampuan memasakku seumur hidup,bahwa saat itu aku menyaksikan ia –entah bagaimana caranya- telah memerintahkan binatang-binatang seram tersebut masuk kembali ke kandang mereka,

Para anjing vampir itu mendeking ketakutan sebelum akhirnya menyembunyikan diri mereka sendiri,Tasuku menekan tombol merah di dinding agar mereka kembali terkerangkeng ditempatnya semula.
Betapa anehnya cara komunikasi barusan?
bukan dengan suara karena ia sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun,
tapi…melalui gelombang pikirannya yang seolah dapat menjadi satu dengan para makhluk itu,
aku pernah mendengar hewan seperti serigala dapat menghubungkan pikiran mereka untuk berkoordinasi dengan kelompoknya,
aku seperti melihat pola yang sama sekarang.
Aku juga pernah mendengar kalau bagaimana cara Undead jenis vampir mengendalikan jenis yang lebih lemah daripadanya,
Dan sekarang aku yakin,itu dapat dijelaskan secara ilmu pengetahuan,
Karena ‘mereka-para Undead-lebih mirip hewan daripada manusia.

“Tasuku…?”Kuberanikan menyebut namanya sekali lagi,
tidak berani mengucapkan lebih dari satu kata itu.

“kau bisa berjalan…?” untuk pertama kalinya ia membuka suara.
Aku tidak menjawab melainkan mencoba berdiri,
Tapi kakiku sakit.
Kurasa aku terkilir…
Aku tidak berani mengatakan bahwa aku terkilir,dan masih mencoba berdiri saat Tasuku dengan tidak sabar mengangkatku dalam gendongannya.
Digendong a la putri,dan aku tidak sempat mengira-ngira apa yang terjadi.
“Kau tidak pernah mau berhenti mencelakakan dirimu sendiri” ia menggerutu kesal.
Masih tidak mau menatapku, aku melihat darah masih menetes dari luka-nya.
Aku mencemaskannya,amat mencemaskannya…

“Tasuku…lukamu…”

“Aku tidak apa apa,cemaskan saja dirimu sendiri” jawabnya cepat-cepat.
Meski menggendongku,jelas sekali terlihat bahwa ia menjaga jarak,
Sentuhan antara aku dan dia, dia juga tidak bernafas.
Aku paham,mungkin dia mencemaskan bahwa indera penciumannya akan membuat insting pemangsa-nya mengacaukan segala yang ada.
aku tidak peduli,aku mendekapnya dengan erat dan terus menatap wajah yang sangat kurindukan ini,
ia membawaku menaiki tangga yang berkelok kelok,terus diam seperti patung batu yang terpahat sangat indah dan sempurna,
bayangan bulan sabit tercetak jelas di matanya.

Inilah dia,pria yang kucintai,ini dia…yang asli,dan bukan khayalan…

Untuk beberapa lama aku menikmati kebersamaan yang sudah sangat jarang kutemui ini-setelah reuni kami sebelumnya yang sama sekali tidak bisa disebut menyenangkan-toh aku masih saja merasakan cinta membara yang sama jika aku berdekatan dengannya.

Ujung gaun tidurku melambai-lambai,aku hanyut dalam aroma mawar yang tercium dari tubuh Tasuku,
Mawar…dan…mungkin Melati…?
Wangi bunga-bunga…

Ia membawaku kembali ke kamarku semula-padahal aku sudah tidak ingat lagi jalan kembali kesini-caranya menggendongku sama persis ketika ia membawaku ke kamar kami saat malam pengantin dahulu,
Aku tersenyum mengenang setiap kenangan indah.
Hanya saja,lamunanku buyar seketika saat aku di hempaskan dengan begitu kasar diatas kasurku yang berukuran super besar.
Aku terguling guling diatas ranjang,menjadi satu dengan selimut tebal,
Kelopak mawar beterbangan,beberapa menyangkut dirambutku.

“kasarnya!” protesku,sama sekali lupa bahwa yang ada didepanku adalah Undead,menurutku dia tetap suamiku,orang yang sama dengan pria yang menikahiku.
Laki laki yang kucintai.
Tasuku memandangiku dengan sorot mata setengah kesal.

“kau pikir kau apa…? Kau ini tawanan…!” ia menepuk dahinya sendiri “belajarlah menyesuaikan diri kalau mau hidup lebih lama,dan perhatikan setiap tindakanmu”
Ia memperingatkanku dengan marah.
Aku memeluk lutut.
Segera setelah nafasku mulai teratur dan bayangan anjing-anjing Undead menakutkan tadi lenyap, aku mulai bisa mengatur nada bicaraku, mengajukan protes padanya.

“ya,aku memang tawananmu…” aku berkata dengan kesal, “aku hanya ingin lari dari sini,itu juga hal yang biasa dilakukan tawanan,kan? Aku hanya melakukan kebiasaan lama…”
Aku memaksa membela diri walau aku tahu ucapanku salah tempat,
Tapi aku cukup kaget setelah terlanjur mengucapkan kalimatku selanjutnya.
“kecuali ada alasan bagus sampai aku tidak berniat lari dari sini…?!”

Tasuku menampakkan wajah sangat seram mendengar kata kataku,
Ia kelihatan seratus kali lebih marah dari tadi sampai wajahnya terlihat seperti akan menelanku habis.
Aku menunduk,menyadari bahwa aku betul betul telah mengatakan hal yang fatal.
Kukira aku akan dimarahi lagi,tapi Tasuku malah memandangiku.
Karena aku sedang menunduk,aku tidak tahu dan tidak dapat menebak apa yang ia pikirkan tentangku saat ini.
Aku hanya dapat berharap.


++++
 
Tasuku.

___________________________
____________________



“Aku hanya melakukan hal yang biasa dilakukan seorang tawanan,yaitu mencoba melarikan diri, kecuali ada sebuah alasan bagus yang membuatku betah berada disini.”


