Bls: cerbung: ~DESCENDANT OF THE DEATHMASTER~ byYNA
Daina
____________________________________
_______________________________
Aku cemas karena kak Ari belum juga muncul,padahal dia meneleponku, dan berkata ia akan tiba sore ini, tapi sekarang sudah jam 21:00, dan dia belum datang juga.
Tasuku tidak mau kudekati, bahkan hanya untuk membantunya makan.
Dia menolakku, dan kata kata nya selalu menyakitkan, dia bahkan mempercayakan perawatannya pada dokter dan perawat,dan aku tahu orang orang itu hanya setengah hati menolongnya,
aku tersiksa setiap kali membayangkan Tasuku menderita ketika mereka menatapnya seakan ia bukan manusia.
aku tidak perduli, tasuku pikir aku akan menyerah dan meninggalkannya hanya karena hal itu?
Walau didera seperti apapun,aku akan selalu berada disampingnya…
Praaaangg!!!!!!
Aku tersentak mendengar suara keras datang dari kamar tasuku disebelahku.
“Tasuku!!!!” ketika aku bergegas memasuki kamarnya, pecahan kaca tampak berserakan di lantai, Tasuku membelakangiku, tubuhnya gemetar, kamar itu gelap, hanya cahaya lampu dari luar yang samar samar menembus tirai tipis penutup jendela rumah sakit itu yang jadi penerangku,
“jangan…mendekat…” bisa kulihat ia duduk diatas kursi rodanya,dari tangannya menetes darah segar, apa baru saja dia memukul cermin itu?
Aku ingin meraihnya…,hatiku merasakan sakit yang teramat sangat.
Tanpa menghiraukan permintaan Tasuku agar aku menjauh, aku menghambur kearahnya,
memeluk punggung yang lemah itu,
“aku mencintai Tasuku” “Aku mencintaimu…” “Mencintaimu…”
“Sangat mencintaimu…” tidak ada yang bisa kulakukan untuk menghiburnya, aku hanya mampu membisikkan kata kata itu, kata yang mewakili perasaanku saat ini.
“jangan…”aku mendengarnya meminta sekali lagi…
“aku tidak membutuhkanmu disini”
“tidak mau!” ujarku berkeras, “aku akan tetap disini,bersama Tasuku…!”
Tasuku membenturkan tangannya yang berdarah ke dinding beton, tembok putih itu ternoda dan darah mengalir deras dari lukanya,
“pergi!” ia membalikkan tubuhnya menghadap ku. “sebelum aku menyakitimu…”
Kini aku tahu apa yang membuatnya memecahkan cermin barusan,
dari pantulan cahaya bulan yang menembus tirai jendela yang terbuka,
aku dapat melihat dengan jelas, mata yang saat itu sedang menatapku.
Bukan mata berwarna biru langit yang selama ini jadi tempatku berteduh,sesuatu yang apabila aku memperhatikannya,maka aku akan selalu menemukan tempatku pulang disana. bukan mata yang memiliki kilau sehangat laut musim panas yang selalu menatapku dengan pandangan seperti sedang jatuh cinta.
Itu adalah mata yang merah bagaikan darah, merah gelap,warna mirip batu rubi, namun kesedihan luar biasa yang terkandung didalamnya begitu menyesakkan dadaku.
Tapi aku tidak takut, aku tidak takut, karena aku masih bisa melihat bahwa semenakutkan apapun mata itu,aku masih bisa melihat bayanganku begitu nyata di dalam sana.
Tasuku membenturkan tangannya berkali kali kedinding, darah mengalir lagi,
“bukankah aku sudah menyuruhmu?! Pergi sana! Aku tidak membutuhkanmu disini! Pergi….!”dia melukai dirinya sendiri dengan membabi buta.
Aku berlutut di pangkuannya,berusaha menghentikan tindakan tidak terkendali Tasuku.