Dia baru saja mengancamku,


Hanya Dia seorang ditempat ini yang berani mengucapkan kata kata semacam itu padaku,
Tapi,bukan itu masalah yang membuatku merasa hilang akal,
Melainkan kenyataan bahwa ia masih saja menggodaku dan berharap padaku yang telah menjadi seorang Undead,makhluk yang tidak bisa mati ini,
Pemangsanya.
Berbagai rumus berputar di kepalaku,mengalikan,membagi,dan menghitung berbagai kemungkinan,tapi tetap saja aku gagal menguraikan perasaan yang saat ini melandaku.
Aku mungkin dapat menahan diriku terhadap harumnya darah gadis didepanku,
Tapi,sungguh,aku benar benar tidak sanggup mengendalikan perasaan lainnya lagi.
Mataku melihat ia yang sekarang sama sekali menunduk tidak berani mensejajarkan pandangan dengaku,
Apa dia pikir aku marah padanya…?

Kau pikir kau bisa marah padanya, Tash?

Yah, walaupun sebenarnya akan lebih baik jika ia berpikir demikian dan menjaga jarak denganku.
Sejujurnya,aku malah ingin sekali tertawa,sudah lama aku tidak begini,
Ingin sekali mengatakan padanya bahwa apapun yang ia lakukan aku tidak akan pernah sanggup marah padanya.
Aku tidak pernah sanggup membuatnya sedih,
Bahwa tanpanya, aku tidak memiliki apa apa lagi didunia ini...
Daina masih duduk termenung,rambutnya yang kukepang dan terjalin satu semakin menambah kecantikannya, aku menggantikan bajunya dan mendandaninya seperti anak anak yang sedang memainkan bonekanya yang berharga,
Begitu tergila-gila,dan begitu memuja,
Berapa malam kulewati dengan mendambanya berada disisiku…?
Berapa malam aku begitu menderita karena memikirkan mungkin aku tidak dapat bertemu lagi dengannya…?
Dan sampai sekarangpun aku masih bergetar, tanganku tidak bisa berhenti gemetar begitu memikirkan Dia yang telah menderita begitu banyak… Karena diriku.

Kakak benar, aku teringat percakapanku baru saja dengan kakak,
Daina pantas berbahagia dengan seseorang selainku.
Pun begitu, aku tidak bisa mengenyahkan kekagumanku pada kegigihannya yang menguasaiku, Lebih kuat dari yang kukira,
Aku ingin memeluknya, mendekapnya sepenuh hati, berbisik betapa aku mencintai dan merindukannya selama ini...
Tidak bisa kuhentikan, sama seperti ketika ia belum menjadi milikku.
Bahkan setelah ia menjadi milikku pun aku tetap saja mendambanya, betapa aku meng-harta karunkan dirinya didalam jiwaku.
Dengan liar mataku menjelajahi setiap lekukan tubuhnya yang hanya tertutup gaun tidur,
Aku mendapat berbagai pola-pola abstrak dan erotis dan dapat memvisualisasikannya dengan sangat jelas dalam otak ku.
Aku telah berkali kali melihat Daina telanjang sebelumnya, tapi kebutuhanku untuk itu tidak pernah terpuaskan meski ratusan kali aku menyentuhnya,
Sial, Niatan ingin memeluknya,dan mencumbunya seliar mungkin hingga rasa rindu kami terpuaskan begitu menyiksaku,


Itu tidak boleh kulakukan,tentu saja.


Ada sesuatu didalam diriku yang menghalangiku untuk melakukan hal hal yang mungkin akan menyakitinya.
Ada sebagian diriku yang amat sangat menderita memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi padanya.

Bertaruhlah akan apa yang terjadi selanjutnya...
Tak apa, bertaruh saja, kau jago bertaruh kan? Kau pintar kan?


“Berdoalah,jika waktunya tiba,pembebasanmu akan terjadi” hanya itu jawaban yang kuberikan,susah payah kutepis pikiran aneh dalam kepalaku.

"Dunia yang kau buat telah mencabik cabik duniaku dengan paksa..."

Belum selesai, sebentar lagi, tunggulah sebentar lagi, kakak... Kau dan Daina...
Pada saatnya, jika saatnya tiba, kalian akan mengerti...


Aku berbalik,bermaksud menyingkir dari hadapan Daina secepat mungkin,

“Kau akan kembali lagi,kan?” Tanya Daina dengan tatapan memohon,
Aku hanya menjawab dengan melemparkan pandangan yang menyatakan aku tidak suka pertanyaannya,

“Kau akan kembali” Daina memutuskan jawabannya sendiri, “Jika tidak,aku tidak akan memastikan aku masih berada disini besok pagi” ancamnya.
Aku lebih memilih tidak meladeninya,

“Aku tidak bertanggung jawab jika terjadi sesuatu yang lebih fatal dari hal barusan,jadi jangan pernah keluar dari tempat ini kalau tidak mau mati,” aku kembali mengingatkan saat hendak menutup pintu, “Satu langkah pun!”

“Aku serius! Tasuku! Kau harus menengokku,nanti!”
Bersusah payah aku menutup telingaku,menghalangiku mendengarkan suaranya yang terus berteriak memanggil nama kecilku.

Apa yang telah kuperbuat?!
Aku sama sekali tidak bisa mengerti perasaanku sendiri,
Nampaknya aku digerakkan oleh hatiku,
Dan aku sangat shock menghadapi kenyataan ini,mengingat aku pernah memilih membuang segalanya.





Dia tak bisa dibuang,
tak peduli seberapa keras aku berusaha mengikis bayangannya.



++++
 
Daina.


___________________________
______________________


Tiga jam kemudian.


_______________________________
___________________________


Sudah pagi.
Aku masih saja duduk memeluk lutut, aku melirik jam kuno yang menunjukkan waktu saat ini,
tiga jam telah berlalu,dan Tasuku tidak datang,
tentu saja,karena aku sudah bersikap sangat buruk padanya,
yang membuatku tidak habis pikir,aku masih berusaha menahannya disisiku, tanpa peduli ia itu ‘apa’ atau ’siapa’.