“hentikan! Aku mohon…”kuraih tangan yang basah oleh darah itu, kutekan di pipiku berkali kali,hingga wajahku ikut basah oleh darahnya, Tasuku menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kumengerti,tapi aku tidak melihatnya kesakitan sedikitpun walau terluka separah itu,
“virus itu…” aku mendengar Tasuku bicara, suaranya tercekat, “virus itu cocok dengan tubuhku…” “jika terus begini,aku bisa bermutasi lebih cepat daripada yang diduga orang lain…”
Aku berusaha menyangkalnya, “tidak,Tasuku! Itu tidak akan terjadi…,sebentar lagi kak Ari akan datang, dia akan menolong, dan Tasuku bisa membuat vaksin penawarnya, kita akan segera memecahkan kode genetik nya, Tasuku akan sembuh…”
“kak Ari,ya…,”aku melihat Tasuku tersenyum “benar juga,kau pergi saja bersama dia…” aku terkejut mendengar ia mengatakan hal itu.
“Tasuku…?! Apa yang sedang kau bicarakan…?” ulangku,aku tidak percaya ia bisa mengatakan hal semacam itu…
“kenapa…? Bukankah bagus kalau kau bersama kak Ari saja?! Dia pasti bisa melindungimu lebih baik dariku, karena dia manusia, dan aku bukan”
aku hendak menamparnya,tapi tanganku terhenti tepat didepan pipi pucat Tasuku.
“apanya yang sakit,Daina…? Kau tidak bisa memukulku,kan? Tidak bisa memukul aku,karena apa yang kukatakan adalah kenyataan…”
“kenapa Tasuku bisa mengatakan gurauan serendah ini,sih…?!” “kenapa kamu sekejam itu…” ujarku kesal.
“aku mencintai Tasuku…” “dan cintaku tidak ada tawar menawar,aku tidak mengharapkan apa apa,dan aku tidak pernah memikirkan akan berpaling darimu…,”
“aku tidak akan membiarkanmu menanggungnya seorang diri, jika Tasuku ingin menyingkirkan aku dari kehidupanmu, baik,kalau begitu aku ingin Tasuku mendengarnya, ‘aku,lebih baik mati daripada berpisah darimu’…!”
aku sempat melihatnya berwajah seakan mau meneteskan air mata,tapi ekspresi nya saat itu adalah ekspresi yang tidak kukenal, wajah yang penuh kebencian yang sangat.
Ia menoleh sebentar,seperti menajamkan pendengaran,lalu ada senyum aneh menyungging dibibirnya.
“sekarang saja,aku sudah membuatmu menangis”
ketika ia mengulurkan tangan mengusap air mataku, aku melihat masih ada banyak darah di pergelangan tangannya,tapi aku tidak melihat ada bagian yang terluka.
“kau pikir aku tidak bisa berbuat lebih jauh untuk menyakitimu?!”
Lalu ia mendorongku perlahan, sangat cepat hingga aku tidak menyadari apa yang tengah ia lakukan padaku
“Daina…,awas!”
Ketika aku membuka mata, aku melihat sosok jangkung berambut sehitam arang itu memelukku erat,menahan tubuhku dengan mantap, tapi aku terlalu syok bahkan untuk menarik nafas.
Tubuhku bersangga pada dada kak Ari, pelan sekali ia mendudukkanku dilantai.
“kau gila,Tasuku…?! Dia istrimu”
Tasuku duduk kaku tak bergeming di atas kursi roda,matanya memandang dengan tatapan dingin.
“dia bilang ingin mati, aku hanya mengabulkan permintaanya” jawabnya tanpa penyesalan sedikitpun.
“aku hanya sudah muak melihatnya menangis pura pura untuk mengasihaniku”
Kak Ari meninju wajah Tasuku tepat setelah pria yang kucintai itu menyelesaikan kalimatnya.