Hal baik membuatku senang.
Mereka bilang cinta paling kuat yang disebut cinta sejati adalah ketika kau tidak bisa menemukan alasan yang tepat mengapa kau mencintai.
Begitulah cintaku.
Aku tidak punya gambaran tepat mengapa aku begitu setia dan bersedia menempuh segala rintangan yang membunuhku ini...

Detik demi detik kulewatkan dengan khayal,
Dia tidak mungkin datang,mungkin saat ini ia amat marah karena aku mempersulitnya.
Dalam hati aku berjanji tidak akan melakukan tindakan bodoh lagi,
dan tidak akan mengatakan hal hal bodoh lagi.
“Tasuku…Tasuku…” aku mencoba memanggil namanya diam diam,tidak ada respon.
Aku tahu ia tidak mungkin mendengar panggilanku yang tidak lebih dari sekedar bisikan halus,
Aku memeluk guling erat erat,memainkan kelopak mawar yang bertebaran diatas pembaringanku.
Baunya sama dengan Tasuku.
Wangi mawar yang kental…

Sudah berapa lama aku melamun? aku memeluk dan mencium bantal besar yang menjadi penyangga kepalaku,wangi nya juga sama,
Kubayangkan ia ada didekatku,aku sudah tidak tahan ingin dipeluk olehnya,
Tapi,Tasuku yang sekarang terasa begitu jauh...

Pintu terbuka perlahan,
Aku tersentak,dan menatap waspada.
Tapi perasaanku lega setelah tahu siapa yang datang.
“Tasuku…! Akhirnya kau datang juga…” seruku menyambutnya.
Aku cukup terkejut melihat apa yang ia bawa,meja kecil beroda yang ditarik,diatasnya penuh dengan makanan kesukaanku.

“disini tidak ada makanan manusia…” ia mengutuk pelan,
Aku menatapnya bahagia, ia memperhatikanku!
Aku bisa melihat betapa sulitnya ia mencarikan hidangan untukku,
Dan apa yang dibawanya sama sekali tidak bisa disebut makanan biasa, begitu mewah dan tertata rapi dengan penataan yang elegan,
Tapi aku tidak bisa berjalan,kaki ku masih sakit karena terkilir,Tasuku sepertinya menyadari hal itu,karena ialah yang mendekat,

Lagi lagi aku digendong,ia mendudukkanku diatas sofa warna merah bata didepan ranjang besar-ku.
“makanlah…” bisiknya yang kedengaran seperti membujuk,
Suaranya terdengar was-was,
aku memandang isi nampan didepanku,dan tanpa ragu mengambil sepotong sandwich, baru kusadari betapa laparnya aku,
dengan bersemangat aku mengambil potongan kedua dan memasukkannya ke mulutku,
sangat enak.
Bisa kulihat Tasuku yang pada awalnya takut aku merajuk dan tidak mau makan, atau tidak suka makanannya, sekarang menampakkan wajah lega,
“cocok dengan selera-mu?” ia bertanya hati hati.
Aku mengangguk angguk senang,
“Kumasukkan dalam daftar makan paling enak yang pernah kumakan” nilaiku.
Tasuku tersenyum untuk pertama kalinya,kelihatan bangga dengan pujianku,
Tapi ketika ia menyeringai,sepasang gigi taring mungil terpamerkan dengan sempurna disela sela bibirnya yang merah,kontras dengan kulit pucatnya,
Membuatku urung bertanya ‘kau sendiri sudah makan,belum?’…
Sementara aku makan,Tasuku menyibak gaunku,ia mengusap tungkai kaki ku yang lebam kemerahan,
Lalu dari bagian bawah meja beroda yang dibawanya ia mengeluarkan sekantong es,
Aku sempat bergidik ketika rasa dingin itu menempel di tungkai kakiku,
Tapi nyeri-nya perlahan hilang,Tasuku mengusap kakiku lembut dan melakukan pijatan ringan,

Aku,dan suamiku yang seorang Undead,
Mungkin ini kedengaran gila,tapi aku bahagia,
Perlakuannya padaku lebih lembut dibanding tadi,mungkin karena ia merasa aku terluka,
Aku menatapnya penuh rasa terima kasih,
Berpura pura seakan luka terkilir sepele begini saja lebih parah dari kelihatannya,
Tidak, kalau bisa diperlakukan semanis ini olehnya, aku bisa berpura pura kalau kakiku diamputasi sekalian.
Aku memang jahat, aku memanfaatkan keadaan.
Tapi dilain pihak, aku ingin sekali diperhatikan olehnya.
Sementara ia sama sekali tidak mengatakan sepatah katapun setelahnya,
Tapi menurutku,sama sekali tidak perlu kata kata,karena ia membuktikan dengan perbuatannya,
Dan bagiku,apapun dia,siapapun dia,dia tetap Tasuku,
Tasuku yang memiliki hati lebih baik dan lebih lembut dibanding siapapun juga.
Ketika aku asyik meminum susu cokelatku,tiba tiba ia beranjak dan melangkah menuju meja rias,aku tidak tahu apa yang ingin dilakukannya,sampai ia kembali dengan sebotol kecil kuteks berwarna merah muda.
“Aku sudah mengosongkan tempat ini dari Undead lain” ujarnya sambil lalu, “sifat nekatmu itu,membuatku gila” aku hanya bisa tersenyum kecil pada saat ia menyampaikan keluhannya,
“Tapi tetap saja,kalau bisa kau jangan mendekat padaku,sewaktu aku sedang bersama Stast atau Ferina…,terlalu berbahaya…
Aku tidak tahu siapa yang dimaksudnya dengan ‘Stast’ dan ‘Ferina’, tapi itu pasti nama vampir lainnya…
Stast The Origin…yah…benar…

Tasuku menatapku yang mengangguk tanda mengerti,lalu ia kembali menunduk menghindari kontak mata denganku.
Aku mendelik ngeri pada jari jari kakiku yang pewarna kuku nya sudah tidak berbentuk lagi karena aku berlari kesana kemari.
Tahu Yeti monster gunung es yang biasa disebut bigfoot? Yah begitulah.
Sudah jari kaki tidak begitu bagus,dengan cat kuku berantakan begini tambah seram,mungkin jari kaki ku sekarang lebih mirip jari kaki zombie daripada manusia.

"Aku tidak ingin," seruku menyembunyikan, "Kakiku jelek! Lepas," Kutepis tangannya,
Tasuku melihat kearahku, tidak senang,

"Ayolah, Di," Bujuknya, "Mengalah sedikit," Melihat tatapan maut wajah sempurna dihadapanku membuatku rela menyerahkan segala yang kumiliki demi untuk beberapa detik saja.
Aku melemah, pasrah menahan malu.
Ia melemaskan pergelangan kakiku, begitu lembutnya membuatku bergidik merasakan betapa dingin kulitnya,
Ia memandangi kakiku untuk beberapa saat, menaikkan alisnya,

"Ini kaki atau..."

"Sudah kubilang kan!" Aku mendorongnya cepat cepat, malu sekali,

"Aku hanya bercanda," Potong Tasuku tergelak, menahan gerakanku agar tetap ditempat, mengelus jemari jemari kaki ku pelan pelan,memeriksa mana yang harus dibereskan,mana yang tidak rapi,
aku membiarkannya dengan perasaan setengah dongkol bercampur bahagia,
ia begitu lembut, sampai sampai aku terhanyut dalam buaiannya ketika ia membersihkan sisa-sisa cat kuku yang lama dan memolesnya dengan yang baru,
aku menikmati setiap sentuhannya,saat kuas kecil itu menyapu kuku ku sangat teliti,
kuberanikan diri menyentuh rambut pirangnya yang berwarna emas itu,
ia tampak kaget sejenak,tapi tidak berusaha menghindar, ia membiarkannya seakan ia sendiripun sedang terhanyut dengan apa yang ia kerjakan saat ini.
Aku merasakan betapa ia mengapresiasi setiap jengkal tubuhku setinggi tingginya.
Ia selalu begitu, Membuatku bangga memiliki diriku untuk diberikan kepadanya...

Aku memang kekanakan,tapi aku tidak bisa menahan perasaanku lebih dari ini,
aku mencintainya,dan ia sangat berarti bagiku,
untuk kesekian kali nya aku jatuh cinta dan tergila-gila,

Aku tahu,
terlihat seperti apa kami saat ini…?
ya,pasangan sinting.

Akhirnya ia selesai dengan pekerjaannya,
kami tidak bicara apapun lagi, bahkan ia tidak memandangku,
hatiku sangat sakit,
ia menungguiku hingga aku selesai meneguk tegukan terakhir dari susu cokelat ku,
dan ia pergi setelah membereskan sisa makananku,
pergi begitu saja,seakan tidak menyisakan apapun selain kebisuan diantara kami.




Sejak saat itu,Tasuku datang setiap tiga jam,dan itu terjadi setiap harinya,
Entah itu hanya sekedar menengok,membawakan makanan-yang ini tiga kali sehari,aku tidak pernah sampai kelaparan sedikitpun disini-atau menyisir rambutku, mendandaniku, dan membawakan buku buku,
Ia tahu aku suka menghabiskan waktu dengan membaca,
Dia hanya berusaha agar aku tidak merasa bosan.
Walau kami sangat jarang bicara satu sama lainnya,sejujurnya,ia lah yang nyaris tidak pernah bicara.
Tapi ia melayani candaan ringan terkadang,
Dikamarku tidak ada televisi,tidak ada apapun yang menjadi alat komunikasi dengan dunia luar,
Tapi aku tidak pernah bosan.
Karena aku punya hal paling menyenangkan yang selalu kutunggu dengan hati berdebar,
Kedatangan Tasuku.

Aku seperti kecanduan ingin melihatnya setiap saat,


“Apa kau ingin pulang? Ketempat kakak...”
Pada suatu waktu ia menanyaiku dengan amat hati-hati,pada suatu hari ketika ia berkunjung.
Aku hanya menjawab dengan gelengan kepala, “Setiap saat kau menanyakan hal yang sama,aku bosan menjawabnya,” ”yah…,kadang aku kesepian…” jawabku memancing,berharap ia berubah pikiran dan bersedia menemaniku ngobrol sebentar,
Ia duduk disampingku,meletakkan sebuah kotak musik antik dipangkuanku,
Benda itu lucu,dan indah,
Bahkan gaun-gaun dan perhiasan yang kukenakanpun,semuanya benda sederhana namun mewah dan bercitarasa tinggi,
Demikian pula dengan ‘mainan’ yang baru saja ia bawakan untukku,
Semuanya tidak sesederhana kelihatannya.

“Dengarkan,” ia tidak memerintahku,melainkan ia sendiri yang memutar sekrup orgel itu,
Aku menutup mata sambil mendengarkan,suara yang sangat indah.
Bunyi-bunyian klasik,berdenting lembut menghiasi pendengaranku.
Aku bisa melihat Tasuku tersenyum puas,ia lembut,kelembutan yang menghiburku, bagaimanapun,asalkan ia tidak berniat menyingkirkanku,selama itu aku aman,
Selama itu aku bisa terus berada disisinya seperti sekarang.
Ia memelukku dari belakang, aku bisa merasakan tubuhnya yang dingin.