“hentikan…! Kalian…,hentikan!” teriakku. “aku tidak apa apa…,”
“kau tahu,Tasuku…? Aku tidak pernah mengenal pria paling pengecut selain dirimu…” kak Ari berkata tajam “dia hanya wanita, kau tidak bisa memperlakukannya demikian, dia mencintaimu”
“memangnya kenapa kalau dia mencintaiku,kak?! Aku sudah tidak perduli lagi padanya, aku juga tidak perduli lagi pada apapun” Tasuku menyentuh pipinya yang memar akibat pukulan kak Ari jelas saja terasa sakit setelah ditinju kapten divisi utama Paladin
“aku tidak akan memaafkanmu jika kau menyakiti nya lagi…”
“kenapa memangnya…? Apa salah aku memberitahunya…? Aku sudah katakan aku tidak menginginkannya disisiku,dan dia tidak mau pergi,”
“kakak benar,dia istriku,lantas kenapa kakak marah?!” Tasuku memicingkan matanya.
”lebih pengecut mana? Aku atau orang yang merelakan gadis yang dicintainya direbut, hanya karena dia terlalu mementingkan kebahagiaan orang lain?!” “padahal jika ingin meraih apa yang kakak impi-impikan,sekaranglah saatnya, aku sudah memberimu kesempatan,sebelum segalanya hancur ditanganku”
aku melihat nada getir saat Tasuku bicara ditengah pertengkaran itu.
“kalau aku pengecut yang hanya bisa memanfaatkan keadaan,maka kakak lebih pantas disebut menyedihkan!”
Aku tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Tasuku…
kak Ari tetap tenang,dia berdiri mematung.
“ya,aku memang merelakan sesuatu yang berharga bagiku untuk orang lain, tapi itu karena dia yang sangat menginginkan hal yang paling kusayangi sama sekali bukan ‘orang lain’…,” jawabnya perlahan
“karena aku merasa lebih baik melihat satu satunya keluarga yang kusayangi bahagia, bukan akhir yang bagus,kan’ jika hanya aku yang bahagia, tapi kau tidak?”
Tasuku diam saja, tidak membalas sedikitpun,kak Ari lalu melanjutkan ucapannya.
“ya,aku orang menyedihkan yang berharap kau bisa menjaga ‘warisan’ yang kuberikan padamu, tapi kau, malah melarikan diri seperti idiot begini,kau yang seperti itu,mati saja lebih baik”
Kak Ari menarik tanganku,”kita keluar,Daina, kita tidak ada gunanya menasehati orang yang tidak bisa diajak bicara.kau bisa mati terbunuh”
“tapi,kak, Tasuku terluka…”
“dia tidak akan mati hanya karena satu pukulan,kok”kak Ari tidak mendengarkanku, dia membawaku keluar walau harus berkutat dengan aku yang memberontak ingin melepaskan diri dan berada disisi suamiku.
Membanting pintu kamar Tasuku.
Terus menyeretku tak perduli aku meronta dan banyak orang yang melihat kami,
Kak Ari terus membawaku turun sampai kehalaman belakang rumah sakit,
yang penuh dikelilingi pepohonan tinggi dan taman yang terawat bersih.
tapi aku masih bisa melihat jendela kamar Tasuku dilantai teratas,begitu gelap dan mati.
“kak,Tasuku sendirian,lepaskan aku,aku mau bersamanya…!” desakku,
Kak Ari melepaskan tangannya hingga aku jatuh terduduk ditanah
“ukh…,”kesahku,
kak Ari mengulurkan tangannya,aku menyambutnya dan ia pun membantuku berdiri.
“maaf,yang tadi,aku sedang emosi,” katanya,dia membuang muka,tidak mau menatapku secara langsung
“aku tidak apa apa…” ujarku cemberut. Menepuk nepuk bagian bokongku yang kotor bekas jatuh, lalu aku duduk di bangku kosong taman rumah sakit yang asri itu.
Kak Ari menghampiriku dan ikut duduk disampingku.masih tidak bersuara.
Padahal tidak ada yang menyuruhku,entah kenapa aku bercerita begitu saja, sangat lepas, aku ingin ada yang mendengarkanku saat ini, tak perduli walau itu anak umur lima tahun, atau hanya seekor kucing.
“kenapa…,Tasuku jadi berubah begitu…?” kataku “aku tidak mengerti”
“padahal dulu Tasuku begitu penyayang, apa dia membenciku…?”
"aku juga baru kali ini melihat kakak dan Tasuku bertengkar..."