"Jangan dilepas," Pintaku memohon, "Jangan meninggalkan aku lagi,"

Tasuku tidak menyahut, kurasakan bibirnya dibelakang leherku, Bergerak lembut mengecup.
Tangannya mengelus pipiku, Bayangan yang terpantul dari kaca riasku menjelaskan segalanya,

"Cantiknya," Tasuku memuji, menyentuh wajahku, aku menutup mata, lalu membukanya lagi, ia masih ada disana, nyata namun seperti mimpi, Aku tertawa lemah, "Aku bisa mengikutimu sejauh kau mau, tapi apakah ada keajaiban setelah itu?" Ia berbisik didekat telingaku,

"Terakhir kali kau mengatakannya padaku, keajaiban terjadi," Kenangku.
Tasuku mengayun tubuhku dengan sayang, wajahnya tampak begitu sedih.

Kebaikan yang sesaat saja...
Walau demikian boleh kan’ aku berharap?!
Aku menanti-nanti waktu tiga jam segera berlalu agar aku dapat melihatnya lagi, jika aku merindukannya,aku bisa tahan berjam-jam memutar kotak musikku,
Menghitung detik-demi detik,
Dan sangat menderita apabila ia terlambat datang ke kamarku meski hanya lima menit saja.
Kecemasanku menjadi jadi,dan sebaliknya kebahagiaanku meluap ketika pintu kamar ini mengayun terbuka dan wajah suamiku muncul dibaliknya.

Seharusnya ini hanya rahasia,tapi ketika malam tiba,aku sering terjaga dari tidurku,karena aku merasa diawasi dengan ketat dan intim,
Tapi ketika aku bangun dan mataku mencari cari,tidak ada seorangpun didekatku,
Aku yakin,itu dia,
Itu Tasuku,
dialah yang masuk ke kamarku,dan yang memandangiku seperti orang gila setiap malamnya,

Ia memperlakukanku baik,meski tidak bisa disebut sangat baik,
Jika aku menahan kantukku setiap malam,aku akan tahu,dia datang seperti angin dan duduk diatas sofa,
terkadang ia memberanikan diri mendekat dan membelai rambutku,
aku hanya bisa berpura pura tidur dan menikmati belaiannya.
Andai saja aku tidak menguatkan diriku,aku pasti sudah merengkuhnya.

Kutepis bayangan menakutkan itu dari ingatanku, Pangeranku yang malang, yang telah menodai tangannya dengan darah dan dosa... Mungkin bagi orang lain aku bodoh, aku tolol, karena aku hanya menunggu kedatangannya.

Cinta paling kuat adalah cinta yang kau sendiri tak tahu alasannya bukan?
Kalau begitu Cinta paling sejati adalah cinta yang mampu menganugrahimu kemampuan untuk mencintai seseorang, yang bahkan bagi sebagian orang tidak pantas untuk dicintai...



++++
 
Last edited:
huaaaah... tasuku benar-benar belum berubah ko.... dia masih sama seperti sebelum berubah jadi undead tuh... aku yakin tasuku bisa normal lagi... daiii.... kasian merekaaaa
 
Stast.

_____________________
__________________




“Mengajak Aryanov ke sisi kita, apa menurutmu itu tidak mengkhianati kesepakatan awal?”
Aku menggeleng menanggapi argumentasi Ferina, melingkari bingkai jendela dengan jariku, aku melamun..
“Kapan ia melanggar janji, katakan pada Stast...” Desisku seraya memandangi ratusan pijar dilangit malam.
Membutakan, membuat hanyut kepalaku, memberikanku kenyamanan.

Ferina menjamahku dan saat ia berjalan, rambut panjangnya melambai anggun,“Ia pernah mengatakan akan membunuhnya, itu permohonanmu padanya,
Aryanov Gabriel.. Pangeran kegelapan seharusnya membunuhnya, Tapi sekarang ia malah mengatakan ingin bersama!
Aryanov musuh, Aku… aku tidak bisa menerima itu,” Ia menggigiti kukunya sendiri dalam keresahan, berdiri disamping tempat tidur dan mengadu padaku. “Kita harus melakukan sesuatu, Stast…”
Wajahnya memelas, Sekarang malah temaram lampu yang menerangi ruangan tempatku berada menjadi pusat perhatianku saat ini,
Kubiarkan Ferina melemparkan tatapan tidak mengerti kearahku,

“Kalau Aryanov Gabriel memang mau bergabung ke sisi kita, aku tidak masalah,”

“Stast!”

“Jangan berpikir picik seolah musuh akan selamanya menjadi musuh,” Tubuhku melemas diatas pembaringan sutera, “Kau tidak akan pernah maju saat melihat dari satu sudut pandang saja.”

“Kau tidak melihatnya!” Ferina maju kearahku, mencondongkan tubuhnya agak memaksa.
Aku tahu ia terpukul, masih saja ia memberitahuku opininya… “Gadis itu? Kenapa dia membawanya kemari? Tidakkah kau lihat caranya menatap?”

“Gadis itu juga adalah gadis yang dicintai Aryanov Gabriel,” Aku mendesah, sungguh aneh, bukan? Kakak beradik mencintai wanita yang sama…?
Menarik, ini menarik sekali, “Dia membawanya sebagai tawanan, Master kita tahu apa yang dilakukannya.”

Ferina diam saja, “Tapi kalau benar terjadi sesuatu yang aneh…”

“Kau pikir manusia dan Undead memiliki harapan bersama?” Tanyaku, menariknya kedalam dekapanku, menggeram didekat leher jenjang miliknya, “Apa kau pikir begitu,”
Ferina menggigil seperti ketakutan, tapi ia bertahan, ia selalu tahu aku tidak suka ada yang membicarakan sang raja dibelakangnya.

“Tidak, Stast, Tidak…” Ia menunduk, tubuhnya mengeras menunjukkan penolakan, “Aku hanya merasa… ia berbeda, dengan kita…”

“Apa bedanya?” Aku mengelus bahu ciptaanku itu, melepaskan gaun longgar berwarna hitam yang ia kenakan, teramat penasaran dan mabuk akan keingintahuan,

“Apa kau tidak lihat?” Ferina memasang wajah sedih, “Betapa keras kepalanya Aryanov Gabriel dan gadis itu, betapa keras usaha mereka untuk mendapatkannya kembali…”
“Dia pastilah Undead yang paling dicintai sepanjang sejarah umat manusia…Aku takut perasaan mereka yang mencintainya tersampaikan, lalu suatu saat ia, ia akan meninggalkan kita tanpa jalan keluar… Aku takut, Stast” Kurasakan tanganku diremas dengan sangat kuat.
Ucapan Ferina menusuk sanubariku dalam,
Memberitahuku kenangan kenangan lama yang tak kuinginkan, ia benar, aku tahu betul itu,
Kurapatkan pelukanku ditubuh saudariku, mencari cari sisa kehangatannya yang tak kutemukan.
Berpikir, dan pengalaman mengabarkan sebuah jawaban kepadaku,

“Kau jangan khawatir, mereka tidak akan bertahan,” Kutimang timang tangannya dalam genggamanku, “Semua yang mencintai Undead, pasti merasakan penderitaan tak terhingga… suka atau tidak suka…”


++++
 
Daina.

____________________________
______________________



Siang itu, Aku yang baru saja selesai mandi terkejut bukan main, aku meletakkan kotak musik pemberian Tasuku dipahaku.
Mencoba memperbaikinya,
Kelihatannya terlalu banyak kumainkan…
Bagaimana ini… Hanya benda ini temanku satu satunya,
Aku duduk bersimpuh resah dan mengutak-atik benda yang terus berbunyi itu karena penutupnya yang retak dan terbuka,
Kucoba memperbaiki sendiri ‘mainanku’.
Bunyi nya tidak bisa berhenti,tutupnya rusak…

Aku menghela nafas kecewa, aku bodoh sekali, padahal aku sangat suka benda ini…
Lagu ini... lagu kesukaan kakak, aku tersenyum,
Betapa kebetulannya, ia memilihkan sesuatu dengan ikatan erat terhadap orang yang katanya akan ia bunuh...
Kubayangkan hari hari lalu dimana kami bertiga hidup bahagia,
Membayangkannya mengingat hal tersebut, muncul sepercik harapan menyala nyala dalam hatiku.

Ia mengingatnya kan?
Ia tidak mungkin memilih benda ini secara acak...
Ya, aku boleh berharap, tentu saja aku boleh...

Ditengah kesunyian yang menyebalkan ini, secara tiba-tiba aku mendengar musik yang lain,nada yang sama dengan nada yang keluar dari kotak musikku,
Tapi nada ini dimainkan dengan piano,aku tahu,

Tasuku…?

Tidak apa-apa kan? Aku keluar untuk mencarinya…?
Lagipula bukankah ia pernah berkata bahwa semua undead di tempat ini telah ia singkirkan?
Aku ingin dia melihat kerusakan pada kotak musikku ini,dan kalau dia bisa memperbaikinya…

Nada-nada lembut bermain di telingaku, kuat menampakkan kesan mistik.

Aku bisa melihat semua jendela yang terdapat pada lorong sekelilingku saat aku keluar dari kamar telah terbuka, ,menampilkan pemandangan pantai dan sinar matahari, tidak suram lagi seperti dulu,
Aku sudah merasa tempat ini seperti rumah…, rumahku…,

Kuikuti suaranya,kotak musik ditanganku masih mengeluarkan bunyi, saling bersahutan secara ajaib amat stabil, perlahan aku menuju tangga menurun yang dulu pernah kulalui,kali ini tanpa kesulitan,dibawah tangga ini…tempat grand piano berada…
Bunyi itu seperti menuntunku,menunjukkan padaku arah yang benar.
Gaun tidurku bergesek diantara anak tangga,
ketika separuh jalan aku turun,aku telah bisa melihat Tasuku duduk didepan grand piano nya,memainkan melodi klasik khas yang sesuai dengan bunyi kotak musikku,aku yakin ia menyadari aku ada disini,
Aku yakin ia tahu.
Aku terus melangkah turun,membiarkan renda-renda gaun tidur berwarna ungu mudaku ikut bergerak menyapu lantai,

Kudekati ia, mengamati jari-jari yang mahir itu bergerak luwes diantara tuts-tuts piano,
memainkan melodi spektakuler yang terlatih.
Betapa tampannya, karya seni yang hidup dan begitu nyata,
Mataku terpukau oleh pesona pemangsa dihadapanku, orang yang kucintai,
Aku memandangi lekat lekat, seakan takut ia menghilang…

Being stared at like this, the dreams continuation…
Erases the memories, the scars I can't get rid of…


Aku hafal lagu ini, hatiku ikut bernyanyi walau aku tidak berani mengeluarkan sepatah katapun.
Mengingat ingat liriknya, lagu lama, tapi sangat akrab ditelingaku, betapa sering dulu kak Ari bersenandung lagu ini… Dan sekarang Tasuku memainkan versi pianonya dengan penuh kesedihan…

I chase after you
And in the moment I grab your arm
You disappear


The weighed out two selected words and thoughts
Or is still unnoticed love there?
Without lies and reality without life an death
I long for a world like this


Aku perlahan menuruni tangga, tak sekalipun pandanganku terlepas darinya.
Ingin bertanya padanya sebuah pertanyaaan yang ribuan kali mengusik batinku.
Aku bermimpi kan?
Katakan padaku bahwa aku hanya bermimpi… bangunkan aku, ini mimpi terburukku, terpisah denganmu seperti ini…

I dreamed, right?
While I performed the darkness
I just hurt you
I drowned in the faint dream, right?
Being with people, the forgotten love, both were there…


The pain disappeared with you
This body, without any trace
Kill me, turn me into ashes
I longed for eternity but
At your hand…



Dan mimpipun berlanjut…
Menghapus setiap kenangan, membawa luka yang tidak bisa kita bertiga sembuhkan…
Jika mimpi itu seburuk ini... tidur selamanyapun tak apa...