”sudah kukatakan aku suka Tasuku apapun yang terjadi padanya,tapi dia masih suka stress kalau memikirkan keadaannya,virus itu juga mulai bermutasi dalam tubuh Tasuku,aku sempat dengar dia bilang,tubuhnya cocok dengan virus itu, tadi aku lihat mata nya…”
Kak Ari sudah tidak ada lagi disebelahku.
Aku panik,sejak kapan dia pergi…?! Aku pasti terlalu sibuk dengan perasaanku sampai tidak sadar.
ternyata aku ngomong sendirian dari tadi...!
Menoleh kiri kanan,dia tetap tidak ada, apa dia dapat panggilan mendadak dari Paladin…?
Dasar,pasti karena dia sering begini makanya tidak ada perempuan yang mau sama dia…
Kurasakan bagian belakang kepalaku sakit,begitu aku menoleh,ada apel tepat dikakiku, ketika aku memungutnya,kak Ari muncul,berjalan santai kearahku,
belanjaannya banyak.
Dia juga menyerahkan susu cokelat kalengan padaku.
“bulat” tegurnya“duduk sini…”
Dia duduk lebih dulu dariku,menepuk tempat duduk disampingnya,isyarat agar aku duduk disana.
“tidak mau,” meski berkata tidak mau aku tetap duduk juga akhirnya. Kak Ari tertawa.
“makan itu” perintahnya menunjuk apel digenggamanku, “selain banyak vitaminnya,apel kan’ cocok dengan wajah bulatmu itu”
“aku tidak dengar…” kugigit apel itu, rasanya asam manis, menyebar dan meleleh dimulutku. Saat aku asyik memakan apelku,kak Ari mengelap bercak darah yang tersisa dipipi ku dengan lap antiseptik yang sepertinya baru saja ia beli.
“aku bisa sendiri…!”protesku.
“lebih baik kalau orang lain yang melakukannya untukmu,sendiri mana bisa lihat”
“kakak seperti ibu ibu…”kubiarkan kak Ari menyeka wajahku sampai bersih.
“kalau hanya terpercik tidak apa apa,aku juga sering,tapi nanti tetap minum obat,pakai vaksin standar juga, kita tidak tahu kalau kalau virusnya menular, Cuma jaga jaga…” ujarnya sambil mengingatkanku tanpa bermaksud menyinggung
“iya…”
“kalau kau ikut kena,Tasuku akan makin menderita,tidak usah dikhawatirkan,Tasuku juga sedang menyembuhkan hatinya sendiri, yang bisa kau lakukan saat ini hanyalah menunggunya,go slow…”
“kakak,yang tadi…, sebenarnya kakak dan Tasuku sedang membicarakan apa…?” tanyaku penasaran. kak Ari tampak mengerutkan alis, biasanya memang tidak apa apa,tapi disaat yang tidak tepat,mengejutkan melihat mata elang itu penuh tanda tanya.
“yang mana?”
Aku menghela nafas,
“memangnya kak Ari dan Tasuku pernah rebutan pacar…?”
Kak Ari tertegun, kemudian memasang wajah bego dihadapanku.
“oh,itu…” dia menatapku lagi, seperti hendak mengatakan sesuatu,lalu merendahkan badannya hingga posisi duduknya kelihatan agak maju, kedua lengannya bertumpu dipaha.
“tidak ada,kok,” jawabnya. “Tasuku tidak pernah punya wanita lain selain Daina…” lalu ia ikut ikutan mengehela nafas “Daina,aku…”
Dia hendak menyentuh pipiku, pandangannya lembut sekali, tapi sesaat sebelum tangan yang ragu ragu itu menjamahku, seperti ada kekuatan aneh yang menghentikannya.
“tidak,lupakanlah,kalau kuceritakan, pasti kau tidak akan mengerti juga, kau kan tidak pandai mikir” ia kembali membuang muka.
Aku jadi kesal dibuatnya, aku merasa kakak seperti menghindari bertemu mata denganku,memang dia benar,aku tidak mengerti sedikitpun apa yang mereka bicarakan tadi,
aku hanya menduga itu ada hubungannya dengan pacar Tasuku sebelum bertemu denganku, misalnya.