If I close my eyes and the heavy curtain
Only you hinder my sight
I keep those overflowing thoughts in my heart
Just put me to sleep like this…


Air mataku menetes, tergesa gesa aku menghapusnya,
Ia mengacuhkanku, hatiku menciut seketika.
Mungkin memang salahku? Mungkin ia tidak mau diganggu saat ini?
Aku yang telah menikah dengannya,dan bertekad untuk menghabiskan sisa hidupku bersamanya bahkan sebelum ia menjadi Undead ini tentu menjadi yang paling tahu kalau Tasuku tipe yang suka melupakan sekitarnya pada saat ia tengah serius mengerjakan sesuatu.
Aku paham,sangat paham,
Sudahlah,apapun kepentinganku,sebaiknya nanti saja,aku tidak mau mengganggunya…

Dengan penuh kesadaran diri aku meletakkan kotak musik itu di buffet kecil dimana ia bisa menemukan ‘mainanku’ tersebut dengan mudah,bermaksud angkat kaki dari sini,aku tidak ingin keberadaanku mengganggunya,bahkan bernafaspun kulakukan sepelan mungkin.
Lalu aku berjalan mundur,
Entah kenapa aku merasa enggan memalingkan wajahku barang sedetikpun, ingin selalu menatapnya seperti ini,
Keindahannya yang demikian pantas disandingkan dengan kerupawanan ‘Yusuf sang pesuruh Tuhan‘ yang disebutkan didalam kitab suci itu.

Dan dalam satu kedipan mata, kedua bahuku telah di tahan dari belakang oleh tangan kuat yang sebelumnya tak terlihat olehku,
Mencengkeramku seakan aku telah tertangkap.
Suara piano telah berhenti, digantikan hanya oleh suara halus dentingan kotak musikku, Tasuku tidak ada lagi didepan Grand piano nya, tidak ada dimanapun, sudut yang setidaknya dapat di jangkau oleh mataku.


Karena ia saat ini berada tepat dibelakangku.


Melingkarkan lengannya dan mendekapku erat, meletakkan dagunya dibahuku,
Kurasakan bibirnya yang dingin perlahan menempel dibagian belakang leherku.
Amat perlahan… seolah takut mematahkanku.
Aku bergetar mencium aroma harumnya, pasrah terhadap apapun yang akan ia lakukan padaku.
Aku menutup mata merasakan sentuhan itu, terguncang akan kemantapannya, tidak berani bernafas,
Menunggu.
Detik demi detik berlalu…

Tapi Tasuku tidak melakukan sesuatu yang menyakitiku,
Ia hanya membalikkan tubuhku, begitu lembutnya ia, dan sekarang kami berhadap-hadapan, dadaku menekan didadanya,dan aku berani bertaruh saat ini ia bisa mendengarkan musik yang lain,


Yaitu suara detak jantungku yang berdebar kencang.


Kami beradu pandang dan, Tuhan, Aku melihat ia kini tersenyum penuh kemenangan saat mendengar nafasku yang tidak beraturan dan kegugupan nyata yang pastilah terlihat jelas diwajahku.
Ekspresi seseorang yang tergila gila padanya.
Ia senang dan puas, ia selalu begitu saat ia tahu ia berhasil membuatku berdebar debar hebat.
Aku menunduk, malu sekali, wajahku terasa panas…

Kurasakan telapak tanganku diraih,ia memposisikan kami sedemikian rupa,aku yang telah mabuk akan pesonanya hanya bisa diam membiarkan,
Dengan diiringi suara lembut kotak musikku, Kami berdansa.
Hanya dansa klasik sederhana,dan aku bukan pedansa yang ahli,tapi Tasuku menahan dengan mantap tubuhku, saat kaki-kaki kami melangkah bersama,memutar-mutarku, lalu memelukku lagi, membuatku semakin terhanyut, kurasakan sebelah tangannya mengusap pelan punggungku,
Aku merasakan hangat disana.
Jatuh cinta padanya, lagi, lagi, dan lagi.
Bertanya tanya apa kiranya yang boleh dan tak boleh kulakukan, karena semua larangan dan rambu rambu tampak begitu buram dimataku.

Tasuku… Tasuku…
Lenganku menggapai mencari cari pegangan, Kuberanikan diri membalas perlakuannya.
Kudekap suamiku erat.

Namun sebuah kekuatan tak terlihat membuatnya melepaskan interaksi kami setelah sekian lama.
Aku hanya menatap matanya yang seperti baru saja tersadar dari hipnotis,
Kaget melihat begitu banyak bahasa yang ia ungkapkan hanya dari tatapannya padaku.
Cinta yang sepi ada disana,
kerinduan,


Serta keputusasaan yang merenggut segala kenyamanan yang baru saja aku dapatkan.


++++
 
Stast.

________________________
____________________




Mengintip dibelakang tirai,mengamati apa yang terjadi diruangan itu,
Baru saja aku datang, sayang sekali adegan menarik itu telah berakhir…
Luciferina disampingku,jemari-jemari lentiknya menjepit sebuah gelas Kristal berisi cairan merah yang harumnya menggiurkanku,

Aku menyentuh bahunya ketika menyadari gelagat akan hasrat tak terlampiaskan, bahwa ia akan menyerang mangsa lemah yang saat itu berada dalam pelukan Raja kami.

Dengan mataku,kuisyaratkan ia untuk melihat bersamaku,
Beberapa saat kami saling berpandangan dan menunggu apa yang akan terjadi berikutnya.


Bunuh dia.

Dia bukan apa apa kan? Akhiri saja hidup makhluk fana yang mudah rusak itu.
Tak apa kehilangan satu yang seperti dia.
Kita memiliki seisi dunia…

Bunuh dia, Raja kami…
Bunuh!


Sang Raja,kekuatan yang menjadi kebanggaan kami sekarang mendorong si gadis agar menjauh darinya,cukup aneh,
Mengingat ia sendiri yang tadinya mendekati gadis itu, menghirup bau harum darah si gadis, Masih saja ia tetap bertahan tidak ingin membunuhnya,
Sikap yang aneh,bukan?!
Apa lagi yang kau tunggu, My Lord…? Kami menunggumu untuk berbagi hidangan pembuka bersama kami…

“Tasuku…?”

Lancang sekali gadis itu!
Ia memanggil penguasa kami dengan nama kecilnya, nama terlarang untuk diucapkan…
Sang Raja hanya mendiamkan,tidak menunjukkan respon terhadap bola mata polos yang menatapnya penuh harap.
Ia kembali menampakkan ekspresi dingin dan kejam,seperti tanpa perasaan,
Bertolak belakang dengan apa yang diperlihatkannya pada sang gadis bermata boneka itu beberapa saat sebelumnya,

“Pergilah, masuklah kekamarmu!” perintahnya dengan nada defensif.
Kami yang menyaksikan ini semua terdiam seribu bahasa,
Sang Raja pastilah mengendus keberadaan kami disini, dibalik tirai ini,
hanya saja,ia berpura-pura tidak tahu,
Aku menoleh pada Ferina,
Sama sepertiku,wajah Ferina juga sama herannya,

Bukankah ia,penguasa kematian, pewarisku…yang tidak mengenal perasaan manusia lagi dan tidak punya belas kasih terhadap makhluk fana…?
Mengapa sekarang jadi begini? Apa yang mengubahnya?

Caranya menyembunyikan perempuan itu dari kami begitu menyedihkan, sampai aku sendiri tidak habis pikir,

“Kotak musiknya…aku belum…” gadis itu bersiap akan membantah,tetapi Raja kami yang agung,dengan gerakan cepat yang hanya terlihat bagai kilatan cahaya, bergerak memungut sebuah benda yang terus mengeluarkan lagu indah tersebut,

Gadis itu sama sekali tidak menduganya, benda indah yang mengeluarkan musik itu terlempar membentur dinding batu, hancur berantakan,pecah berkeping-keping.
Hanya berselang sesaat setelah tangan pucat itu melemparkannya sembarangan diikuti ledakan amarah yang memuncak.

“Pergi! Sekarang!” bentaknya keras, suaranya yang anggun menggelegar dan bergema diruangan yang luas ini, Betapa menakutkan…

Bisa ditebak, dalam keterkejutannya, mata gadis itu berkaca-kaca, ia menampakkan wajah tidak berdosa dan kebingungan,ia tidak pernah menduga,bahwa seseorang yang baru beberapa saat tadi memperlakukannya dengan begitu lembut dan memberinya kenangan yang mungkin akan menjadi salah satu memori terindah baginya bisa dengan begitu kasar membentak tanpa kesalahan yang jelas,

permintaan sederhana…, ya, hanya memperbaiki sebuah orgel,

Tanpa membantah lagi gadis itu melangkah mundur, setengah berlari menaiki anak tangga, air matanya mengalir membentuk anak sungai, siapapun tahu jika saat ini ia sedang menanggung luka hati teramat dalam.
gaunnya tersapu dengan anggunnya, cantik…
Bahkan Stast inipun mengakui daya tarik gadis itu,mungil,montok, begitu molek.
Rambutnya yang ikal bergelombang segelap mahogani, kulitnya bersinar seindah pualam, matanya yang sebulat kelereng dan berwarna seperti buah kakao yang baru matang, menampakkan kepolosan dan keluguan serta kehalusan pembawaannya, Menunjukkan bahwa ia telah dirawat dan dididik sedemikian baik,
demikian pula wajah berbentuk hati dengan hidung mancung dan bibir yang dipoles tipis pewarna bernuansa jingga muda yang merekah penuh, nuansa alam yang kental, warna alam… kecantikan alam...

Sang raja menunduk penuh penyesalan, jika hanya membentak saja sudah se-kalut itu, dia tidak akan mampu berbuat lebih jauh untuk menyingkirkan gadis itu dari hatinya yang paling dalam.
Ia melempar barang barang kesekitarnya, murka, sedih, terluka…
Percuma saja, sia-sia bersedih pada saat yang salah,
Aku hanya menarik pinggang Ferina,menjauh dari tempat itu,
Aku mengerti,yang dibutuhkan sang Raja sekarang hanyalah ruang untuk ‘sendirian’.

Aku yang telah berusia puluhan tahun ini-dimana seharusnya aku telah menjadi kakek buyut dari beberapa generasi keturunanku-tentu cukup bijaksana akan apa yang harus kulakukan.

Sambil menatap kasihan pada punggung yang lemah itu,Stast ini senantiasa bertanya dalam hati,


Bagaimana bisa?!
Undead masih menyimpan perasaan mencintai serta pengharapan yang sebesar itu kepada seorang gadis manusia rapuh hingga ia merasa sesakit ini?!


++++
 
"maafkan aku Daina... maafkan aku yang naif ini. akan kulakukan apapun agar semua ini berakhir" tasuku mengambil serpihan yang berserakan dilantai dengan tatapan kosong namun dalam hatinya pedih teramat sangat.

Daina beralari dan melemparkan tubuhnya diatas ranjang, membenamkan wajahnya dengan air mata yang terus mengalir dan suara segukan yang keras, menyakitkan, sungguh menyesakkan hati.

daina sangat terpukul, sang suami tercinta bisa melakukan hal sekasar itu padahal sesaat sebelumnya sangatlah lembut memabukkan.


OK.... Kembali ke Laptop!!!! wkwkwkwkwkwkw chayoo dainaaaaa
 
OK.... Kembali ke Laptop!!!! wkwkwkwkwkwkw chayoo dainaaaaa

I..itu quote darimana, wkwkkwk
Btw ini lagu yang diatas itu, yg lagi dimainin sama Tasuku, judulnya sympathia =w=d

[ame="http://www.youtube.com/watch?v=xdCmJJ4OluY"]http://www.youtube.com/watch?v=xdCmJJ4OluY[/ame]

Liriknya pas yah? hwhwhwh,
Memang versailles inspirasiku, <3

 
Back
Top