Tapi karena dibilang tidak ada apa apa,ya berarti memang tidak ada apa apa,
dengan pola pikir semacam itu aku jadi sedikit tenang.
Aku malas membalas ejekan kak Ari.
Jadi selama hampir setengah jam kami hanya duduk diam tanpa bicara satu sama lain.
perasaanku tidak menentu.
“hei, kalau ingin menangis,menangis saja, tidak usah ditahan”
Saran yang sering kudengar dari Tasuku kalau aku merasa sedih. Ternyata ajaran kakak juga,toh…
“kalau aku menangis,tandanya aku tidak tegar” tolakku ”aku sudah terlalu sering menangis…”
“siapa bilang…? Kau itu perempuan, jadi wajar kalau menangis.tidak akan ada yang menyalahkan perempuan yang menampakkan emosinya dengan cara apapun,walau kau itu menangis,pasti akan selalu ada yang melindungimu,ingat,itu”
Ketika ia menasehatiku,aku nyaris tidak bisa melihat wajahnya. Sebagian punggung kak Ari menutupiku.
ia berbalik membelakangiku,
“menangislah,aku tidak akan melihatmu”
Dan air matakupun pecah, aku sebal karena aku selemah ini, aku memang gampang menangis,terkadang saat melihat drama yang sedih ditelevisipun sudah cukup untuk membuatku meneteskan air mata.
Tapi kesedihan kali ini berbeda,begitu sakit dan perih.
Aku tahu orang yang kucintai berada dalam kesulitan,dan aku tahu dia membutuhkanku disampingnya lebih dari siapapun,tapi aku tidak boleh berada disampingnya,tidak boleh memeluknya,dan ia juga tidak mau aku melihatnya.
Tuhan,sebenarnya dimana letak keadilan…?
Aku hanya ingin mencintai… aku hanya ingin hidup tenang bersamanya…
Menangis dipunggung kak Ari, aku merasa tenang, meski lebih tegap dan keras, tidak seperti punggung Tasuku yang lembut,tapi kehangatan yang saat ini melingkupiku sama.
aku tidak bicara,hanya menangis sesengukan seperti anak anak,
kalau kak Ari yang biasanya,pasti aku diledek habis habisan, tapi kali ini lain,
dia membiarkanku melampiaskan perasan sedihku sendirian.
Aku membayangkan Tasuku…,
bayangan yang semakin dekat di pikiranku…
tanpa sadar tanganku mendekap punggung kak Ari dengan sangat erat.
Aku sempat terpekik mendapati reaksi kak Ari.
Dia berbalik untuk memelukku…
“tidak apa apa…, akan lebih lega setelah ini…” bisiknya ditelingaku,aku merasakan nafasnya yang hangat,dan sentuhan bibirnya yang menciumi ubun ubunku.
Tangannya mengusap rambutku.
tiap belaian dipenuhi kasih sayang yang meluap…
Tidak apa apa,sebab kak Ari adalah kakakku…,meski tidak ada hubungan darah,dia tetap kakak bagiku…,ini wajar,kami sudah menjadi saudara,dan dia tidak pandai mengatakan sesuatu yang manis seperti Tasuku,maka tidak apa apa jika dia menghiburku dengan cara seperti ini…
aku bahagia memiliki keluarga seperti mereka didunia ini…
“kakak…, Tolong tasuku…”
“walau begitu,aku tahu Tasuku masih mencintai Daina,”
“jadi sudahlah,ya,lupakanlah…,”
Hanya itu yang dikatakan kak Ari padaku.
Meski dia adalah orang yang paling tahu aku tidak mungkin bisa melupakan kesedihan ini, dia tetap ingin mengubahnya menjadi kekuatan
itulah orang yang membesarkan Tasuku selama ini, orang yang mendidik laki laki yang kucintai, kakak Tasuku,berarti kakakku juga…
Satu satunya hal yang dapat menguatkanku saat itu adalah,memikirkan bahwa aku tidak sendirian…
*****************************************
*****************************************